Membutuhkan waktu 3 jam dari rumah saya di Desa Jembatan Gantung – Lombok Barat untuk sampai ke Desa Senaru – Lombok Utara - Dan membutuhkan waktu 60 menit lagi untuk berjalan kaki naik turun tangga yang terbentuk secara alami menuju air terjun “Tiu Kelep” .
Tiu Kelep berasal dari bahasa Bayan – Lombok Utara, yang apabila di terjemahkan kedalam bahasa Indonesia berarti “Angin Berhembus”.
Desa Senaru – terletak di sisi sebelah utara , di lereng gunung rinjani dengan ketinggian 600 mdpl, udara sangat sejuk dengan pohon pohon besar dan tebing tebing curam di kanan kiri jalan. Parit parit di sepanjang jalan di aliri air yang jernih dan dingin. Konon dari sini lah agama islam pertama kali di kenalkan oleh salah satu dari wali songo dan kemudian menyebar ke seluruh pulau Lombok.
Ada 2 air terjun yang sangat terkenal di Desa Senaru, Sendang Gile Waterfall dan Tiu Kelep Waterfall, keduanya berdekatan. Karcis masuk relatif murah, hanya Rp 5000 untuk berkunjung ke dua air terjun tersebut. Jalan menuju air terjun berupa tangga menurun yang lumayan panjang, kalau tidak salah hitung ada sekitar 400an anak tangga.
Sendang Gile adalah air terjun pertama yang di temui ketika menuruni tangga, merupakan air terjun yang terdekat. Dan cukup unik karena memiliki 2 tingkat, air terjun pertama jatuh ke tebing baru kemudian dari tebing terjun lagi untuk selanjutnya mengalir dan membentuk sungai yg lumayan besar.
Sedangkan lokasi Tiu Kelep Waterfall masuk lagi kedalam hutan, lama perjalanan dari Sendang Gile Water fall ke Tiu kelep Waterdall sekitar 30 menit. Menyusuri jalan yang sudah di semen dan dilengkapi dengan penunjuk arah. Tidak seperti ketika pertama kali ke tiukelep 10 tahun lalu dimana jalan menuju kesana masih berupa jalan setapak.
.
Rintangan menuju Tiu Kelep Waterfall yang paling sulit adalah ketika harus melewati sungai berbatu sebanyak 2 kali, musim hujan yang belum berakhir pada tahun ini membuat air sungai lumayan tinggi. Batu batu berlumut dan licin , dan aliran air lumayan deras. Walaupun dengan sulit dan saling berpegang tangan, sungai selebar 5 meter itu berhasil kami lewati. Halangan selanjutnya tidak terlalu sulit hanya batu batu besar yang masih bisa di lewati melaui celah celahnya.
Tiu Kelep Waterfall di kelilingi oleh tebing tebing curam dan batu batu sungai yang besar, air terjun ke danau kecil terlebih dahulu sebelum mengalir membentuk anak sungai. Cukup unik kalau di perhatikan, Tiu Kelep memiliki 1 air terjun utama dengan 5 air terjun kecil di sekelilingnya. Ketinggiannya sekitar 20 meter, dengan curah air sangat deras, di tandai dengan suaranya yang bergemuruh.
Hal aneh yang saya rasakan di air terjun Tiu Kelep ini adalah “angin tidak pernah berhenti berhembus”, sehingga seringkali terlihat air terjun meliuk liuk di tiup angin. Posisi air terjun yang berupa tebing tinggi dengan letak hutan yang lebih rendah membuat angin selalu berhembus dan berputar di air terjun ini.
Lumayan sulit untuk mengambil gambar, karena percikan butiran butiran air terjun terkena hembusan angin lalu terbang dan menyebar seperti hujan rintik rintik. Titik titik air selalu menyirami saya saat mengambil gambar, arah air pun tidak terduga, kadang langsung dari depan, dari arah air terjun, kadang berputar dulu mengikuti putaran angin yang berhembus dan datang dari arah belakang.
Lensa dan kamera selalu basah, setiap kali pengambilan gambar, saya harus mengeringkan permukaan lensa dengan kain lap. Lalu memotret lagi, dan mengeringkan lagi. Begitu terus menerus.
Tidak terasa 1 jam saya memotret air terjun Tiu Kelep, entah sudah berapa puluh kali saya mengeringkan lensa dengan lap kering, selama melakukan proses pemotretan perhatian saya hanya tertuju pada kamera dan lensa dan object foto, tanpa di sadari ternyata pakaian saya dan rambut sudah basah kuyup.
Angin yang terus berhembus, dan percikan air terjun yang terbawa angin berputar putar di udara seperti hujan gerimis, membuat saya mengerti mengapa air terjun ini di beri nama Tiu Kelep, yang artinya Angin Berhembus.