Mohon tunggu...
Dee Latif
Dee Latif Mohon Tunggu... Administrasi - Sulung dari 5 bersaudara

Pecinta kucing, suka merajut sambil dengerin musik atau nonton drakor n k show

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Ternyata Saya Berani

25 Juni 2013   17:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:26 1279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13721557671894930939

Tempat hiburan ini bernama Dunia Fantasi (Dufan), letaknya di kompleks Ancol Taman Impian, Jakarta Utara, berdekatan dengan posisi tempat tinggal saya di Tanjung Priok. Jadi tak heran jika saya pernah ke tempat ini berkali-kali, sampai lupa berapa banyak, baik yang bayar sendiri, dibayarin, maupun yang gratisan karena suatu event. Meskipun sering mengunjungi, tetap saja saya tidak menolak jika ada lagi yang mengajak ke Dufan.

Terakhir kali saya ke Dufan adalah pada hari Minggu, 26 Mei 2013. Kedatangan saya kali ini dalam rangka menghadiri acara gathering sekaligus ulang tahun perusahaan induk tempat saya bekerja. Hari ini menjadi lebih spesial buat saya, karena selain masuk Dufan gratis (lagi), juga sekaligus merupakan kali pertama bisa ikutan gathering bersama perusahaan tersebut setelah enam tahun bekerja menjadi karyawan outsourcenya. Rasanya sungguh amazing!

Setiap kali berkunjung ke Dufan, hampir semua wahana permainan mau saya coba, hanya dua wahana yang masih saya hindari yaitu Histeria dan Tornado, karena menurut saya terlampau ekstrim, apalagi ketika ke sana selalu bersama dengan orang-orang yang juga tidak memiliki keberanian untuk menaikinya, saya pun jadi ikutan tidak berani. Kalau sekedar Halilintar atau Perahu Kora-Kora tidak menakutkan saya, naik tiga kali pun boleh.

Kali ini saya kembali hadir di Dufan, sudah terpikir untuk bermain sepuasnya, tapi masih tetap tak terbersit sedetik pun untuk menaklukan rasa takut terhadap wahana Histeria dan Tornado. Selalu saja menggumam dalam hati, “Hmm…nanti dulu deh.” Kadang bertanya sama diri sendiri, “Sampai kapan terus takut? Toh orang-orang yang sudah pernah mencobanya masih baik-baik saja.”

Ketika saya dan beberapa teman sedang duduk santai di seberang wahana Histeria. Seorang teman spontan menyarankan untuk langsung menjajal wahana tersebut. Tentu saja saya berpikir seribu kali, tapi karena dikompori dan sepakat untuk kompak mencoba bersama-sama, maka keberanian saya serta merta muncul, mungkin sebenarnya bukan berani, melainkan nekat karena merasa tertantang, kalau yang lain saja berani, kenapa saya tidak?.

Ternyata wahana Histeria belum dibuka. Sambil menunggu, kami beralih ke wahana lain yang lokasinya berdekatan, yaitu Perahu Kora-Kora. Wahana ini selalu menjadi salah satu favorit saya. Semua posisi tempat duduknya pernah saya coba, namun yang paling menegangkan adalah jajaran bangku paling ujung. Ketika perahu mengayun tinggi, posisi badan seakan berdiri, dan ketika perahu mengayun turun, effek jatuhnya membuat saya ngeri tapi bahagia, aneh bukan? Mungkin karena saya selalu menggemari permainan ayunan, jadi perahu Kora-Kora ini pun tak ubahnya seperti ayunan raksasa.

Setelah melegakan rongga dada dengan berteriak sepuasnya di perahu Kora-Kora, kami kembali beralih ke wahana Histeria, antriannya sudah mengular. Ternyata banyak juga peminatnya, berarti manusia pemberani masih banyak jumlahnya. Sambil menunggu sampai di posisi, sayu-sayup kami mendengar jeritan dari peserta yang sudah lebih dulu sampai di menara Histeria.

Setelah setengah jam lebih mengantri, detik-detik menegangkan mulai terasa, karena jeritan peserta yang sedang diuji nyalinya di bangku Histeria semakin terdengar jelas. Satu per satu teman saya berguguran, memutuskan hanya ikut mengantri tapi tak jadi menaiki Histeria. Saya pun bimbang, “naik-tidak-naik-tidak-naik-tidak???” belum apa-apa saya sudah histeris duluan, takut dan ragu namun masih penasaran.

Dan ketika dua menara setinggi 50 meteran itu menjulang nyata di hadapan saya, rasa takut semakin menyergap. Dua orang teman sudah menepi, benar-benar menyerah pada rasa takutnya. Sementara tiga orang teman lagi memutuskan untuk tidak menyiakan waktu mengantri yang sudah dijalani. Saya ikut yang mana? berhubung sudah tanggung sampai di sini, saya putuskan untuk naik saja, kalau tidak mencoba sekarang, kapan lagi?.

Bagai terdakwa yang hendak dieksekusi, saya pasrah duduk di bangku Histeria, tidak lama terdengar semacam sirine peringatan agar peserta bersiap-siap, lalu seketika bangku yang saya duduki melesat ke atas, benar-benar membangkitkan adrenalin. Belum hilang rasa kaget saya, tiba-tiba bangku kembali diturunkan dengan kecepatan yang cukup kencang. Seolah nyawa masih tertinggal di atas, tapi raganya sudah diturunkan ke bawah. Mata saya terbelalak lebar, jeritan saya sudah poll sekencang-kencangnya. Sekejap tapi tak akan pernah terlupakan, itulah Histeria.

Turun dari wahana Histeria dengkul saya terasa lemas, tapi puas, karena berhasil menaklukan rasa takut diri sendiri, ternyata saya berani. Selanjutnya saya dan teman-teman menjajal wahana lain yang tidak perlu saya takuti. Target saya selanjutnya adalah menguji nyali di wahana Tornado, mumpung ada teman yang mau mencobanya juga, kalau tidak ada teman yang berani belum tentu saya mau mencobanya sendiri.

Wahana Tornado ini katanya menawarkan sensasi seperti sedang diputar oleh angin puting beliung. Sebelumnya saya hanya berani melihat orang-orang yang dijungkir balikkan seenaknya di ketinggian, saya tidak pernah membayangkan bagaimana rasanya jika berada di posisi mereka. Melihat saja sudah membuat saya bergidik ngeri. Tidak habis pikir, apa yang membuat mereka begitu berani? Rasa penasaran kah? Apapun, saya putuskan untuk mengikuti jejak mereka.

Ketika tiba di wahana Tornado, antriannya sangat sepi atau masih sepi? Entahlah, yang jelas hari sudah menjelang sore namun tidak terlihat antrian di wahana itu, tidak seperti pada wahana lainnya yang masih dijejali pengunjung. Saya bersama dua orang teman dapat leluasa memilih posisi. Sengaja kami tidak menempati bangku yang menghadap ke depan, supaya tidak terlalu malu karena banyak yang menonton, dengan kata lain meminimalisir saksi yang bisa melihat raut wajah ketakutan kami nanti.

Tidak seperti di wahana Histeria yang tak memerlukan waktu lama untuk beraksi, di wahana Tornado ini kami harus menunggu agak lama, hingga seluruh bangku terisi penuh, baru Tornado dinyalakan. Mungkin jumlah peserta mempengaruhi keseimbangan alat, atau agar suasananya lebih seru. Saat-saat menunggu itu justru membuat jantung saya dan teman-teman semakin berdebar, kapan mulainya?

Setelah seorang petugas memastikan alat pengaman sudah terpasang kencang pada setiap peserta, barulah Tornado dinyalakan. Mula-mula saya merasa sedang diputar-putar, tidak (belum) mengerikan, lalu putarannya semakin kencang, kemudian dijungkir balikkan berkali-kali, dinaikkan, dibanting, selanjutnya dibiarkan agak lama pada posisi terjungkir, kepala di bawah, kaki di atas. Saya sempat panik ketika merasa bahwa tubuh saya tidak lagi menempel di kursi, saya takut terjatuh. Pada putaran dan gulingan berikutnya, mata saya selalu terpejam, sampai lelah berteriak alat ini tak juga dihentikan. Ketika Tornado diturunkan, sebagian peserta menyerukan “lagi!….lagi!…lagi!”, tapi saya bilang, “STOP! Sudah mas (petugas)…sudah cukup.”

[caption id="attachment_262830" align="aligncenter" width="640" caption="Photo by Azrey"][/caption]

Turun dari Tornado tubuh saya agak terhuyung, perasaan seram dan senang campur aduk jadi satu. Setidaknya saya sudah pernah merasakan Tornado, bagi saya wahana ini adalah “Raja” dari segala wahana ekstrim yang ada di Dufan, belum sah seorang pengunjung jika belum berani menjajal Tornado. Tapi saya sarankan agar lebih dulu mencicipi wahana yang lainnya, karena kalau sudah ke wahana ini, wahana lain jadi terasa biasa saja.

Selepas mencicipi dahsyatnya Tornado, saya dan teman-teman mencoba tiga wahana lagi yang tidak melibatkan adrenalin, setidaknya bagi saya, yaitu wahana 3D Simulator Happy Feet, Treasure Island dan Bianglala. Di setiap akhir kunjungan saya ke Dufan, Bianglala selalu menjadi penutup permainan, rasanya menyenangkan berada di ketinggian, sambil duduk santai menikmati angin sore sepoi-sepoi dan pemandangan pantai Ancol dari kejauhan.

Begitulah pengalaman terbaru saya di Dufan. Meski berkali-kali dikunjungi, walaupun mengaku kapok naik wahana-wahana ekstrimnya, tapi kunjungan berikutnya akan selalu diulangi. Dufan tidak pernah membosankan, selama pengelolanya tetap jeli mengembangkan wahana-wahana lama maupun baru yang memancing imajinasi, emosi, dan ekspresi. Juga yang tidak kalah penting dari semuanya adalah, kenyamanan dan keamanan yang selalu terjamin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun