Mohon tunggu...
Dian KlarensiaNajogi
Dian KlarensiaNajogi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Universitas Diponegoro

Tertarik mengenai kesehatan mental

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Dian Bercerita: Organisasi Bukan Keluarga!

7 Oktober 2022   10:24 Diperbarui: 7 Oktober 2022   10:32 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Welcome to my first ever series!

Mungkin ini akan menjadi salah satu "series" yang akan aku tulis selama berkelana di Kompasiana. Aku sendiri menganggap ini sebagai salah satu coping mechanism ketika otak terasa sangat penuh akan berbagai permasalahan yang ada. 

Topik dari Dian Bercerita kali ini akan membahas tentang pengalamanku sebagai seorang pimpinan di dua organisasi atau komunitas dan bagaimana pengalaman ini memiliki perbedaan yang cukup drastis dalam keberjalananya. Kalau kalian bertanya, "ya pasti beda dong, namanya juga organisasinya beda!". Emang sih benar, tapi yang akan aku highlight dari topik kali ini adalah mengenai respect dan kenapa ini bisa jadi saran bagi para calon pemimpin lainnya yang ingin lanjut berorganisasi agar tidak menganggap teman organisasi kalian sebagai 'keluarga'. Mungkin akan banyak yang kurang setuju dengan pendapatku, tapi ini hanya sebuah saran yang mungkin dapat menjadi pertimbangan dalam berorganisasi atau komunitas. 

Jadi gini ceritanya...

Setahun yang lalu, aku memutuskan untuk mengemban dua jabatan menjadi seorang pemimpin di kedua organisasi atau komunitas yang berbeda. Sebut saja, organisasi 'A' itu organisasi yang aku senangi dan 'B' kurang aku senangi. Di organisasi 'A', aku sudah berteman dengan semua anggota hingga di tahun kedua aku berada di organisasi tersebut. Hingga akhirnya aku diberikan kepercayaan oleh mereka menjadi seorang pimpinan. 

Dalam keberjalanannya, semua anggota sangat santai dalam berinteraksi bahkan sampai sambat bareng. Tapi, kita semua tetap maintain profesionalitas dalam menjalankan tugasnya. Sebagai seorang pimpinan, aku memiliki gaya kepemimpinanku tersendiri, yaitu kepemimpinan demokratis. Artinya, di kedua organisasi inipun aku berupaya untuk melangsungkan komunikasi dua arah antara aku dengan anak-anakku (**baca: anggota, aku lebih senang manggil mereka anak hehe). 

Tujuannya simple, karena aku pengen mereka terbuka dan jujur sama aku mengenai kesulitan maupun hambatan yang mereka temui dalam berorganisasi di organisasi 'A'. Terdapat kritikan dan saran dari mereka yang membuat aku senang karena disampaikan dengan respectfully. Meskipun dalam keberjalanan organisasi 'A' terdapat kesulitan bagiku dalam memimpin, tapi aku merasa senang karena dikelilingi dengan vibes yang positif!

Terus, apa yang membedakan dengan 'B'?

Pokoknya berkebaikan jauh dengan 'A'! Just to make it clear, aku sama sekali gak melebih-lebihkan hal ini, tapi aku sampai merasa 'hampa' saat menjalankan jabatanku sebagai pimpinan di organisasi 'B'. Bahkan yang buat aku kecewa karena semua anggota dari organisasi 'B' ini adalah "teman dekatku" sejak aku sekolah dulu. Mungkin dari anggotanya siapa, kalian pasti tau ini organisasi apa. 

Dari awal hingga akhir aku menjabat sebagai seorang pimpinan, aku merasa sering tidak dihargai. Dan bukan hanya aku yang merasakan hal ini, tapi juga beberapa pengurus yang berada di satu tingkat di bawahku. Yes, anggota yang kusebut ini adalah teman-teman seangkatan denganku. 

Ekspetasiku sejak awal pasti akan lebih mudah dan seru karena mereka adalah "teman dekatku". Tapi, semua hancur ketika mereka gak menghargaiku karena sudah merasa 'dekat'. Karena merasa 'dekat' dan bahkan ada anggapan yang tertanam, yaitu "kita semua adalah keluarga" ini membuat garis antara teman dan profesionalitas itu perlahan menghilang. Rasanya tidak mungkin aku menceritakan semua tindakan yang mereka lakukan padaku, tapi salah satu yang terlalu sering dilakukan adalah keputusanku tidak dianggap valid. Karena dulu aku masih menghargai mereka sebagai "teman dekat" dan "keluarga", aku cenderung mengikuti apa yang menjadi kemauan mereka. Ketika aku baik kepada mereka, tapi kebaikanku malah diinjak-injak sama mereka. 

Gak ada "keluarga" dalam organisasi!

Sejak awal, seharusnya aku sudah merasa aneh dengan makna "kita adalah keluarga" dalam organisasi 'B' ini. Entah sejak kapan kalimat tersebut digunakan, yang pasti kalimat itu sangat toksik. Menurutku, makna keluarga itu memiliki arti yang mendalam karena itu orang yang kita cintai, bahkan kita rela berkorban demi mereka. 

Organisasi lebih baik menerapkan rasa kekeluargaan, dibandingkan menganggap sesama rekan organisasi sebagai keluarga. Dan setelah aku mengevaluasi diri, kedua hal tersebut yang membedakan antara organisasi 'A' dan 'B'. Rasa kekeluargaan muncul agar dalam keberjalanan organisasi dapat berjalan dengan harmonis tanpa melupakan profesionalitas. Rekan organisasi bukan keluarga yang bisa 'sesuka' kalian tanpa aturan. Organisasi memiliki aturan. 

Keadaanku sekarang....

I feel so much better! Ketika aku sadar kalau organisasi 'B' menunjukkan red flag, aku menjadi tegas dengan diriku. Meskipun mereka teman dekatku, tapi ketika aku sudah tidak dihargai, disitu aku harus menegaskan kepada mereka bagaimana aku harus diperlakukan. Beberapa manusia selalu ingin dimengerti, tapi sulit untuk mengerti orang lain. Kurangnya empati dalam berorganisasi dapat berujung pada terpecah belahnya organisasi tersebut. Dengan berbagai dinamika yang aku lalui dalam organisasi ini, aku bahagia akhirnya bisa bebas. 

To all future leaders,

Semoga apapun kesulitan yang akan kalian lalui, jangan lupa untuk mendengarkan hati kecilmu. Menjadi pemimpin akan terasa lebih mudah ketika kalian harmonis dengan rekan organisasimu dan memiliki pendirian yang teguh akan dibawa kemana organisasi yang kalian pimpin ini. Semangat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun