[caption id="attachment_391840" align="aligncenter" width="574" caption="Tiket elektronik Commuter Line PT Kereta Api Indonesia"][/caption]
Transjakarta, angkutan massal yang dikelola pemda DKI. Sejak tahun lalu mulai memakai sistem tiket elektronik, yang puncaknya berakhir pada Desember 2014. Di mana, semua koridor Transjakarta, telah melaksanakan tiket elektronik dalam bertransaksi melayani para penumpang dalam menikmati perjalanannya.
Namun pemanfaatan tiket elektronik ini tidak sepenuhnya mulus, dan benar-benar dapat melayani semua calon penumpang bus dengan baik. Masih sangat banyak calon penumpang yang kecewa tidak bisa memanfaatkan atau sekadar menikmati angkutan massal kebanggaan Pemda DKI ini.
Mereka yang dirugikan atau dikecewakan ini, adalah para calon penumpang Transjakarta yang ingin transit dari terminal antarkota, seperti: Pulogadung, Kampung Rambutan, Kalideres atau Lebak Bulus. Para calon penumpang ini membatalkan niat mereka untuk sekadar menikmati fasilitas yang disediakan oleh pemerintah DKI ini, karena harus membayar lebih mahal dari yang seharusnya mereka bayarkan. Lalu mencari angkutan alternatif, walau kadang harus menyambung pindah kendaraan beberapa kali, dengan resiko yang tentu lebih banyak juga.
Biang kerok dari masalah ini adalah system e-Tiket Transjakarta yang terlalu besar mengambil keuntungan pada kartu perdananya, serta besarnya deposit minimal yang terisi pada e-Tiket tersebut. Kartu perdana tiket elektronik Transjakarta dijual Rp 40.000,- yang di dalamnya sudah terisi deposit nominal Rp 20.000,-. Bagi para calon penumpang transit, harga ini terhitung mahal, karena mereka hanya akan memanfaatkannya sekali jalan, atau senilai uang Rp 3.500,-
Rupanya para perancang tiket elektronik Tansjakarta tidak memikirkan hal ini, dan hanya memikirkan para penumpang yang memanfaatkan bus Transjakarta ini setiap hari untuk pulang pergi ke tempat pekerjaannya, atau karena mereka kurang atau tidak mempunyai empati pada rakyat kalangan bawah yang sebenarnya ditujukan pengadaan bus Transjakarta ini?
Berkaca pada masalah tiket elektronik ini, nampaknya PT Kereta Api Indonesia lebih cerdas dalam menemukan solusi. PT KAI membuat terobosan dengan tiket elektronik yang bisa dimanfaatkan sekali pakai. Tiket elektronik PT KAI ini hanya meminta Rp 5.000,- sebagai deposit tiket elektroniknya, di luar ongkos perjalanan yang dibebankan kepada para pelanggannya.
Bila para penumpang telah sampai di stasiun tujuan akhirnya, deposit ini bisa diambil lagi dengan menyerahkan tiket elektroniknya di loket stasiun tujuan. Jadi para penumpang hanya membayar ongkos perjalanan mereka, tanpa harus membeli secara permanen tiket elektronik yang mereka pakai dalam perjalanan tersebut. Kecuali para komuter yang memanfaatkan pelayanan kereta api setiap hari untuk pulang pergi ke tempat kerja mereka.
Sudah selayaknya ke depan pihak pengelola Transjakarta juga memikirkan para penumpang transit ini, dengan membuat tiket sekali jalan. Apakah itu berbentuk tiket elektronik dengan sistem yang sama dengan yang dipakai oleh PT KAI, yang bisa dipakai untuk sekali jalan, atau tiket biasa berupa kertas, sebagaimana sebelum tiket elektronik ini diperkenalkan.
Jangan sampai para penumpang transit ini terpinggirkan, dan hanya sebagai penonton alat transportasi kebanggaan Jakarta ini, tanpa bisa ikut menikmatinya. Saya yakin, para pendatang atau mereka yang hanya sekadar transit ini, juga ingin menikmati fasilitas yang disediakan oleh pemda DKI ini, dan tentu tak ingin datang ke Jakarta hanya sebagai “penonton”.
Saya sempat beberapa kali membantu para penumpang transit ini, yang dengan wajah memelas terpaksa berbalik siap meninggalkan halte bus Transjakarta, dan nyaris gagal melanjutkan perjalanan mereka, dengan memakai tiket elektronik yang saya punyai, dan saya yakin juga ada penumpang lain yang berbuat hal yang sama.