Mohon tunggu...
dianing setiowati
dianing setiowati Mohon Tunggu... karyawan swasta -

A woman who believes that "Reality is a lovely place and wanna live there"

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Love You, Pak!

9 Oktober 2012   23:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:01 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiga buah muffin rasa coklat dan vanila memecah konsentrasiku pagi ini di saat tengah asik “bercumbu” dengan tumpukan koran. Bentuknya cantik dan pasti rasanya juga tidak kalah enaknya dengan muffin-muffin yang terjejer rapi di toko kue. Mungkin akan terlihat biasa kalau muffin ini aku beli di toko kue. Muffin-muffin cantik ini punya cerita yang mengingatkanku pada Bapak yang saat ini tengah menikmati liburannya. Entah karena rasa kangen ditinggal lebih dari 2 minggu atau karena cerita muffin ini mengingatkanku tentang masa-masa itu.

Pagi ini, salah seorang rekan kerja mendatangiku sambil membawa kotak makanan. “Nih, mau cobain gak? Kue buatan anak gw!” Setengah terkejut kulihat 3 muffin cantik ada di dalam kotak makanan itu. Kupilih yang rasa coklat karna terlihat begitu menggoda tuk dicicipi. “Ini yang bikin Gizka, Mas?” kusebut nama anak temanku dengan nada tak yakin. “Iya” jawabnya singkat sambil tersenyum bangga. Mulailah dia bercerita tentang anaknya dengan menggebu-gebu. Terlihat jelas betapa bangganya dia punya anak sepintar Gizka. Sambil mendengarkan ceritanya aku teringat pertanyaan yang dulu sempat menggangguku “Bapak sayang dan bangga gak ya sama aku?”.

Bapak bukanlah sosok yang sempurna sebagai ayah begitupun aku sebagai anaknya. Itu manusiawi. Banyak kekurangannya yang terkadang membuat aku terkadang sedikit kesal. Sifat bapak yang tertutup membuat komunikasi antara anak dan ayah terganggu. Aku dan adik-adikku hanya bisa mencurahkan isi hati kepada
Mamah. Tapi itu dulu, sebelum operasi pengangkatan tumor ganas di dalam pankreasnya. Setelah operasi itu berhasil 12 belas tahun yang lalu, terlihat jelas bapak berusaha memperbaiki hubungan dengan anak-anaknya. Dulu, bapak ngobrol dengan anak-anak hanya mengenai sekolah dan belajar. Sebagai guru SMP di sekolah swasta dan negeri, bapak terkenal disiplin, galak dan killer. Tidak hanya murid-murid yang takut dengan bapak, kami pun punya rasa yang sama. Saat itu timbul pertanyaan-pertanyaan dalam benakku, “bapak sayang gak sama aku? Bangga gak?” Pertanyaan itu timbul karena bapak tidak pernah menunjukan sayang dan bangganya di depanku. Aku merasa apa yang aku lakukan selalu salah karena kerap kali bapak marah pada hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginannya.

Ketika Allah SWT memberi bapak kesempatan untuk hidup kembali, beliau benar-benar serius ingin lebih dekat bercengkrama dengan kami, anak-anaknya. Berbagai cara beliau lakukan agar berhasil merangkul kami. Sampai akhirnya hubungan yang kaku akhirnya cair seiring berjalannya waktu. Memang beliau tidak menunjukan secara langsung, seperti “Bapak sayang kamu” atau “Ini baru anak Bapak”. Cara menunjukan sayang terhadapku agak berbeda. Contohnya ketika aku bergumam “jadi pengen makan salak”, besoknya pulang kuliah sudah ada dua kilo salak pondoh di meja makan. Menurut cerita mamah salak itu bapak yang beli di pasar setelah pulang kerja “kata bapak, kamu lagi pengen salak”. Susah rasanya menelan salak ini, makasih, Pak!

Cerita lain mengenai keyakinanku bahwa bapak bangga padaku, saat aku bertemu di jalan dengan teman-teman bapak yang sama-sama mengajar sebagai guru di SMP Negeri. Kami berpapasan di jalan. Mereka baru saja pulang kerja, begitu pun aku. Ada satu guru yang aku kenal karena sering main ke rumah. Aku tegur dan salami satu per satu. Tiba-tiba serentak mereka menepuk-nepuk punggungku sambil memanggil namaku. “Mbak, anaknya pak Didi yang bla bla bla bla ya? Bapak sering banget cerita tentang kamu, lho. Katanya kamu itu bla..bla..bla..bla.. ” Speechless aku saat itu. Mereka tahu segitu banyaknya cerita tentang aku dari Bapak. Selama ini aku selalu meragukan kemampuanku karena belum pernah bapak memuji prestasiku langsung dihadapanku. Raguku pun rontok seketika. Aku hanya bisa menangis.

Maafkan aku, Pak…

*10 Oktober 2012 - Selamat Ultah Bapak. Smg selalu dalam lindungan Allah SWT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun