Mohon tunggu...
Dianda Destin
Dianda Destin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Padjadjaran

Mahasiswa Statistika yang memiliki minat pada bidang Analisis Data

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Pekerja Informal: Penyelamat atau Perangkap?

8 September 2024   18:21 Diperbarui: 1 November 2024   00:11 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Ojek online sebagai salah satu pekerja sektor informal. (dok. GoTo)

Di tengah hiruk-pikuk pertumbuhan ekonomi, jutaan pekerja Indonesia menemukan diri mereka terperosok dalam sektor informal. Bukan sebagai pilihan, melainkan sebagai pintu darurat untuk bertahan hidup. 

Menurut BPS, penduduk bekerja di Indonesia tahun 2023 hampir mencapai 140 juta orang, meningkat sekitar 8,8 juta orang pada periode 2021 s.d. 2023. 

Namun, di balik angka pertumbuhan tersebut tersembunyi ironi: 60,12% di antaranya terjebak di sektor informal, yang kerap diwarnai dengan eksploitasi, upah rendah, dan ketidakpastian.

Sektor informal ini mencakup berbagai kelompok pekerja, termasuk mereka yang berusaha sendiri, dibantu buruh tidak tetap, pekerja bebas yang tidak memiliki ikatan kerja formal, hingga pekerja keluarga yang tak menerima upah.

Sumber Data: Badan Pusat Statistik (BPS)
Sumber Data: Badan Pusat Statistik (BPS)

Grafik menunjukkan bahwa pekerja sektor informal terus meningkat dan mendominasi dari 2012 hingga 2024. Meski sektor formal sempat turun tajam pada 2020 akibat dari pandemi COVID-19, sektor informal tetap stabil, justru menjadi cerminan dari kegagalan struktur ekonomi yang tidak mampu menciptakan lapangan kerja yang layak dan terlindungi. Fenomena ini menguatkan paradoks sektor informal sebagai solusi sementara yang diiringi dengan risiko kesejahteraan jangka panjang.

Degradasi Kelas Menengah dan Upah Rendah Sektor Informal

Pada 2024, menurut data BPS, jumlah kelas menengah di Indonesia menurun drastis dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta. Sementara kelompok kelas menengah rentan (aspiring middle class) justru meningkat dari 128,85 juta menjadi 137,50 juta. Ironisnya, jumlah masyarakat rentan miskin juga membengkak dari 54,97 juta menjadi 67,69 juta orang pada 2024. 

Artinya, sebanyak 9,48 juta orang dari kelas menengah turun ke dua kelas tersebut. Degradasi kelas ini menegaskan bahwa banyak kelas menengah yang terperosok ke dalam ketidakpastian ekonomi, memaksa mereka mereka masuk ke sektor informal sebagai pilian terakhir demi bertahan hidup.

Kesenjangan ini semakin diperparah oleh rendahnya upah di sektor informal, yang tidak sebanding dengan kebutuhan hidup. Menurut data BPS, rata-rata pendapatan bersih pekerja informal di Indonesia pada 2023 hanya Rp1,41 juta hingga Rp2,14 juta per bulan, tergantung sektor usahanya. Angka ini jauh di bawah rata-rata upah minimum provinsi (UMP) Indonesia pada 2023 yang mencapai Rp2,92 juta per bulan menurut Kemnaker. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun