Rambutnya beruban. Kerutan disekujur tubuhnya menandakan usianya tak muda lagi. Mbah Minik Upi, nenek usia 85 tahun itu baru seminggu ini di kursi roda. Kakinya tergelincir dekat pintu samping di asrama Melati Panti sosial lanjut usia Trisna werda, Natar. Kaki kirinya sudah di amputasi sebelum nenek masuk Panti. Anak dan cucunya jauh di Padang. Wanita Asal Kaliawi ini salah satu dari 30 orang yang menjadi penghuni pertama panti di tahun 1980 silam. “Mbah Upi penghuni paling paling lama disini, karena kangen dengan keluarga, ia prihatin, di aqiqahkan anak dan cucu, uang kumpulan dari donatur,” Kata Heni Aprianti, tenaga sukarela Panti Trisna werda, Kamis (6/2).
Mbah Upi hidup dengan tujuh wanita usia lanjut lainnya di asrama yang sama. Total lansia di Panti ini mencapai 100 orang, 60 lelaki dan sisana perempua. “Pastinya teringat dengan orangtua sendiri. jangan siakan orangtu tua. Begini akibatnya, anak cucu gak pernah nengok. Orang tua bisa hidupi anak sampai sembilan anak, tapi kita gak bisa urusi satu orang tua, harus punya stok sabar banyak dsini,” kata Wanita yag bekerja sejak 2006 lalu ini.
Aroma ruangan dipenuhu dengan wewangian, hampir setap kamar minyak angin, minyak nyongnyong semerbak ketika masuk ke kamar-kamar. Apalagi kalau sudah masuk ke ruang isolasi, bau menusuk hidung tak lagi dihindarkan, amis, bau kotoran nenek dan kakek yang terbaring tidak berdaya. “Uda naluri mungkin nekerja disini, Bau lansia itu beda ya dibilang seperti itulah punya aroma khas tersendiri tapi kami sudah terbiasa,” kata Ibu dua anak ini.
***
Mulut dan gigi nenek itu dipenuhi dengan warna merah kecokelatan. Campuran daun sirih, gambir, kapur sirih dan buah pinang selalu di kunyahnya setiap hari. “Sejak bapak meninggal, ibu, nginang, merenung katanya,” ujar Lanio.
Hj Albiah Rifa'i tiap pagi sudah disediakan sarapan oleh anak ragilnya Lanio Ibrahim. Nasi dicampur dengan madu dan roti dicampur susu kambing menjadi menu favorit nenek yang di Maret tahun ini berusia 88 tahun. Anaknya 12 orang, tiap bulan selalu memberi uang untuk kebutuhan hariannya. Kebutuhanya seperti roti, madu, minyak menthol, popok dewasa dan obat. Anaknya hanya empat orang di Lampung, sisanya di luar kota bahkan ada yang diluar negeri. “Pengennya ada perawat semacam baby sister, tapi nenek gak mau katanya masih kuat,” kata Lanio, Senin (3/2) di rumahnya di jalan KS Tubun No. 17 Rawa Laut Bandar Lampung.
Albiah tiap harinya ditemani oleh tiga orang cucunya, Gian, Gio dan Giska. Anaknya Lanio Ibrahim dan menantunya Sulaiman yang mengurusnya setiap hari. Ia juga mengajar ngaji untuk cucu-cunya di pagi hari sebelum berangkat ke sekolah. Dulu di tiap Jumat, Albiah masih bisa ikut pengajian di kompleks rumahnya, tapi kondisi tubuhnya yang sudah melemah nenek 39 cucu dan 15 cicit ini mengisi waktu luangnya dengan merajut, memberi makan ayam dan merawat tanaman hias. Taplak meja, penutup galon dan renda di jilbabnya adalah hasil karya siti (penggilan nenek) Albiah. Ia dapatkan ilmu merajut ketika waktu muda dulu sekolah Miss school di menggala. Alat rajutan jarum masih lengkap di simpan di lemarinya. Sejak tahun 78 lalu ia sudah ditinggal suaminya, Ibrahim. Ia menghidupi anaknya dengan menjahit seragam sekolah, dan pesanan tetangganya. Beruntung anaknya mendapatkan beasiswa sewaktu kuliah, sehingga bebannya menjadi ringan.
Anak-anak Albiah, disusun berdasarkan huruf alphabet, dari yang tua sampai yang muda. Anaknya diataranya Albert, Boersma, Cornelia, Diana, Edward, Fadila, Geliefde, Hendrik, Ibnu, Joseph, Kardinal dan Lanio. Mungkin untuk mengenali anak keberpa dengan huruf pertama dinamanya.
"Sekarang sudah diniatkan untuk pulang, anaknya yang tua dan suami di makamkan di jalan kesehatan, pahoman, saya ingin disebelahnya,” kata siti Albiah yang tidak lupa memegang batu menthol dan minyak permen untuk menghangatkan badannya.
Albiah juga mendapatkan pendapatan tiap tahunnya dengan menyewakan sebagian rumahnya kepada orang lain. “Siti, minta diperhatiin. Manjanya, ngambek, Ngelamun kalau gak dikasih kabar telepon sama anaknya, ia khawatir, takut kalau ada apa-apa sama anak,” tambah Lanio.
Psikolog Retno Riani mengatakan Kriteria orang lanjut usia pada umur diatas 58 tahun berdasarkan Undang-undang. Lansia bisa dilihat dari ciri fisik keriput, pandangan mata kabur, taste untuk merasakan makanan sudah tidak enak, organ tubuh sudah tidak kuat, yang bisasanya lari 10 km perjam menjadi 2 km perjam saja, ada perubahan dari segi fisik.