Mohon tunggu...
Dianita Sahentendi
Dianita Sahentendi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ingin meningkatkan kemampuan menulis saya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tindak Kekerasan yang Terabaikan: Laki-laki Juga Bisa Jadi Korban Kekerasan

13 Maret 2024   22:27 Diperbarui: 14 Maret 2024   17:57 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kekerasan dapat terjadi terhadap siapa saja, kapan saja dan dimana saja dalam berbagai bentuk tindak kekerasan. Oleh karena itu, setiap warga negara berhak mendapat perlindungan dari negara agar bisa terhindar dari segala bentuk tindak kekerasan tanpa terkecuali. Selain itu, setiap individu yang menjadi korban tindak kekerasan berhak mendapat perlindungan serta penanganan yang sesuai dan tepat atas kasus kekerasan yang terjadi terhadapnya. Namun, hal tersebut belum benar-benar terlaksana dalam menangani kasus kekerasan yang terjadi terhadap laki-laki di Indonesia.

Kenapa isu tersebut kurang mendapat perhatian? Saya pikir hal ini dipengaruhi oleh corak budaya yang cenderung menggambarkan nilai-nilai patriarki ditengah masyarakat Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwa kebudayaan dalam masyarakat Indonesia sarat akan nilai-nilai patriarki. 

Dimana dalam perwujudan nilai-nilai patriarki ini cenderung menguntungkan dan merugikan salah satu pihak, entah itu pihak laki-laki ataupun perempuan. Patriarki tidak hanya menguntungkan laki-laki, namun disatu sisi juga merugikan laki-laki dengan segala tuntutan dominasi yang dilekatkan terhadap laki-laki.

Ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang dialami oleh laki-laki dapat dilihat melalui upaya penanganan kasus kekerasan yang terjadi terhadap laki-laki. Melalui data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA) dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) periode 1 Januari 2024 hingga Maret 2024 mencatat bahwa ada 847 laki-laki yang menjadi korban kekerasan dan 3.428 perempuan yang menjadi korban kekerasan. 

Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa jumlah perempuan yang mengalami kekerasan empat kali lipat lebih banyak dari laki-laki, hal ini tentu saja tidak akan lepas dari adanya patriarki. Angka kasus kekerasan terhadap perempuan yang begitu tinggi serta posisi perempuan yang rentan dalam masyarakat membuat pemerintah lebih banyak memprioritaskan isu-isu yang terjadi terhadap perempuan dan pengoptimalan program terhadap isu yang dialami perempuan, seperti isu kekerasan. 

Hal tersebut dapat dilihat melalui didirikannya lembaga-lembaga yang berangkat dari keresahan serta keprihatinan pemerintah terhadap permasalahan yang dialami oleh perempuan, seperti Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Kemenpppa. 


Ada banyak juga lembaga non-pemerintah yang berfokus untuk memberantas isu kekerasan yang terjadi terhadap perempuan, salah satunya seperti Rifka Annisa di Yogyakarta. Yang bertujuan untuk memperjuangkan keadilan serta kesetaraan bagi perempuan justru menjadi timpang. Dimana dalam usaha perjuangan keadilan serta kesetaraan bagi perempuan, malah membuka celah ketidakadilan dan ketidaksetaraan terhadap laki-laki terlebih khusus dalam menghadapi isu kekerasan.

Kasus tindak kekerasan yang terjadi terhadap laki-laki sudah banyak terjadi, diantaranya ada kasus kekerasan seksual dalam bentuk pelecehan yang terjadi terhadap salah satu pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pusat yang sempat trending pada tahun 2021, kasus pelecehan yang dilakukan oleh salah satu akun tiktok TP yang berkedok prank, dan pelecehan seksual yang dialami oleh salah seorang tiktoker berinisial SP yang sempat trending dibulan februari.

Data yang diterbitkan berdasarkan kerja sama antara IJRS dan INFID dapat dilihat bahwa 33% laki-laki pernah mengalami kekerasan seksual. Namun, dengan tingginya angka kekerasan seksual yang dialami oleh laki-laki belum mendapatkan penanganan serius dari pihak pemerintah. 

Dengan semakin meningkatnya kasus kekerasan terhadap laki-laki, namun yang angka pelaku kekerasan yang terbanyak adalah juga laki-laki. Disaat laki-laki menjadi korban kekerasan, bukan berarti semua pelakunya adalah perempuan. Ada beberapa kasus kekerasan yang dialami oleh laki-laki, namun yang menjadi pelakunya adalah juga laki-laki. 

Hal tersebut bisa dilihat melalui salah satu kasus perundungan dan pelecehan seksual terhadap salah satu pegawai KPI Pusat yang sempat trending pada tahun 2021. Dan juga kasus penganiayaan yang terjadi terhadap seorang santri yang bernam Bintang Balqis Maulana (14 tahun).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun