UU SP3K merupakan perundang-undangan yang dibuat pemerintah berkaitan dengan sistem penyuluhan pertanian, perikanan, dan kehutanan. Berdasar bagian “..menimbang, diharapkan penyuluhan sebagai upaya mencerdaskan bangsa, mengentaskan kemiskinan, dan memiliki daya saing tinggi”, hal tersebut merupakan fungsi krusial dari adanya penyuluhan bagi masyarakat, terlebih petani dan pihak terkait. Akan tetapi, tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa rupanya kurang “menyentuh” dari permasalahan masyarakat tentang pola pikir dan tindakan. Orang yang cerdas belum tentu miliki budaya luhur berkenaan dengan pola pikir dan tindakan, semisal proses buang sampah.
Banyak orang cerdas dan berpendidikan menyetahui peranan dan pentingnya membuang sampah pada tempatnya namun tidak menjalankannya sebagai mana seharusnya. Hal ini perlu diubah dengan menerapkan peraturan tentang tujuan dan fungsi penyuluhan untuk upaya yang tidak hanya mencerdaskan namun juga mendidik dan membentuk karakter berwawasan lingkungan dan kepedulian.
Di lain pihak, adanya penyuluhan diharakan dapat mengentaskan kemiskinan yang kemudian dapat membentuk masyarakat yang memiliki daya saing tinggi. Upaya pengentasan ini seharusnya lebih didasarkan pada pemenuhan kecukupan kebutuhan. Kecukupan kebutuhan diartikan sebaga batas minimal dimana seseorang atau kelompok dapat memenuhi hajat hidupnya dengan tujuan mencapai kesejahteraan. Kemiskinan bagi kami diartikan sebagai kekurangan, tidak hanya terkait nominal uang yang sedikit karena setiap individu memiliki kecukupan yang berbeda walaupun secara kesejahteraan maupun kekayaan individu tersebut dapat dikatakan kaya.
Kebutuhan masyarakat berdaya saing tinggi sangat diperlukan untuk menciptakan kesejahteraan bagi berbagai lapisan masyarakat. Penciptaan pola pikir yang berkualitas dengan diadakan pemahaman diri berdasarkan kompetensi dan keahlian yang dimiliki dapat menjadi alternatif menciptakan generasi yang berdaya saing tinggi. Dengan memiliki kesadaran tersebut, individu akan menyadari dan lebih terkonsentrasi membangun sesuatu yang merupakan keahlian ataupun kesenangan, tidak hanya terpusat pada apa yang popularitas ataupun kesempatan yang “sekiranya” bagi masyarakat lebih menjanjikan untuk didalami.
Pelaksanaan usaha PPK (pertanian, perikanan, dan kehutanan serta usaha agrokompleks yang lain) harus didasarkan pada pelestarian lingkungan. Hal ini terkait fungsi keberlangsungan lingkungan yang menjadi “rumah” bagi proses produksi usaha agrokompleks. Pelestarian lingkungan dimaksudkan dengan upaya menjaga ekosistem alam agar seminimal mungkin mengalami pergerseran akibat tindakan yang dilakuan, misalnya pada alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian ataupun lahan pertanian menjadi usaha industri. Adanya perundang-undangan serta pelaksanaan yang tegas dan bertanggung jawab dari berbagai pihak diharapkan untuk mengantisipasi tidak terlaksanakan usaha agrokompleks yang tidak berwawasan lingkungan.
Usaha agrokompleks perlu peningkatan dalam aspek pengolahan pasca panen. Kebanyakan negara berkembang, termasuk Indonesia, memanen hasil usaha berhenti pada bagian pemanenan mentah. Kegiatan seperti itu tentu hanya akan mendapat upah balik sedikit, berbeda dengan negara maju yang akan mengolah hasil mentah sendiri ataupun pihak lain yang kemudian dijual ataupun diekspor dengan harga tinggi. Pemahaman untuk meningkatkan usaha pasca panen dilakukan dengan diadakannya pelatihan dan penyuluhan terkait peningkatan pasca panen off-farm serta fasilitasi sarpras dari berbagai pihak untuk mendukung usaha, terlebih untuk usaha baru atau menengah kebawah.
Penyuluhan sebagai salah satu tonggak memajukan kesejahteraan masyarakat, terlebih di kalangan petani dan pelaku agrokompleks, harus dapat memberikan inisiatif bagi keberlangsungan proses usaha agrokompleks. Berdasarkan hal itu, terntu saja kebijakan dan strategi penyuluhan yang dibuat propinsi harus dibantu komisi penyuluhan propinsi. Akan tetapi, akan lebih baik jika dalam pembuatan strategi dan kebijakan juga melibatkan perwakilan dari setiap daerah (misalnya kabupaten, kota, maupun kecamatan) agar informasi yang berasal dari daerah kecil dapat didengar dan diproses lebih lanjut untuk dapat diterapkan dan akhirnya mensejahterakan daerah terkait.
Program penyuluhan harus dapat menyentuh sasaran melalui berbagai aspek, tidak hanya mengandalkan pendekatan partisipatif. Pendekatan partisipatif merupakan pendekatan yang dilakukan karena adanya minat dan ketertarikan sasaran terhadap materi yang akan diterapkan. Penyuluhan perlu melakukan pendekatan interpersonal yang didasarkan nilai dan budaya setempat.
Hal ini penting dilakukan mengingat ada beberapa daerah ataupun masyarakat yang masih memegang erat nilai dan norma daerah yang berkaitan dengan kepercayaaan lokal, misalnya pembatasan komunikasi dengan pihak luar. Pendekatan interpersonal melalui tiap individu ataupun seeorang yang lebih mengenal dan berpengaruh akan lebih efektif untuk menyampaikan informasi penyuluhan. Program penyuluhan harusnya juga dapat sefleksibel mungkin, tidak hanya terdikte pada strategi dan kebijakan pusat. Hal ini dikarenakan penyuluh teknis lebih mengetahui keadaan masyarakat daripada penyuluh fungsional yang bekerja di kantor.
Pelaksanaan penyuluhan dapat dimodifikasi dan disesuaikan dengan keadaan daerah sasaran penyuluhan yang dapat diusulkan kepada pihak pembentuk perundang-undangan ataupun penanggung jawab program apabila program tersebut layak untuk diterapkan dalam rangka mendukung penyuluhan yang efektif dan efisien dengan persetujuan pihak pusat yang ditempatkan di daerah tersebut. Hal ini dapat mengurangi banyaknya waktu dan kendala apabila keputusan harus diajukan kepada pihak atas yang kedudukannya tidak berada di daerah kecil.
Dian "Rahardian"