Di zaman dewasa ini  androidisme merupakan istilah yang pantas diperuntukan  bagi netizen yang berkiblat pada ponsel pintar dan ketergantungan. Wadah yang memberikan beragam informasi dan dapat di akses oleh semua kalangan. Sistem kerja informasi seperti MLM (Multi Level Marketing) berantai dan menyebar.Â
Semakin luas cakupan akan memberikan dampak  lebih besar begitu pula sebaliknya. Jika wadah tersebut diselewengkan contohnya, pengakuan kolompok jaringan Muslim Cyber Army (MCA) yang di wawancarai Mata Najwa (21/3/2018).Â
Menjelaskan adanya MCA palsu menyebarkan berita  bohong dan ujaran kebencian di media sosial.  Kasus lainya, penulis menjumpai akun di  instagram jumlah pengikut cukup besar. Banyak konten yang disebarkan salah satunya gambar dengan tulisan:
 Pemerintah PHP Soal Pembebasan ustadz Abu Bakar Ba'asyir. Jika Anda Bertemu dengan Presiden Anda, Apa yang Mau Anda Sampaikan?Â
Apabila masyarakat tidak menelisik secara dalam bahwa ustadz Abu Bakar Ba'asir tidak tanda tangan ikrar kesetiaan NKRI sebagai syarat kebebasan. Dapat menyebabkan kesalahpahaman terus disuarakan akibatnya ditanggapi ribuan like, share, followers.Â
Diantaranya ikut berkomentar mengumpat, menfitnah, mengungkapkara kekecewaan, dan sebagainya. Dahsyatnya konten yang diciptakan aktor utama berhasil menggiring opini publik mewujudkan kepentinganya. Lantas bagaimana jadinya berita  bohong dan ujaran kebencian terus dipermainkan?
Belajar dari negara suriah, faktor itu juga yang memantik terjadinya konflik berkepanjangan. Menunjukan mudahnya netizen disuluk dengan rasa kebencian. Maka sebagai negara  majemuk, pada dasarnya lebih sensitif apabila menyentuh  sedikit saja batasan, seperti mengadu domba antar agama, suku, budaya dan sebagainya. Hal itu menjadi tantangan besar bagi kita, agar menjadi netizen ulil albab yang memiliki berwawasan luas, Qs.39/ Az-Zumar ayat 18 dijelaskan:
"yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik diantaranya. Merekalah orang-orang yang diberi petunjuk Allah dan merekalah ulil albab (yang mempunyai akal)"
Melihat sifat media sosial yang terbuka, didalamya terdapapat berbagaimacam ekpresi orang lain untuk dihargai, toleransi. Menerima dan menyaring berbagaimacam konten setelah itu diteliti (tabbayun), tidak menjadikan hasil yang diperoleh sebagai akhir akhir dari sebuah kebenaran. Karena meviralkan sesuatu berarti menebarkan virus yang akan diikuti netizen lainya. Sungguh merugi ternyata kita bagian provokator  mempengarui apalagi menimbulkan perpecahan.
 Kita harus menjelaskan persoalan konten secara penuh dengan melihat konteks tujuan, dan menempatkan konteks yang benar. Apabila tidak menelisik secara mendalam hanya melihat satu sisi hingga terseret pada satu pandangan. Bagaimana bisa akal sehat dapat berfungsi maksimal? Memiliki kebebasan ekpresi memang tidak dilarang, asal dapat mengkontrol ketikan jari-jari dengan tanggung jawab. Karena setiap konten akan dibaca banyak orang, bahkan dapat menjadi sumber rujukan secara berkesinambungan. Kita harus memastikan jejak tulisan di dinding postingan, membawa ladang pahala. Menyebarkan pengaruh positif demi saling membangun sesama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H