Mohon tunggu...
Dianna FitriaNovita
Dianna FitriaNovita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mendengarkan musik, menonton film, menulis, bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tren Fenomena Penurunan Pernikahan di Indonesia

31 Juli 2024   21:30 Diperbarui: 31 Juli 2024   22:07 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berdasarkan data dari BPS fenomena terjadinya penurunan angka pernikahan di Indonesia mulai terjadi sejak tahun 2018 hingga 2023.Contohnya pada tahun  2022 pernikahan di Indonesia mencapai 1,70 juta pasangan dan merupakan  hasil dari penurunan konsisten sejak 2018. Angka itu kembali turun drastis hingga menjadi 1,58 juta pasangan pada 2023 atau mengalami penurunan sekitar 128.000 pasangan dibanding tahun sebelumnya.  

Fenomena tersebut rupanya tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga dialami oleh beberapa negara maju lainnya di Asia seperti Jepang dan Korea. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan jumlah angka kelahiran dan krisis populasi di negara tersebut.

Ada berbagai hal yang melatarbelakangi terjadinya fenomena penurunan angka pernikahan yang berpengaruh pula terhadap jumlah angka kelahiran dan krisis populasi, antara lain perubahan persepsi publik mengenai pernikahan, peningkatan jumlah perempuan bekerja dan sekolah, ketidakpercayaan yang cukup besar dalam membangun keluarga dikarenakan maraknya kasus perceraian akibat kekerasan dalam rumah tangga, enggan memiliki banyak anak, hingga kenaikan biaya hidup.

Dari generasi ke generasi tren usia menikah juga semakin menua. Para generasi muda cenderung memilih memprioritaskan mengejar karir dan pendidikan ketimbang menikah muda. 

Berhembus kencangnya isu kesetaraan gender dan anti-diskriminasi membuat terjadinya peningkatan jumlah perempuan bekerja dan sekolah. Perempuan sudah memiliki perspektif baru terkait pernikahan yang tidak selalu dapat menjamin kebahagiaan dan perlindungan bagi mereka di masa mendatang. Sehingga, menikah bukan menjadi prioritas utama mereka.

Tidak hanya itu, isu perceraian akibat kasus kekerasan dalam rumah tangga yang berhembus kencang beberapa tahun terakhir ini juga telah membuat generasi muda mengalami ketidakpercayaan yang cukup besar dalam membangun keluarga. Ditambah berkembangnya isu childfree beberapa tahun terakhir ini juga mendorong generasi muda berbondong-bondong menjadi pendukung aksi fenomena ini. 

Terakhir, terjadinya kenaikan biaya hidup merupakan salah satu faktor yang paling mempengaruhi generasi muda masa kini tidak begitu memprioritaskan pernikahan dan memiliki banyak anak. Belum lagi jika mereka terjebak dalam lingkaran generasi sandwich. Tidak heran apabila mereka cenderung ingin lebih fokus mengejar karir dan mencapai kondisi finansial yang mapan terlebih dahulu. 

Sehingga dapat disimpulkan bahwa bagi generasi muda saat ini pernikahan dan memiliki banyak anak bukanlah suatu keharusan dan prioritas utama. Berbagai alasan masuk akal yang telah dipaparkan diatas memanglah contoh tantangan dan hambatan nyata bagi mereka memilih keputusan tersebut. 

Fenomena ini juga harus diperhatikan oleh pemerintah dengan membuat berbagai kebijakan yang tepat agar bisa mengelola resiko terjadinya krisis populasi yang signifikan di masa mendatang. Dengan harapan, laju pertumbuhan penduduk dapat terkendali dan tidak menimbulkan permasalahan serius kelak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun