Penyandang berkebutuhan khusus seperti penyandang tunarungu dan tunanetra, seringkali menemui permasalahan terkait kurangnya eksplorasi seni yang disebabkan keterbatasan pada pendengaran, serta kurangnya perkembangan motorik kasar penyandang tunanetra sehingga menyebabkan berkurangnya aktivitas gerak yang dilakukan. Padahal, mereka juga memiliki hak yang sama seperti anak-anak lainnya untuk mendapatkan pendidikan atau pembelajaran yang layak, termasuk dalam bidang seni. Melihat permasalahan tersebut, tim PKM-PM SiGuna yang terdiri atas I Dewa Ayu Dewi Candrika Laksmi selaku ketua dan anggota Komang Sintya Pratiwi, Ni Kadek Dian Purnama Yanti, I Made Aditya Priandana, dan Ni Kadek Lia Samandani membuat program inovasi dengan judul "Unjuk Kreativitas Seni Kolaborasi Tunarungu dan Tunanetra dalam Tari Kreasi Diiringi Deduplak Berbantuan Audio Digital di Sanggar Seni Widya Prabha".
Dalam melaksanakan program ini Tim SiGuna didampingi oleh dosen yang luar biasa yakni bapak Drs. I Wayan Sujana S.Pd., M.Pd. Adapun mitra program kami yaitu penyandang tunarungu dan tunanetra di Sanggar Seni Widya Prabha yang berlokasi di Jl. Bypass Ngurah Rai, Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali. Kami bersama pihak sanggar sepakat dalam menangani permasalahan tersebut dengan memberikan pelatihan gerak tari kreasi melalui iringan irama yang dihasilkan dari pola nada permainan Deduplak yang dibantu dengan teknologi audio digital.
Kegiatan ini diawali dengan proses persiapan, pada tahap ini Tim Siguna melakukan proses pembuatan media yang sesuai dengan kebutuhan penyandang tunarungu dan tunanetra. Adapun media yang kami gunakan yaitu Deduplak dan tari kreasi. Deduplak merupakan permainan tradisional yang berasal dari provinsi Bali, permainan ini menggunakan alat berupa alas kaki yang terbuat dari tempurung kelapa dan memiliki karakteristik bunyi yang khas sehingga menghasilkan bunyi yang unik dan memiliki nilai sosio-kultural bagi penyandang tunarungu. Selain itu kami juga menggunakan tari kreasi sebagai media bagi penyandang tunanetra agar mereka dapat menari dengan gerakan tari yang lebih sederhana. Tari kreasi ini diberi nama "Angga Pradesha". Angga Pradesha diartikan sebagai gerakan tubuh yang indah dan ekspresif, meskipun penari tidak dapat melihat namun tetap mampu mengembangkan motorik kasarnya. Setelah melakukan tahap persiapan kami mulai melakukan tahap pelatihan dengan metode SiGuna yaitu Kolaborasi Tunarunggu dan Tunanetra. Kegiatan ini didukung Peraturan Gubernur yaitu Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2020, tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali. Keterbatasan penyandang tunarungu dan tunanetra tidak menjadi halangan untuk turut serta dalam kegiatan kesenian, sehingga menjadi generasi yang mampu melestarikan kebudayaan Bali.
Hasil akhir dari program ini yaitu pementasan seni yang akan ditonton oleh pengamat seni, dosen, dan masyarakat umum serta dipublikasikan melalui youtube dan media sosial lainnya. Melalui kolaborasi ini diharapkan penyandang tunarungu dan tunanetra memiliki semangat dalam mengeksplorasi seni, bekerja sama dalam melestarikan budaya, serta dapat membuka pandangan masyarakat umum mengenai pentingnya pelestarian seni dan semangat untuk turut ikut melestarikan budaya.
"Dibalik keterbatasan pendengaran dan penglihatan, terpancar tarian penuh semangat, deduplak mengiringi langkah kaki, melangkah menuju mimpi yang tak terbatas."
Link Instagram @temansiguna.undiksha
Link Youtube @temansiguna.undiksha
Link Tiktok @temansiguna.undiksha
Link Facebook @temansiguna.undiksha