Bulan agung (rayaguung) yang oleh umat Islam diasketiskan kepada keluarga Nabi Ibrahim a.s atas pengorbanan maha dahsyatnya bersama Ismail kecil dan Siti Hajar kepada Tuhan sang Pencipta Alam, menjadi penting untuk kita tafakuri.Terlebih ketika aksi-aksi brutalisme dan kriminalisme kian marak terjadi.
Nilai luhur yang terkandung dalam peristiwa itu seperti: totalitas ikhlas, kepasrahan, dan pengabdian seorang hamba kepada Tuhannya, merupakan kunci kemenangan bagi seorang hamba (manusia) dalam menjalani jalan terjal kehidupan. Betapa tidak? Ismail yang oleh Nabi Ibrahim a.s dan Siti Hajar ingini selama berpuluh-puluh tahun lamanya, harus mereka relakan tatkala Tuhan “menagih kesetiaan” kepada Nabi Ibrahim a.s. Pertarungan batin antara Nabi Ibrahim a.s melawan Iblis pun terjadi. Namun akhirnya Nabi Ibrahim a.s. lah yang keluar sebagai pemenang.
Tiada kemenangan tanpa perjuangan, dan tiada perjuangan tanpa pengorbanan. Pengorbanan yang telah dilakukan Nabi Ibrahim a.s dengan "menyembelih" anak kesayangannya, Ismail, yang baru berumur 13 tahun itu telah menjadikan beliau keluar sebagai pemenang sejati. Menang melawan keragu-raguan akan perintah Tuhan. Menang mendudukkan hawa nafsu di atas ketaatan. Inilah puncak keimanan yang sesungguhnya.
Kemenangan Nabi Ibrahim a.s bukanlah kemenangan pribadi semata. Kemenangan ini merupakan kemenangan bersama sebuah keluarga taqwa yang beriman, yang didasarkan pada kekuatan seluruh elemen dalam keluarga. Keberhasilan seorang ayah merupakan sebab dari dukungan anak dan istrinya. Tidaklah mungkin seorang ayah mampu menjadi pemenang, kecuali didorong oleh segenap anggota keluarganya.
Mari kita perhatikan pesan terakhir Ismail kecil sesaat akan disembelih oleh ayahnya.
- Tajamkan pisaumu, ayah, agar ayah cepat melaksanakan perintah Allah, agar kesakitan ananda cepat berlalu;
- Tutup mata ananda, juga mata ayah saat menggorok leher ananda, ayah!;
- Wahai ayah, saat kepala ananda terpisah dengan badan ananda, sebelum ayah kubur jasad ananda, ananda minta tubuh ananda disentuh dulu oleh bunda Hajar tercinta. Sungguh sangat mengagumkan, bukan?
Inilah bentuk pengorbanan terbesar yang pernah tercatat dalam lembar emas sejarah peradaban manusia. Karena itu cinta identik dengan pengorbanan. Pengorbanan identik dengan perjuangan. Maka itulah bentuk cinta Nabi Ibrahim a.s kepada Tuhan Sang Pencipta Alam. Berjuang melawan hawa nafsu yang bersemayam di dalam jiwa dengan mengorbankan segala hal yang dicintai demi ketaatannya menjalankan perintah Tuhan YME.
Maka dari itu, mari kita refleksikan totalitas pengorbanan Nabi Ibrahim a.s tersebut ke dalam kehidupan kita saat ini. Karena jika ketaatan seperti itu bisa kita amalkan dengan ikhlas, maka niscaya Tuhan pun akan memberikan karunia-Nya yang tida pernah bisa kita hitung besar dan luasnya. Wallahu’alam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H