Mohon tunggu...
Dian Nafi
Dian Nafi Mohon Tunggu... Arsitek - arsitek yang suka jalan-jalan, nulis fiksi dan non fiksi

penikmat hujan\r\npecinta purnama

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pagi Yang Menakjubkan

15 Juli 2012   07:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:56 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

berkostum merah putih, dia berkeringat mendorong sepeda anak perempuannya yang sedang belajar menguasai kendaraan kecil itu. cukup menyerap energi sebagai ganti fitness atau pillates yang akhir - akhir ini menjadi pilihannya melampiaskan passion dan sesuatu yang berkobar- kobar dari dalam tubuhnya.

pagi yang bening ini mengantarkannya memahami dan menemui pemaknaan baru tentang kehidupan. di belahan bumi lain, seseorang sedang bersiap untuk detik pernikahannya. di belahan bumi lain, seorang yang lain lagi mungkin sedang menghabiskan sisa malam minggu bersama kekasih barunya (yang entah asli atau palsu atau hanya sandiwara). di belahan bumi lain, seorang lain mungkin sedang susah payah belajar untuk bisa lulus dan bersegera mengerjakan yang lainnya seperti menggenapkan separuh dien misalnya. di belahan bumi lain, seorang yang lain lagi mungkin masih tak habis pikir bagaimana dirinya bisa sedemikian perhatian dan so into tadinya, kini bisa menjadi seseorang yang hadir dengan berbagai kejutan baru yang tak terduga sebelumnya.

Suara – suara dalam kepalanya berlomba dengan suara – suara di sekelilingnya. Jeritan anak perempuannya yang excited belajar naik sepeda. Suara tawanya sendiri menikmati pagi. Suara bising kendaraan di sekitar alun – alun. Alunan alquran yang berdengung seperti tawon dari arah masjid agung. Dan suara live music dari seberang jalan. Senandung putrinya yang mengikuti suara-suara yang terakhir membetot telinganya membawa pendengaran juga matanya melirik ke arah live music itu berasal. Empat lelaki muda duduk di atas kursi – kursi di atas trotoar tepi jalan, di depan bangunan rutan seberang alun –alun. Dua orang memegang gitar, seorang memegang bas, seorang lagi memainkan keyboardnya. Lagu –lagu yang ramah di telinga dan jiwanya. Benaknya berlari menuju seseorang yang tidak di sana tetapi bermukim di hatinya beberapa waktu terakhir ini. Seseorang yang kaya dan berwarna hidupnya oleh banyaknya kawan dan komunitas di mana dia bergabung. Ingin sekali sebenarnya dia melihat aksi performance seseorang ini yang kemarin bersama kawan – kawan band-nya mengisi penutupan event besar di sebuah kawasan pameran di pusat propinsi. Tetapi kesempatan itu belum ada, meski dia yakin suatu saat mungkin akan datang waktunya.

Kepala dan tubuhnya bergoyang menikmati live music itu sementara pikirannya terus berkelana. Berkejaran dengan suara tawa anaknya dan suara – suara lain. Tidak mudah menghapus jejak seseorang yang pernah memanggil suara dan nurani purbamu meski hanya sesaat. Sesaat namun lekat seperti konsentrat yang pekat. Sebuah kisah telah tertuliskan terinspirasi namanya. Terhambat di tengah jalan karena terbukanya selaput menyajikan sampah – sampah yang tak terduga sebelumnya. Passion-nya sempat luntur tadinya tetapi dia tidak mau mundur begitu saja. Sekali langkah dia ambil, sampai finish akan dia kejar. Jadi tekadnya kini, dia akan mengolah sampah – sampah itu bersama warna – warninya menjadi sesuatu yang brilian dan berharga. Bismillah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun