Polemik disini sampah disana sampah, menjadi salah satu dari banyaknya skenario beban bumi yang timbul akibat peningkatan populasi manusia yang disertai dengan tingginya aktivitas masyarakat yang menghasilkan berbagai jenis sampah. Jadi jangan salah kaprah, adanya sampah bertebaran bukan seperti lirik lagu anak-anak “disini senang disana senang” yang mana lanjutannya adalah dimana-mana hatiku senang. Keberadaan sampah yang bertebaran justru memberikan banyak dampak negatif bagi kualitas hidup masyarakat dan lingkungan, terlebih Indonesia menduduki peringkat kedua negara penghasil sampah terbesar di dunia.
Bayangkan saja, jumlah populasi manusia di Indonesia sendiri sudah menembus 275,77 juta orang, ditambah dengan klaim data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), volume timbunan sampah di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 33,15 juta ton. Dengan kategori pemegang tahta pertama limbah adalah sampah sisa makanan yang mencapai 40,9%, disusul oleh sampah plastik sebanyak 17,9%. Sisanya merupakan sampah ranting/daun, kertas, kaca, dan lainnya. Jumlah yang fantastis untuk masalah yang seringkali dipandang sebelah mata.
Jujur saja, sebelum saya belajar tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan pemanfaatan energi berkelanjutan, saya menganggap menjaga lingkungan dari limbah domestik bukan tanggung jawab saya. Pokoknya permasalahan sampah sudah selesai ketika diangkut petugas sampah. Padahal, yang terjadi sebenarnya sampah yang kita hasilkan hanya berpindah ‘tempat’ saja. Dari yang awalnya ada di rumah, dikolektifkan petugas untuk diangkut ke TPS (Tempat Pembuangan Sementara) dan lanjut dibawa ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Eiittsss! Nah itu dulu, kalau sekarang sih, sudah beda cerita. Saya sudah sadar bahwa pemikiran ‘cetek’ ini harus diberantas sampai akar-akarnya. Perlu kita pahami, masalah sampah ini akan tetap ada dan pelik jika tidak segera menanamkan kepedulian terhadap lingkungan mulai dari diri sendiri. Syukur-syukur dapat mengetuk kesadaran hati masyarakat sekitar untuk melakukan perubahan perilaku secara masif untuk mengurangi masalah sampah ini demi menjaga lingkungan dari limbah domestik dan meningkatkan kualitas hidup anak cucu kita kelak.
Serba-Serbi Efek Domino Sampah Plastik
Hayooo, siapa yang masih mengandalkan plastik untuk berbagai keperluan mulai dari kantong berbelanja, peralatan rumah tangga, hingga kemasan lainnya? Tanpa kita sadari, penggunaan plastik di kehidupan melekat erat di banyak kegiatan sehari-hari. Kegiatan belanja online, jajan di warung atau di pasar, kulineran di kaki lima ataupun street food yang katanya instagramable, ternyata plastik masih menjadi primadona kemasan sekali buang. Harganya murah, anti ribet dan gampang dibuang, menjadi alasan sulitnya meniadakan plastik dalam hidup ini. Padahal plastik-plastik ini menimbulkan efek domino yang mana akan terus menumpuk dan sulit terurai, sehingga berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan.
Kalang Kabut Bahaya yang Timbul dari Sampah Plastik
Status darurat sampah plastik Indonesia diiringi dengan fakta bahwa sampah plastik yang dihasilkan masyarakat kita tembus sekitar 64 juta ton. Bukannya menakut-nakuti, dampak buruk jumlah sampah plastik ini sangat berbahaya bagi kesehatan juga, lho. Plastik mengandung zat karsinogenik yang bisa mengakibatkan kanker, disfungsi ginjal dan hati, gangguan kehamilan hingga membahayakan janin.
Tanpa kita sadari, sampah plastik yang kita hasilkan perlahan merusak ekosistem laut, membunuh satwa liar dan akhirnya mampu mengakibatkan bencana bagi bumi tempat tinggal kita. Hal ini semakin memburuk, karena plastik membutuhkan waktu hingga 20-500 tahun lamanya untuk terurai oleh tanah, sehingga dapat menimbulkan pencemaran dan dapat membahayakan jika dimakan oleh hewan – hewan liar. WWF mencatat satu dari dua penyu telah memakan plastik, 90% burung laut memiliki plastik di perutnya, dan diperkirakan 14 juta ton plastik dibuang ke lautan kita setiap tahunnya. Dari tahun ke tahun sampah menjadi masalah global, hingga diperkirakan jumlah plastik di laut mungkin lebih banyak dibandingkan jumlah ikan pada tahun 2050.