Mohon tunggu...
dianoliviasiregar
dianoliviasiregar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mahasiswa Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dilema Perempuan Batak Toba dalam Lingkaran Tradisi

11 Desember 2024   21:30 Diperbarui: 11 Desember 2024   21:15 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perempuan seharusnya dapat bertanggung jawab dan berhak atas dirinya sendiri. Namun, patut disayangkan dalam masyarakat adat Batak Toba, perempuan dihadapkan pada dilema antara menjalankan ajaran budaya atau memperjuangkan hak atas dirinya sendiri. Sebagai adat yang berakar pada sistem kekerabatan patrilineal, suku Batak Toba memiliki aturan yang kuat tentang peran gender.

Dalam adat Batak Toba, laki-laki memegang peran lebih kuat, terutama dalam pengambilan keputusan seperti pewarisan harta. Pemberian warisan diutamakan diberikan kepada laki-laki dan keluarga kecilnya sebagai penerus garis keturunan, sementara perempuan tak jarang dianggap sebagai pelengkap. Anak laki-laki sangat diharapkan untuk berketurunan dan melanjutkan marga keluarga, sementara perempuan, meskipun memiliki tanggung jawab besar dalam rumah tangga, tidak mendapatkan penghargaan setara dalam konteks adat.

Ketidaksetaraan ini tidak hanya terlihat dalam urusan pewarisan tetapi juga dalam pelaksanaan ritual adat. Perempuan sering dipandang sebagai pelaksana tugas domestik, seperti mempersiapkan makanan dan melayani tamu. Mereka sering disebut "parhobas," yang berarti pelayan, mengacu pada peran perempuan yang membantu menyukseskan jalannya acara adat.
Posisi ini mencerminkan peran tradisional perempuan sebagai "pardi jabu" atau penjaga rumah, sementara laki-laki yang menjadi "pardibalian" lebih dihormati sebagai penentu keputusan.

Di balik struktur adat yang ada, terdapat filosofi Batak terkait dengan peran perempuan yang begitu signifikan, meskipun sering diabaikan. Filosofi Batak, "anakhon hi do hamoraon di ahu" (anak adalah harta berharga), menegaskan bahwa anak menjadi pusat harapan dan kebanggaan keluarga. Perempuan memiliki tugas yang sangat penting sebagai ibu, tidak hanya melahirkan, tetapi juga mendidik anak-anak agar tumbuh menjadi manusia yang berharga bagi keluarga dan masyarakat. Peran perempuan meliputi memastikan anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang layak, mengajarkan nilai-nilai budaya, dan memenuhi kebutuhan emosional serta material anak-anak. Tugas-tugas ini menunjukkan bahwa perempuan adalah pilar utama dalam meneruskan nilai-nilai adat dan menjaga keharmonisan keluarga. Sayangnya, perjuangan ini belum mendapatkan apresiasi yang setara dengan kontribusi mereka.

Adat Batak Toba, dengan segala kekayaan dan nilai-nilainya, seharusnya menjadi wadah yang merayakan peran perempuan sebagai penjaga tradisi dan penggerak perubahan. Dengan mengakui kontribusi perempuan dalam setiap aspek kehidupan, kita dapat memperkuat budaya tanpa menghilangkan esensinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun