Hari itu aku membuka instagram dan melihat request follower. Biasanya aku seleksi dengan melihat posting akun tersebut. Aku kemudian menerima permintaan menjadi follower sebuah akun yang bertuliskan Bahasa Korea.Â
Fitur translate kupakai saja, berhubung aku tak pernah sedikitpun mengerti satu huruf pun, meskipun tak jarang menamatkan drakor. Dia menulis bio sebagai enterprenuer, traveller, dan filantropi entah apa maksudnya. Keliling dunia sambil berbisnis dan beramal mungkin.
Tak ada caption menarik pada postingnya. Dia bukan tipe orang yang menulis kejadian tentang foto, sangat bertolak belakang denganku. Minimal di setiap foto ada selintas isi pikiranku, bisa saja apa yang kualami atau peristiwa apa yang ingin kuabadikan ingatannya dalam caption foto. Dia hanya memposting kurang dari 10 posting, beberapa swafoto dengan gaya sedang di cafe, di depan cermin dengan I-phonenya, di taman. Biasanya aku tak tertarik dengan akun seperti ini, ya kuakui dia tampan.Â
Suatu hari ia menyapa, Hello beautifull. It's nice to meet you. Dia memperkenalkan diri sebagai Daniel, warga Korea Selatan tinggal di Perancis. Bekerja sebagai pengusaha. Kutanya lebih detil, dia jawab jual beli perhiasan atau permata. Wah, seperti tidak asing percakapan ini, kataku dalam hati.Â
Aku pun memperkenalkan diri dengan namaku Dian, asal Indonesia. Tentu apalagi pertanyaan yang diajukan selain status pernikahan. I am single, kataku. Dia tanya pekerjaan, kujawab pengajar. Ooh Good, sahutnya. Bolehkah kita saling mengenal satu sama lain?, lanjutnya . Kubertanya, kamu mau apa dari percakapan kita? Mungkin cinta? Wah, secepat itu. Haha. Kuikuti saja arah percakapan ini.Â
Aku ingin tahu sebenarnya apa ya percakapan yang bisa kami obrolkan. Eh, tahu-tahu dia bertanya, pernahkah kamu menerima kiriman dari luar negeri? Hm.. mencurigakan dan sangat terbaca.Â
Aku tolak dengan beralasan, jangan. Aku gak punya uang untuk membayar pajak masuk. Oh, kamu tak perlu memikirkan itu. Ini hanya membuktikan cintaku padamu. Wow, apakah ini artinya aku akan mendapat kiriman hadiah tanpa bea masuk?
Kegiatan membuka instagram seperti menunggu DM darinya. Rasanya seperti dahulu ketika era cinta dunia maya saling berbalas pesan melalui email. Sekadar pertanyaan sedang apa, sudah makan siang? Yah basi juga ya. Setahuku orang Korea tidak terlalu basa basi seperti ini pada pacarnya. Ah, mungkin dia memang perhatian. Dia terus mendesak meminta alamat rumah, nama lengkap dan nomor WA. Wah apalagi ini? Dia bilang digunakan untuk mengirim barang pemberiannya.Â
Sejak awal, ketika dia bilang ingin saling mengenal namun pembicaraan tak pernah mengarah pada seberapa dia antusias untuk kita mengenal karakter satu sama lain.Â
Padahal persoalan budaya, standar kecantikan wanita Korea yang tidak mungkin kupenuhi, belum lagi pekerjaan, sepertinya tak ada jalan untuk obrolan ke sana jika dia memang serius ingin mengenalku. Bahkan dia tidak bertanya aku mengajar apa? Dari awal hanya berfokus pada satu hal, dia ingin mengirim barang dan aku harus menerimanya.
Aku bukannya diam dan percaya saja. Aku mencari berita-berita tentang scammer, mencari namanya dalam daftar scammer yang dilaporkan, mencari tahu bagaimana prosedur menerima paket dari luar negeri, berapa besar bea masuknya, ke mana harus membayar, dan bagaimana mengambil kiriman paket dari luar negeri.Â