Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal obyeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat... (Soe Hok Gie, 14 September 1967)
INDONESIA masih berduka atas bencana alam dan kemanusiaan yang terus menerus melanda sebagian masyarakatnya--wilayah kita semakin sempit. Hal itu melahirkan kepedulian sosial yang benar-benar kontras di tengah gemuruh krisis kebangsaan jelang Pesta Demokrasi pada April mendatang. Sebab tak ada yang gratis, maka beragam bantuan pun menuntut sebuah pengembalian. Walau tak semua!
Kita tahu, banjir entah kapan surutnya. Letusan (eruption) gunung-gunung pun masih terjadi di beberapa wilayah secara merata hingga membangkitkan rasa takut, tanpa terkendali. Berpuluh-puluh ribu pengungsi melahirkan beragam cerita. Ada getir, ada juga yang bahagia. Itu semua terkemas dalam skenario Tuhan Yang Maha Penyayang. Untuk kita syukuri. Walau penuh misteri!
Salah satu hikmahnya, kita menjadi lebih mencintai Negara kita: Indonesia. Lebih care terhadap sesama warga. Lebih bersikap bijak pada alam; tidak merusaknya. Dan hal-hal positif lainnya. Intinya, muncul sedikit kesadaran tentang--meminjam istilah pak Kafil Yamin--hidup sehari penuh di tengah bencana.
Selama ini kita berucap mencintai Indonesia hanya sebatas pada retorika belaka. Menjaga apa apa yang ada di dalamnya tanpa pun kesungguhan. Tak benar-benar merasa memiliki. Terus mengeksploitasi yang terkandung di dalamnya. Mungkin karena kita tak merasakan desah berat perjuangan mengusir penjajah. Jadi, cinta kita palsu. Tapi dengan percaya diri kita berdandan angkuh di atasnya.
Dan bencana menusuk kita, "Janganlah kalian betah berlama-lama hidup dalam keangkuhan! Penuhilah ladang-ladang dengan tanaman hijau. Sisakan ruang terbuka hijau di antara barisan beton-beton kaca itu. Agar alam seimbang. Wariskan juga pusaka sejati kepada anak cucu kalian, yakni kejujuran dan kesadaran. Jangan terlalu bernafsu pada dunia. Sewajarnyalah!
Lautan hikmah sudah terhampar. Mau atau tidak kita menyelaminya, menjadi penentu kehidupan selanjutnya. Lebih baik kah, atau lebih menggenaskan?!*** (@AndyanoCurniaz)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H