Beberapa minggu lalu, setelah didesak oleh 239 peneliti dari 32 negara akhirnya World Health Organization (WHO) menyatakan secara resmi bahwa COVID-19 menular melalui udara atau disebut juga dengan airborne. Apa sebenarnya airborne? Memang sebelumnya menular melalui apa? Apakah masker kain non medis yang biasa kita pakai sehari-hari ini mampu menangkal atau melindungi kita? Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin muncul di benak kita saat ini.
Dengan dimulainya kembali “Adaptasi Kebiasaan Baru” (yang awalnya “new normal”), kantor-kantor sudah memberlakukan lebih banyak WFO (work from office) dibandingkan dengan WFH (Work from home). Bahkan sekolah pada zona-zona hijau sudah mulai dibuka tanggal 13 Juli 2020.
Tindakan pencegahan seharusnya diterapkan lebih ketat lagi. Tapi, yang terjadi malah sebaliknya. Kewajiban menggunakan masker dan physical distancing banyak yang melanggar. Banyak kita jumpai di jalanan orang tua, muda, dan balita yang tidak menggunakan masker. Kerumunan lebih dari 3 orangpun sudah menjadi hal yang biasa lagi. Padahal dengan ditetapkannya status COVID-19 yang menular lewat udara, perlindungan terhadap diri harus lebih ditingkatkan.
Untuk diketahui, ukuran virus COVID-19 adalah 70 – 90 nm dengan droplet yang berukuran beragam dari nano hingga ukuran mikron meter. Virus ini menular lewat respiratory droplet yang dihasilkan oleh penderita postif COVID-19 melalui bersin atau batuk. Bahkan, melalui percakapan biasa.
Sebuah penelitian dilakukan menggunakan simulasi batuk dengan droplet berukuran besar (100 -1000 µm) dan berukuran kecil (1 - 10 µm). Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kecepatan jatuhnya droplet yang dihasilkan dari batuk seseorang adalah 2 – 7 m/s, dimana droplet yang terlihat dengan mata biasa (500 µm) biasanya langsung jatuh ke tanah dalam jangka waktu 1 detik.
Pada saat batuk, droplet berukuran kecil (~5 µm) jatuh ke tanah setelah 9 detik (asumsi tinggi orang yang batuk adalah ~1,6 m). Droplet virus ini juga bisa bertahan selama ~3 jam dalam ruangan yang berventilasi buruk, bahkan ada penelitian yang berpendapat hingga 16 jam. Sedangkan pada ruangan yang berventilasi baik, droplet bisa hilang dalam waktu 30 detik.
Airborne adalah penularan virus melalui droplet yang berukuran kecil (disebut juga dengan “droplet nuclei”) yaitu <5 µm. Droplet ini bisa bergerak hingga lebih dari 4,5 m dan berada dalam udara lebih lama. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi kita untuk bisa melindungi diri dari penularan virus yang semakin berbahaya ini.
Hal yang menjadi kekhawatiran utama dari virus airborne adalah lamanya virus ini bertahan di udara. Oleh karena itu, penting untuk tetap menjaga sirkulasi udara. Menukar udara dalam ruangan sebanyak 2-3 kali/jam dapat mengurangi kontaminasi virus hingga 90%. Membuka pintu dan jendela dikategorikan dapat menukar udara sebanyak 5 – 17 kali/jam. Jika menggunakan AC, gunakan “extraction mode”, dan hindari resirkulasi udara.
Penggunaan masker dengan selalu menjaga kebersihan tangan, dan tidak menyentuh bagian hidung, mulut dan mata adalah salah satu kebiasaan diri yang harus kita lakukan pada adaptasi kebiasaan baru ini. Masker N-95 dan masker medis (surgical mask) memang memiliki tingkat efisiensi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan masker kain. Namun, berkaca dari kejadian yang lalu, dimana terjadi penimbunan besar-besaran dan panic buying yang dilakukan oleh masyarakat.
Pemerintah menetapkan bahwa masker kain juga efisien untuk mencegah terjadinya penyebaran COVID-19 yang tentu saja dibarengi dengan penerapan physical distancing sejauh 2 m. Tapi dengan ditetapkannya penularan COVID-19 melalui udara, masihkan masker kain efisien untuk mencegah kita tertular virus ini?
Beberapa penelitian mencoba menyelidiki efisiensi dari masker kain non medis. Salah satu dari penelitian tersebut mengevaluasi kinerja masker kain non medis dari berbagai jenis kain seperti katun, sifon, sutra, dan kombinasi keduanya dalam menyaring aerosol berukuran ~10 nm hingga 6 µm dengan menggunakan protokol pengujian NIOSH 42 CFR Part 84 yang biasa digunakan untuk menguji kinerja masker N95 yang meliputi tes penyaringan partikulat.