Mohon tunggu...
Dian Eka Setyaningtyas
Dian Eka Setyaningtyas Mohon Tunggu... -

dian itu senthir..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pulang

16 Januari 2011   02:54 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:32 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12951462271830640868

Ibu, tiba tiba aku ingin pulang. Tidur dipangkuan ibu, di bawah kehangatan selimut tebal, dengan belaian tanganmu di rambutku. Aku ingin menangis, bercerita panjang kepadamu seperti anak-anak perempuan lain yang bercerita pada ibunya. Bila aku melakukannya mungkin ibu akan berpikir "Mengapa kamu menangis, Din? Dimana Din yang hati dan kepalanya sekeras batu? Yang jarang menangis karna selalu ingin tampak sempurna di hadapan ibunya? Apa yang membuatmu sedih kali ini? Bukankah kamu sudah mengalami hal yang sangat menyakitkan sebelum ini? Masihkah ada hal lain yang lebih membuatmu sedih selain itu? Atau jangan-jangan ada yang mengalahkan makian ibu, hal terhebat yang membuatmu menggondok sepanjang hari?". Ayah, kapan ayah pulang ke rumah? Rumah sudah sangat sepi, belukar sudah sangat meninggi. Terkadang ibu menemukan ular di halaman rumah yang membuatnya takut. Apakah ayah tidak khawatir? Yah, banyak sekali kata yang ingin kubagikan pada ayah. Sangat banyak sehingga tak cukup nominal pulsaku untuk menanggungnya. Ibu, aku ingin bersama ibu sepanjang siang setelah ibu mengajar. Mencabut uban ibu meski sambil menggerutu "Mengapa ibu mengingkari proses penuaan?". Tak lupa kuhitung selalu uban yang berhasil kucabut, sebagai barang bukti bila ibu tidak puas. Ayah, apa ayah tak rindu padaku? Aku yang setiap pagi selalu kaubangunkan dengan cara yang sedikit ekstra,diseret dari tempat tidur. Omelet buatan ayah rasanya tiada duanya di dunia ini.Euummm.. Oishi! Aku ingin membantumu memasak, walaupun hanya memotong sayur atau menggoreng tempe dengan jarak antara aku dan penggorengan terlalu berlebihan, seakan-akan aku ketakutan kalau kompor akan meledak. Sekali-sekali aku ingin ikut ke kebun kopi kita di musim semi, menghirup aroma bunga kopi pagi hari yang sungguh eksotis. Ibu, aku ingin sekali membawakan ibu setumpuk serial Kho Ping Hoo. Aku yakin ibu lebih senang membacanya, daripada membaca buku ramalan mimpi atau primbon yang sering dibolak-balik sampai halamannya lecek itu. Kapan kita jalan-jalan lagi? Menikmati es krim Sundae strawberry kesukaan ibu, dan aku akan membeli es krim rasa terbaru yang membuat ibu iri dan ingin mencicipi. Ayah, pasti ayah sudah bosan dengan buku sejarah dan geografi masa SMAku. Aku ingin menunjukkan peta edisi terbaru pada ayah, atau ensiklopedi seri yang lain dari yang kita punya. Malam ini juga ada debat partai politik, kemudian ada pertandingan sepakbola di televisi yang bisa kita komentari habis-habisan dengan gemas. Ibu, ayah, kapan kita bisa berkumpul lagi sekeluarga? Bercengkerama sambil menunggu Mbak Ra menelepon dari pulau seberang sana, atau mengolok Na yang lebih suka menghabiskan pulsanya daripada mengerjakan PRnya dengan beres. Mungkin bulan depan, saat aku menandai berakhirnya masa kuliahku. Namun kemudian ayah akan pergi lagi, Mbak Ra kembali merantau, Na menuju sekolahnya yang baru, ibu yang sendiri di rumah, dan tentu saja aku di tempat asing berjuang untuk mencari penghidupan yang baru. Lalu kapan lagi? Apa mungkin waktu lebaran? Atau saat kalian berdua merayakan Natal? Aku ingin ada ayah dan ibu di rumah jika aku pulang. Sehingga dengan semangat aku akan menuju rumah karna tak lagi sepi. Sehingga waktu libur tak ada lagi temanku yang bertanya "Rumahmu kan dekat, mengapa kamu tidak pulang?". Mungkin tak ada lagi rapor yang bisa kupamerkan, atau daftar nilai yang biasa dikomentari dengan wajah cemberut. Namun rumah adalah tempatku mendapatkan kembali semua ketenangan. Ibu, ayah, aku rindu. Aku tahu,meski di tempat yang berbeda, kalian sedang berharap-harap cemas menunggu aku mengirimkan kabar gembira pabila aku nanti diterima kerja. Ibu, ayah, aku sayang kalian. Anak kalian di sini sekarang sedang merasa tidak baik-baik saja. Tapi aku ingin selalu tetap tersenyum, agar kalian tidak khawatir. Meski hatiku tak sekuat baja, meski kadang tangisku tetap tak bisa kubendung, meski ketakutanku agak berlebihan. Aku akan tetap seperti Din yang biasanya, yang selalu ingin tampak sempurna di hadapan kalian. Reposting tulisan lama Malang, 04042009

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun