Saya pikir judul ini agak lebay, namun demikian adanya yang terjadi. Kejadian ini dialami oleh seorang bekas murid saya, sebut saja namanya Iwan. Saat ini usianya sekitar 24 tahun. Ketika masih SMP, ia termasuk anak yang lumayan pandai, masuk kategori menengah ke atas. Ketika itu, bakat atletiknya mulai terlihat.  Ia menjadi juara jalan cepat tingkat kabupaten dan masuk ke tingkat provinsi.  Pada perkembangannya, ia kemudian menjadi pelari jarak menengah. Selepas SMP, pamannya menitipkan Iwan untuk ikut bersama kami. Suami saya memang pelatih atletik dan memiliki klub atletik  sendiri, meskipun masih kecil. Kecintaannya kepada olahraga membuatnya mau mengeluarkan dana sendiri demi perkembangan prestasi atlet-atletnya, termasuk dengan menampung atlet-atlet dalam sebuah rumah kontrakan yang dijadikan mes. Jadi, waktu itu kami mengontrak dua rumah, satu untuk kami dan satu lagi untuk atlet-atlet. Kembali ke masalah Iwan. Pamannya menitipkan kepada kami agar dia bisa dididik menjadi seorang atlet profesional.  Orang tuanya bercerai,  ayahnya menikah lagi, sedangkan ibunya menjadi buruh migran di negeri singa. Dia tinggal bersama kami selama bersekolah di SMA dan saat itu prestasinya sudah mencapai level nasional pada Kejurnas Yunior. Bahkan, ia pun mendapat beasiswa untuk memasuki Unsoed tanpa tes karena menjuarai kejuaraan yang diadakan oleh Unsoed. Namun, beasiswa ini tak diambil karena ia juga berkesempatan memasuki universitas negeri  yang lebih dekat melalui jalur prestasi. Usai SMA, ia kemudian masuk  kuliah dan tinggal di asrama kampus. Tugas utamanya hanya belajar dan berlatih. Beberapa kali, ia mengikuti POMNAS. Namun, sayangnya ia tak cukup bertanggung jawab untuk melaksanakan tugasnya itu. Sewaktu kuliah, ia mulai mengenal paly station, internet, serta  judi bola, dan akhirnya tak hanya kenal, tetapi juga kecanduan. Saya sendiri tak begitu paham dengan apa yang dimaksud judi bola. Namun, dari cerita kawan Iwan, Iwan sering sekali main judi bola di internet dan harus kehilangan uang sekian banyak untuk mendanai hobinya yang semakin menggila itu. Ketika orang tuanya mngetahui hal ini, suplay dana untuk Iwan pun dikurangi. Waktu itu, ibunya memang mendapat majikan yang cukup baik sehingga ia bisa mendapatkan uang yang lumayan banyak. Ternyata hal ini tak membuatnya kapok. Iwan semakin menggila. Ia melupakan kuliahnya dan juga kewajibannya untuk berlatih.  Di semester keenam, ia pun mengambil cuti kuliah karena uang kiriman dari ibunya habis untuk berjudi. Kehidupannya semakin tak karuan. Hutangnya tercecer di sana-sini dan tak satu pun yang bisa terbayar dengan lunas. Beberapa waktu yang lalu, ia bilang pada suami saya bahwa ia hendak melanjutkan kuliahnya lagi. Ternyata, ketika ia regristrasi, universitas tak lagi menerimanya karena ia tak daftar ulang ketika cuti kuliah dulu. Ampun, deh. Akhirnya dia pun DO dari kuliah yang sudah dijalani lebih dari separuhnya itu. Padahal, ia adalah tumpuan harapan ibunya. Tak cukup sampai di situ ternyata, karena ia belum bisa berhenti dari judi bola di internet itu. Sekitar setengah tahunan lalu, ia melamar menjadi satpam di sebuah perusahaan dan  diterima. Harusnya, ia menjalani pekerjaannya itu dengan sebaik-baiknya  untuk membenahi hidupnya. Namun, tak berapa lama ia pun keluar. Sampai hari ini, ia menghilang dari tempat tinggalnya  dengan meninggalkan hutang yang terserak di mana-mana, termasuk juga pernah menjual motor milik pamannya, dan masih banyak lagi dusta-dusta yang dilakukannya terhadap ibunya yang kini masih membanting tulang di negeri orang. Saya hanya dapat mengelus dada mendengarkan kisah si Iwan. Sangat disayangkan, atlet potensial seperti Iwan terpaksa menjadi orang kabur kanginan yang sekarang entah ke mana hanya karena kecanduan judi bola online.  Kandas sudah cita-citanya menjadi seorang guru, kandas sudah harapan orang tuanya, kandas sudah harapan orang-orang yang berharap banyak melihatnya berhasil dalam kehidupannya. Mungkin termasuk saya, yang pernah menjadi 'emak'nya selama ia SMA dulu. Akhir kata, saya kopas lirik lagu Judi dari Bang Haji berikut: Judi (judi), menjanjikan kemenangan Judi (judi), menjanjikan kekayaan Bohong (bohong), kalaupun kau menang Itu awal dari kekalahan Bohong (bohong), kalaupun kau kaya Itu awal dari kemiskinan Judi (judi), meracuni kehidupan Judi (judi), meracuni keimanan Pasti (pasti), karena perjudian Orang malas dibuai harapan Pasti (pasti), karena perjudian Perdukunan ramai menyesatkan Yang beriman bisa jadi murtad, apalagi yang awam Yang menang bisa menjadi jahat, apalagi yang kalah Yang kaya bisa jadi melarat, apalagi yang miskin Yang senang bisa jadi sengsara, apalagi yang susah Uang judi najis tiada berkah Uang yang pas-pasan karuan buat makan (o, o) Itu cara sehat ‘tuk bisa bertahan Uang yang pas-pasan karuan ditabungkan (o, o) Itu cara sehat ‘tuk jadi hartawan Apa pun nama dan bentuk judi Semuanya perbuatan keji Apa pun nama dan bentuk judi Jangan lakukan dan jauhi Judi Salam, Dian
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H