Segitiga restitusi sebagai upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam membangun budaya positif di sekolah. Proses ini membutuhkan keterlibatan semua pemangku kepentingan di sekolah. Proses penyelesaian masalah dengan 3 cara yaitu; menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan. Perilaku yang salah dikaitkan dengan nilai-nilai/keyakinan yang telah disepakati, kesediaan orang yang melakukan kesalahan untuk memperbaiki, pemecahan masalah relevan dengan masalah yang ada, perlu usaha perbaikan dari pihak yang berbuat kesalahan, berikan waktu kepada pihak yang berbuat kesalahan untuk memperbaiki masalah.
1. Restitusi sebagai salah satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah. Setelah mengikuti pelatihan ini guru mampu menerapkan restitusi dalam membimbing murid berdisiplin positif agar menjadi murid merdeka. Guru menganalisis sikap reflektif dan kritis terhadap penerapan disiplin positif di lingkungannya.
2. Segitiga Restitusi adalah proses dialog yang dijalankan guru/orangtua agar menghasilkan murid yang percaya diri, mandiri, dan bertanggung jawab. Penerapan segitiga restitusi dalam pembelajaran yang berpihak pada murid, guru berada pada posisi manajer, mengembangkan motivasi intrinsik murid melaui penanaman nilai-nilai kebajikan menjadi kebiasaan positif dan berkarakter lalu menjadi budaya positif. Langkah-langkah pada segitiga restitusi: 1) Menstabilkan identitas; berprinsip membuat kesalahan adalah bagian dari proses pembelajaran. 2) Validasi tindakan yang salah; berprinsip setiap perilaku berupaya memenuhi kebutuhan dasar tertentu. 3) Menanyakan keyakinan; Perilaku yang telah di validasi dan mengaitkan keyakinannya dengan tindakan yang salah.
3. Restitusi tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah sikap yang baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami alasannya, dan paham bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah pelanggaran aturan seringkali memenuhi kebutuhan anak akan penguasaan/power walaupun bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan akan kasih sayang dan rasa diterima/love and belonging. Kalau kita tolak anak yang sedang berbuat salah, dia akan tetap menjadi bagian dari masalah, namun bila kita memahami alasannya melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami.
Hal yang menarik di luar dugaan saya yaitu disiplin berarti belajar memotivasi diri dari dalam, bukan berupa tata tertib atau aturan. Teori motivasi dan kebutuhan dasar manusia sebagai acuan guru atas perilaku murid. Keyakinan kelas perlu dibuat untuk mengganti tata tertib kelas. Keyakinan kelas berasal dari keinginan bersama tim. Penghargaan dan hukuman dapat menurunkan kualitas dan kreativitas murid, harus diganti dengan restitusi yang berpihak pada murid.
Perubahan pada diri saya, untuk membentuk budaya positif di kelas maupun sekolah bentuk peraturan sekolah diubah menjadi keyakinan sekolah. Sistem stimulus respon perlu diganti menjadi sistem kontrol pemantau dan manager. Perubahan kontrol penghargaan dan hukuman menjadi restitusi akan mengakselerasi terciptanya budaya disiplin positif.
Sebelum mempelajari modul 1.4, saya sering memberikan penghargaan pada murid yang melakukan perilaku terpuji, berprestasi dan hukuman bagi murid yang melanggar tata tertib sekolah. Berpedoman pada pemahaman modul 1.4, saya dapat menemukan jalan keluar bersama murid yang nyaman dan menyenangkan murid. Sehingga nilai-nilai keyakinan disiplin bertahan lama. Perasaan saya setelah melakukan segitiga restitusi adalah merasa senang dan memotivasi diri untuk lebih optimal dalam melayani murid.
Upaya pengimbisan nilai-nilai tersebut membutuhkan dukungan dan kolaborasi tim pemangku Pendidikan sekolah (kepala sekolah, guru, tendik, orang tua, murid, tokoh masyarakat dan lingkungan belajar murid). Hal yang perlu dibiasakan adalah keterampilan guru dalam menerapkan posisi pemantau-manager, melakukan restitusi dan membuat keyakinan sekolah.
Sebelum mempelajari modul ini, saya sering berada pada posisi teman dan merasa brsalah. Saat ini saya berupaya pada posisi pemantau dan manager selama mendampingi murid belajar. Kebahagian saya rasakan saat mendampingi murid mau mengakui kesalahan tanpa rasa takut dan termotivasi dari dalam untuk memperbaiki kesalahan mereka.
Disiplin positif dijalankan dalam mewujudkan visi guru yang berpihak pada murid, menggerakkan dan menumbuhkan nilai-nilai kebajikan budaya bangsa yakni nilai profil pelajar Pancasila. Visi tersebut memberikan gambaran yang jelas dalam menentukan langkah-langkah positif. Nilai guru penggerak yang mandiri, reflektif, kolaboratif, berpihak pada murid, inovatif dan peran guru penggerak sebagai pemimpin pembelajaran, coach guru lain, kolaborasi dijalankan stimultan untuk mengimbaskan budaya disiplin positif pada komunitas sekolah dan menginisiasi perubahan sekolah.
Pada akhir pembelajaran modul 1.4 ini, saya akan melaksanakan kegiatan aksi nyata dalam upaya pengimbasan pada rekan sejawat sebagai langkah awal mewujudkan pembelajaran yang menghamba pada murid melalui internalisasi budaya disiplin positif dengan pendekatan restitusi yang mampu mengakselerasi terwujudnya visi sekolah.