Mohon tunggu...
Hardiyan Putri Oktaviani
Hardiyan Putri Oktaviani Mohon Tunggu... -

Berawal dari mimpi, perlahan jadi pasti

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ujian Nasional Rasa Regional?

23 April 2013   17:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:44 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Bangun pagi, mandi, sarapan kemudian berangkat ke sekolah sebelum bel tanda kegiatan belajar di mulai berbunyi. Begitulah kegiatan sehari-hari seorang pelajar selama bertahun-tahun. Menghabiskan banyak waktu untuk kegiatan pembelajaran di sekolah, mengerjakan PR dan mengikuti segala macam ujian atau tes yang diselenggarakan pihak sekolah. Hal tersebut mereka lakukan setiap hari selama bertahun-tahun dengan imbalan mendapat sepucuk kertas ijazah bertuliskan kata “Lulus”. Segala proses pembelajaran mereka lewati, hingga pada akhirnya ujian pamungkas bernama “Ujian Nasional” lah yang menentukan nasib akhir mereka selama belajar dibangku SMP maupun SMA.

Sepertinya memang pemerintah kita begitu mendewakan UN tersebut, sehingga kerja keras para siswa selama mengikuti proses pembelajaran sangat bergantung pada hasil dari UN walaupun sekarang mulai mempertimbangkan nilai rapor dan ujian sekolah. Akan tetapi Ujian Nasional tetap saja merupakan tes pamungkas dari pemerintah untuk menentukan kelulusan seorang siswa dalam menempuh jenjang pendidikan SMP dan SMA.

Alhasil Ujian Nasional menjadi momok tersendiri bagi para siswa, sehingga mereka beranggapan UN merupakan beban yang amat berat yang harus mereka lewati sebagai hasil dari kerja keras mereka selama ini. Ada beragam opini para siswa dalam menanggapi adanya UN ini, sebagian merasa sangat keberatan dengan adanya UN, ada pula yang santai menanggapinya sebagai bagian dari proses yang harus mereka lewati, dan bahkan ada yang sampai stres berat menghadapi UN karena ketakutan mereka yang teramat dalam melaksanakan UN nantinya.

Apapun tanggapan mereka, Ujian Nasional tetap harus mereka lewati. Pemerintah begitu ngotot mengenai UN ini, tapi untuk tahun ini sepertinya pemerintah gagal mempersiapkan UN dengan baik. Terbukti dengan kurangnya koordinasi pemerintah dengan perusahaan percetakan naskah ujian nasional,sehingga menyebabkan ada setidaknya 11 provinsi yang tertunda dalam pelaksanaan Ujian Nasional SMA. Kalau memang UN merupakan goal penentuan tentu penyelenggaraannya harus dipersiapkan dengan baik, sehingga tidak timbul kekacaun seperti tahun ini.

Ujian Nasional bukan untuk pertama kalinya diselenggarakan di negara ini, tapi mengapa kelalaian seperti ini bisa terjadi? Itulah mungkin yang menjadi pertanyaan banyak orang. Ujian yang seharusnya terselenggaraan serempak di seluruh Indonesia terganggu dengan belum terdistribusikannya naskah soal Ujian Nasional di beberapa provinsi. Sehingga beberapa provinsi harus menunda pelaksanaan Ujian Nasional SMA. Kalau sudah begini apa masih bisa dibilang Ujian Nasional? Ataukah sudah bergeser menjadi Ujian Regional, karena pelaksanaannya yang tak berbarengan secara nasional?

Begitu banyak pertanyaan dan kekecewaan yang timbul akibat kekacauan Ujian Nasional SMA tahun 2013 ini. Tentu pemerintah harus bertanggungjawab atas kejadian ini, bagaimana bisa event sebesar dan sepenting ini bisa terjadi kekacauan yang amat parah. Tidak hanya cukup dengan mengucapkan ribuan kata maaf saja kepada masyarakat Indonesia. Banyak siswa terlantar menunggu kepastian kapan mereka akan melaksanakan UN. Mereka sudah sekian lama mempersiapkan segalanya untuk menghadapi UN ini,akan tetapi pada waktunya mereka malah terombang-ambing dalam ketidakpastian pelaksanaan ujian. Tentu hal ini juga menjadi beban bagi para siswa dan pastilah mengganggu konsentrasi mereka dalam mengerjakan soal ujian nantinya. Dengan kejadian ini maka pemerintah tentu harus benar-benar berbenah diri agar para siswa tidak lagi menjadi korban dari keteledoran pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun