.."Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkah kayu dan batu jadi tanaman"..
Begitulah sepenggal lirik lagu Kolam Susu yang sedikit banyak menggambarkan kekayaan Indonesia. Tanah yang begitu subur memberikan penghidupan untuk rakyatnya. Sampai-sampai tongkat kayu dan batu pun jadi tanaman. Negara yang sempat menyandang gelar sebagai zamrud khatulistiwa. Maka sudah seharusnya negara ini berdaya.
Namun, bagaimana kenyataanya?
Mari lihat fakta-fakta yang terjadi. Total impor Indonesia sepanjang 2018 sebesar US$ 188,63 miliar atau tumbuh 20,15% jika dibandingkan dengan total impor pada 2017 yang sebesar US$ 156,99 miliar.
Bahkan kebutuhan-kebutuhan pokok seperti beras, jagung, kedelai, gula pasir, gula tebu, daging sapi, daging ayam, bahkan garam kita masih impor dari negara lain.
Lebih lanjut pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sampai dengan 31 Maret 2019 mencatatkan defisit Rp 101,96 triliun atau 0,63 persen terhadap PDB. Angka tersebut naik 18 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu, yakni Rp 85 triliun atau 0,58 persen terhadap PDB.
Dengan kekayaan alam yang begitu besar, maka harusnya Indonesia memiliki angka impor yang kecil atau hanya beberapa komoditas saja yang impor dari negara lain. Pertanyaannya kemudia adalah, kemanakah larinya kekayaan sumber daya alam Indonesia yang kaya raya ini?
Seperti yang kita ketahui bahwa sepanjang 2018 total asset BUMN saja mencapai kurang lebih Rp. 8000 Trilyun. Dengan total aset yang demikian, jelas lah bahwa Kementerian BUMN adalah kementerian dengan total aset paling besar, sekaligus menjadikan posisi puncak di kementerian ini sebagai kursi yang punya kuasa.
Rini Soemarno pun sering disebut-sebut sebagai menteri paling sakti karena dengan berbagai macam kebijakannya yang kontroversial, dia tetap aman menjadi pucuk pimpinan di Kementerian BUMN.
Beberapa kali benturan dengan berbagai pihak seperti Menteri Koordinator Bidang (Menko) Kemaritiman 2015, Rizal Ramli, PLN, Pertamina Geothermal Energy (PGE), bahkan dengan kementerian lain, misalnya Kementerian ESDM yang saat itu dijabat oeh Soedirman Said, dan Kementerian Perhubungan yang saat itu dikomandoi oleh Ignasius Jonan.
Luhut apa kabar? Bisa dikatakan luhut adalah menteri segala bidang atau menteri segala urusan. Bahkan sampai ada istilah, "Ada Luhut urusan kelar" .