Mohon tunggu...
Diana Restiani
Diana Restiani Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Praktik Feodalisme Jawa dalam Novel "Gadis Pantai"

8 Mei 2018   09:44 Diperbarui: 8 Mei 2018   10:49 3368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
photo credit: Twicopy (trivia.id)

"Mengerikan bapak, mengerikan kehidupan priyayi...ah tidak, aku tak suka pada priyayi. Gedung-gedungnya yang berdinding batu di neraka. Neraka. Neraka tanpa perasaan." -Pramoedya Ananta Toer-

Gadis pantai lahir dan tumbuh di sebuah kampung nelayan di Jawa Tengah, Kabupaten Rembang. Seorang gadis yang manis. Cukup manis untuk memikat hati seorang pembesar santri setempat, seorang Jawa yang bekerja pada (administrasi) Belanda. Dia diambil menjadi selir pembesar tersebut dan menjadi Mas Nganten: perempuan yang melayani "kebutuhan" seks pembesar sampai kemudian pembesar memutuskan untuk menikah dengan perempuan yang sekelas atau sederajat dengannya. Roman ini menusuk feodalisme Jawa yang tak memiliki adab dan jiwa kemanusiaan.

Feodalisme menurut KBBI adalah sistem sosial atau politik yang memberikan kekuasaan yang besar kepada golongan bangsawan. Novel Gadis Pantai merupakan salah satu novel karya Pramoedya Ananta Toer yang diciptakan saat ia menjadi tahanan di Pulau Buru. Novel ini juga sempat dilarang peredarannya pada rezim Orde Baru. kisah dalam novel ini kental akan kritik sosial yang tajam. Berlatar belakang sejarah kolonial Belanda, novel ini mengangkat tema penindasan akibat kesenjangan kelas sosial yang terjadi masa itu.

Dikisahkan seorang gadis 14 tahun yang disebut Gadis Pantai yang dikawinkan secara paksa oleh Bendoro (seorang pembesar/penguasa) yang tinggal di kota. Selama hidupnya Gadis Pantai tidak pernah mengenal kota, yang ia kenal hanya kehidupan tempat ia tinggal, di Kampung Nelayan dengan bau amisnya yang abadi. Saat itu Gadis Pantai masih terbilang anak-anak dan tidak tahu apa-apa, yang ia tahu bahwa ia dikawinkan oleh sebilah keris. Pada masa itu mengawini  rakyat jelata, Bendoro tidak perlu datang meminta gadis itu kepada orang tuanya, Bendoro hanya perlu mengirim sebilah keris untuk mewakili dirinya.

Setelah menikah dengan Bendoro, Gadis Pantai menyandang gelar Mas Nganten. Istilah ini merupakan istilah bagi perempuan yang melayani kebutuhan seks para priyayi sampai mereka memutuskan untuk menikah dengan perempuan dari golongan yang sederajat. Sang lelaki priyayi masih dapat dikatakan perjaka hingga ia menikah dengan perempuan yang sederajat.

Gadis Pantai selalu mempertanyakan banyak hal dan membandingkan kehidupan orang Kampung Nelayan dengan orang kota. Tak disangka Gadis Pantai merupakan anak yang cerdas, dalam waktu yang singkat ia dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan para priayi yang dibantu oleh pelayan yang diutus Bendoro untuk membantu semua kebutuhannya. Akan tetapi pelayan itu bukan hanya sekedar orang yang melayaninya, akan tetapi juga merupakan sahabat dan teman curhat untuk Gadis Pantai.

Selama menjadi Mas Nganten kehidupan Gadis Pantai sangatlah berubah, aktivitas yang ia jalani sehari-hari juga berbeda yang biasanya ia bisa bermain bebas dengan air laut, pasir pantai, membantu Emak di dapur, bermain dengan teman-teman sederajatnya di Kampung Nelayan. 

Tapi saat ini ruang lingkupnya hanyalah kamarnya,terkadang jalan-jalan di kebun belakang, berbicara dengan sanak kerabat Bendoro yang mengabaikan dirinya, membatik, bercengkrama dengan pembantunya,  bersekolah di pagi hari serta mengaji di malam hari.

Dua Tahun sudah usia perkawinanya dengan Bendoro, pembantu setianya itu masih selalu menemaninya, sering mendongeng dan bercerita banyak hal juga menjawab semua pertanyaan-pertanyaan Gadis Pantai. Sampai suatu hari ada kejadian yang membuat pembantunya diusir dari rumah oleh Bendoro. 

Gadis pantai sangat sedih atas kepergian pembantu setianya itu ia merasa orang sebaik itu harus menanggung nasip seberat ini. Ia ingin sekali mencari tahu keberadaan pembantunya, akan tetapi seisi rumah tidak ada yang tahu dimana pembantunya itu pergi. Menurut Gadis Pantai mereka yang telah keluar dari gedung ini, bila bukan kerabat Bendoro, adalah laksana roh-roh yang tidak punya suatu bekas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun