Mohon tunggu...
Dian Halle Wallahe
Dian Halle Wallahe Mohon Tunggu... -

belajar menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hati Seluas Ranu Kumbolo

15 Oktober 2014   16:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:56 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu malam di Ranu Kumbolo, sekitar pukul 22.00 malam, dari dalam tenda kulihat bayangan temanku di luar. Sementara di dalam tenda kulihat 2 temanku telah tertidur pulas. Tubuhnya melungker tertutup selimut. Hawa danau Ranu Kumbolo di ketinggian 2.390 meter dari permukaan laut ini memang dingin. Apalagi kalau pas musim kemarau, brrr.... dinginnya bisa luar biasa super.

Dari dalam kulihat temanku yang diluar tampaknya tahan dingin. Dia duduk bersila seorang diri diatas tikar kecil dekat api unggun yg sejak sore sudah menyala. Dia terus memandangi api yang menjilat-jilat kayu bakar.

Kuambil sebungkus rokok dalam tasku, lalu aku keluar tenda dan duduk dekat api unggun bersama wawan, temanku.

''iki lho jeh rokok, ojok nglamun ae, kesambet danyange gunung kapok koen'' kataku.
''wis onok yan'', jawabnya singkat.
''lapo gak turu? Gak kademen ta?'' tanyaku.
''sumpek aku yan, mangkane aku melok munggah semeru. Timbangane nang omah tambah stres aku''. Jawab wawan sambil menambah kayu di atas api.

Dia bercerita sedang ada masalah di keluarganya. Soal warisan. Rumah yg ditempatinya bersama adiknya yg masih duduk dibangku kelas 2 SMK akan dijual. Kakaknya yang ngebet ingin segera menjualnya dan membagi warisan orang tuanya itu. Dan keinginan kakaknya itu sudah tak bisa dibendung lagi.

Rupanya masalah ini yg telah membuat wawan termenung memandangi api unggun. Dia tak menghiraukan dinginnya ranu kumbolo malam itu.

Aku bangkit dari duduk dan mengambil sebotol vodka dari dalam tenda. Kutuang botol vodka gepeng yang isinya tinggal separoh itu ke dalam gelas plastik.

''iki lho wan coba ombe'en'' kusodorkan gelas plastik yg telah kuisi setengahnya dengan vodka ke wawan.
''wis..wis..yan, iku gak marekno masalah, mari ngombe sampek mendem...yo pancet ae masalahku gak ilang'' wawan menolak minum vodka.

''iki lho, wis talah ombe'en thitik ae'' kembali kusodorkan gelas plastik berisi vodka pada wawan, kali ini aku agak sedikit memaksa.
''temen lho yo thitik ae, aku leren soale yan, gak ngombe maneh'' jawabnya sambil menerima gelas plastik berisi vodka. Wawan meminumnya sedikit sesuai permintaanku.
''yo'opo rasane?'' tanyaku.
''yo ngunu iku yan, pait...!!!''jawab wawan dan menyerahkan lagi gelas plastik yang masih tersisa seperempat vodka.
''mreneo melok aku'' kuajak wawan ke tepi danau ranu kumbolo yang tak jauh dari tenda kami. Dingin semakin terasa karena kami menjauh dari api unggun.

Kami berdua berdiri di atas batu besar di tepi danau. Lalu, kusiramkan gelas plastik yang berisi vodka itu ke air danau ranu kumbolo yang malam itu terlihat tenang.

''lho lapo mbok guwak yan...?'' wawan terkejut.
''ga popo'' jawabku singkat.
Setelah itu aku jongkok menghadap danau. Dan kuajak wawan jongkok juga.
''saiki ngombeo banyu danau iki nggawe tanganmu'' pintaku pada wawan.
iapun menjulurkan kedua telapak tangannya ke danau dan mengais air danau lalu meminumnya.

''yo'opo rasane'' tanyaku.
''rasane yo koyok banyu es, seger... koen iki aneh - aneh ae yan, ayo mbalek ae nang tendo. Adem iki lho..!!!'' jawab wawan tersenyum.
''huahahahaha....'' kamipun tertawa bersama memecah sunyinya malam di ranu kumbolo. Kamipun segera kembali ke tenda untuk menghangatkan tubuh dekat api unggun.

''jangkrik, koen ngerjai aku yo...'' tanya wawan dengan pukulan ringan ke lenganku.
''gak jeh, temen....'' jawabku serius.
''lha terus laopo koen ngongkon aku ngombe banyu danau iku....'' tanya wawan ketus.
''ngene lho, awakmu lak wis ngrasano banyu danau ranu kumbolo kan mau? Jaremu seger koyok banyu es, iyo kan?''
''iyo jelas seger yan, wong banyu gunung'' jawab wawan.
''gak kroso vodka'e? banyu danau iku mau tak campuri vodka lho wan, mosok gak kroso vodka'e...?'' tanyaku.
''yo gak kroso yan...'' jawabnya singkat.

''lha yo iku wan, atimu kudu ombo koyok ranu kumbolo iki, ojok ciut koyok gelas plastik iki. Pahit'e vodka pas nduk gelas kan kroso nemen. Iyo gak...?'',
wawan mengangguk.
''lha pas vodka'e tak campur karo banyune ranu kumbolo, jaremu seger, koyok banyu es. Vodka'e gak kroso kan? Vodka iku ibarate koyok masalahmu, trus gelas plastik iki karo ranu kumbolo iku atimu. Lak atimu sak gelas plastik iki yo kroso masio onok masalah thitik. Coba lak atimu ombo, sak ombone ranu kumbolo iku, masalahmu gak kiro kroso pait koyok vodka....iyo gak...he...he...'' kataku pada wawan untuk sekedar menghiburnya.
wawan hanya mengangguk - anggukkan kepalanya, tanda dia paham apa yang aku ucapkan.

''wis ta... Ayo ados wani gak....'' aku menantang wawan mandi di ranu kumbolo yg malam itu airnya sedingin air kulkas.
''gendeng koen yan....'' jawab wawan.

''huahaha...hahaha...''
kami berdua tertawa lepas sehingga membangunkan dua temanku yg tadi tertidur pulas di dalam tenda berjuang melawan dinginnya kabut ranu kumbolo.

Jadi, jangan melihat masalah itu dari besar atau kecilnya, tapi lihatlah seberapa besar hati kita menampung dan mengurai masalah itu. Dan kebesaran hati adalah kekayaan sejati.

Salam seluas Ranu Kumbolo
dian halle wallahe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun