Mohon tunggu...
Diani Aqsyam
Diani Aqsyam Mohon Tunggu... Lainnya - Aktivis Dakwah Pemuda

Bergembiralah dalam dakwah

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Bogor Perlu Mitigasi Bencana

8 April 2024   07:36 Diperbarui: 8 April 2024   23:17 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor mencatat setidaknya ada 83 bencana terjadi di Kota Bogor sejak awal Maret 2024. Mulai dari banjir, tanah longsor, pohon tumbang, dll. Sebanyak 3 orang dilaporkan meninggal dunia, 10 luka dan 504 orang lainnya terdampak bencana.

Dengan melihat rekam jejak bencana di Bogor, sudah seharusnya pemerintah meningkatkan program mitigasi bencana. Aspek ini sering diabaikan oleh pemerintah, hingga akhirnya berdampak massal pada saat bencana terjadi. Memang bukan pemerintah saja yang harus terlibat, rakyat pun memiliki peranan penting. Kendati demikian, tetap saja pemerintahlah yang memiliki tugas utama membuat berbagai kebijakan yang dapat membuat masyarakat sadar terhadap mitigasi bencana.

Dalam setiap zaman, krisis dan bencana nyaris tak terelakkan. Sudah seharusnya pemerintah melakukan berbagai upaya, baik itu preventif maupun kuratif. Pertama, kebijakan preventif yang harus dilakukan sebelum terjadinya musibah. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mencegah terjadinya musibah itu sendiri. Hal ini bisa ditempuh diantaranya dengan melakukan pemetaan wilayah rawan bencana, prakiraan kondisi cuaca, potensi panas serta hujan, termasuk dampak dan pemanfaatan keduanya. Melakukan rekayasa dan solusi yang dibutuhkan  jika menghadapi kondisi ekstrim. Memberikan aturan yang jelas dan tegas kepada pihak-pihak yang hendak melakukan pembangunan. Dan yang tak kalah penting adalah melakukan edukasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat tahu mana aktivitas yang do dan don't.

Kebijakan preventif harus disertai dengan pembenahan manajemen dan kebijakan pemerintah, menggunakan iptek mutakhir serta dengan memberdayakan para ahli dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan.

Sementara untuk kebijakan kuratif, pemerintah harus menangani korban bencana dengan bertindak cepat, melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Pemerintah juga harus segera mendistribusikan logistik bantuan yang layak agar korban tidak kekurangan dan menderita. Jangan sampai birokrasi yang berbelit-belit menjadi halangan yang memperlambat. Selain itu, harus ada upaya melakukan mental recovery, dengan melibatkan tokoh agama, karena bencana adalah bagian taqdir Allah, sehingga butuh penguatan agama agar mempermudah proses recovery.

Aksi mitigasi pemerintah terkadang termutilasi oleh kepentingan para kapitalis. Contohnya, pembangunan sejumlah tempat bisnis maupun kawasan perumahan yang tidak memperhatikan dampak ekologisnya, hingga akhirnya terjadi banjir yang bukan hanya terjadi di kawasan pembangunan saja, tapi juga mengenai pemukiman penduduk lainnya. Jikapun dampaknya sudah diprediksi, namun kadang tetap lanjut dikerjakan karena ada cuan yang dituju. Pemerintah harus tegas terhadap mereka yang melanggar, agar Bogor tidak melulu langganan bencana.

Selain dua kebijakan diatas, ada hal lain yang juga harus dilakukan, yaitu pertimbangan ideologis. Masalah terjadinya bencana alam, bukan hanya masalah teknis tetapi juga merupakan masalah sistemis ideologis. Sebab masalahnya juga menyangkut aktivitas masyarakat yang tak bisa lepas dari pengaruh sistem yang tengah diterapkan, seperti tata ruang yang tidak dipatuhi, kemiskinan yang mendorong dan memaksa orang menempati bantaran sungai, pola hidup konsumtif yang memicu besarnya produksi sampah, keserakahan yang membuat daerah hulu digunduli, daerah resapan ditanami gedung atau mall demi pendapatan daerah dan memuaskan nafsu kapitalis, sistem anggaran yang tidak adaptable untuk atasi bencana, pejabat yang tidak kompeten atau lalai dalam mengadakan sera mengawasi infrastruktur, dsb. Semuanya itu saling terkait dan berhulu pada paham politik kapitalisme, ide mendasar bahwa semua itu diserahkan kepada mekanisme pasar dan proses demokratis, dan ideologi sekuler kapitalisme.  Jangan sampai asas manfaat dijadikan acuan untuk membangun kota.

Sudah selayaknya bencana-bencana yang terjadi menjadi muhasabah bagi masyarakat secara umum, dan warga Bogor secara khusus. Bisa jadi dalam fasad (kerusakan) yang terjadi, ada andil kemaksiatan yang kita lakukan. Ulah tangan manusia yang justru paling banyak mengundang bencana. Umar Bin Khatab ra, pernah berpesan kepada rakyatnya "Sesungguhnya bencana disebabkan banyaknya perzinaan dan kemarau panjang disebabkan para hakim yang buruk dan para pemimpin yang zalim. Carilah ridho Tuhan kalian dan bertobatlah serta berbuatlah kebaikan!"

Perbaikan dan taubat harus dilakukan, namun tidak cukup pada tingkat individu dan kelompok, tetapi juga pada tingkat masyarakat dan negara. Perubahan sistem pun menjadi sebuah keharusan, karena terbukti sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan menjadi biang kerok permasalahan dan bencana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun