Entah mengapa, saya mendadak ingin menulis setelah melihat tayangan SCTV Award malam ini. Tepatnya, setelah menyaksikan Putu Wijaya yang pada malam ini dianugerahi penghargaan Lifetime Achievement atas karyanya di bidang sinema. Saya terharu, melihat sosoknya yang berdiri tak tegak ditopang oleh sang istri. Tak berapa lama, ia pun diminta duduk di kursi roda saat memberikan sambutannya. Tampak sekali, kalau raganya sudah rapuh. Faktor usia yang tak lagi muda (68 tahun) dan perdarahan otak yang pernah menyerangnya membuatnya tak segagah ketika muda dulu, ketika ia berkiprah di teater dan film.
Yang membuat saya terharu, ia mengatakan bahwa ia merasa belum pantas menerima anugerah itu karena baru membuat empat buah FTV. Ia pun mengatakan bahwa ia membuat FTV itu karena kebaikan Deddy Mizwar, yang selama ini memang produktif membuat sinetron untuk SCTV. Padahal, siapa sih yang meragukan kemampuan Putu Wijaya di bidang seni peran? Ialah raja teater dan film yang berjaya sejak tahun 70-an. Â Namun, dengan begitu rendah hati beliau mengatakan kalau belum pantas menerima penghargaan ini. Yang lebih mengharukan, Â dalam kondisi seperti ini, ia mengatakan akan tetap terus berkarya, menghasilkan sinema yang lebih banyak lagi, hingga mencapai seratus judul, dan katanya dibutuhkan waktu empat tahun untuk hal ini.
Subhanallah, saya malu sekali melihat semangat Pak Putu Wijaya. Saya, yang masih usia produktif dan memiliki raga yang sehat seringkali mengeluh kecapekan sehingga tak sempat lagi melakukan hal lain selain aktivitas harian saya, semisal menulis atau beraktivitas soasil. Saya malu, karena membiarkan kemalasan ini menguasai saya berlarut-larut sehingga menjadi orang tak produktif, apalagi berguna bagi orang lain. Padahal, beliau yang selama ini sudah banyak sekali menelurkan karya, puluhan novel dan naskah drama, seribuan cerpen, serta ratusan esai dan kritik masih tetap ingin berkarya di usianya yang bisa dikatakan sudah senja. Harusnya ini menjadi pelecut bagi saya untuk tetap berkarya, meskipun hanya dalam bentuk tulisan-tulisan sederhana yang mungkin tak berarti bagi orang lain.
Yang juga menjadi perenungan saya, ialah ucapan terakhirnya yang kurang lebih mengatakan bahwa hanya wanita yang luar biasa bisa mendampingi pria yang hebat. Entahlah, saya lupa kalimatnya. Namun, yang jelas, kalimat itu merupakan ucapan terimakasih yang ditujukan kepada istrinya yang cantik, yang setia mendampingi dan merawatnya ketika sakit. Â Istri habat, suami pun hebat.
Terimakasih, Pak Putu. Apa yang Bapak lakukan dan ucapkan benar-benar menggugah hati saya untuk bisa menjadi orang yang lebih baik, lebih berguna, dan lebih produktif. Â Kami nantikan terus karya Bapak, semoga Tuhan memberikan kesehatan lahir dan batin kepada Pak Putu dan keluarga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H