[caption id="attachment_126908" align="aligncenter" width="503" caption="Someday, i"][/caption]"Ku tak membawa apapun juga saat kudatang ke dunia. Kutinggal semua pada akhirnya saat kukembali ke Sorga."
: Dianna Firefly Ketika kekosongan datang, manusia akan diajarkan menghitung hari. Hari untuk lahir. Hari untuk bahagia. Hari untuk berduka. Hari untuk mati. Dan akan ada masanya, bintang-bintang jatuh ke bumi, tulah-tulah terjadi, dan terompet sangkala terdengar syahdu. Hari itu, tiada lagi ketakutan. Rasa takut telah habis ditelan oleh kesakitan. Tidak ada pilihan, jiwa lebih baik berserah. Pasrah. Satu sisi diri akan bergumam, "Ambillah! Inilah aku." Dan satu sisi lain berteriak, “berikan aku satu hari lagi agar aku dapat berdoa pada-Mu lebih sungguh.”
Orang-orang akan menangis. Mereka bersedih. Beberapa merasa sungguh kehilangan dan lainnya pura-pura, bahkan ada yang belajar untuk menangis. Mereka akan mengenang masa-masa itu, beberapa tahun atau puluhan tahun silam. Mereka akan menarik garis ingatan; ketika tangis bayi memekik keluar dari selangkangan, masa kanak-kanak, remaja, dan seterusnya, dan sebagainya. Mereka belajar untuk merajut perca-perca ingatan dan mulai menambahkan hal yang tak ada menjadi ada, ada menjadi tak ada. Mereka mulai belajar mengoreksi.
Hari itu, mungkin dapat terdengar berbagai bunyi yang diiringi terompet sangkakala. Tangis yang begitu menyayat hati. Teriakan tidak percaya. Bisik-bisik tidak pasti. Pembicaraan tiada arah. Mereka terlalu banyak menduga-duga.
Dan setelah itu, tidak banyak yang dapat diingat. Doa-doa mulai berkurang dari hari ke hari. Satu persatu akan pergi. Jatuh. Terkulai tanpa nyawa.
Pontianak, 23/08/2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H