Tujuan Pembelajaran Khusus:
CGP menyimpulkan dan menjelaskan keterkaitan materi yang diperoleh dan membuat refleksi berdasarkan pemahaman yang dibangun selama modul 2 dalam berbagai media.
- Kesimpulan
Supervisi akademik merupakan kegiatan berkelanjutan yang meningkatkan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yakni pembelajaran yang berpihak pada anak. Supervisi akademik ini dilakukan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan Pasal 12 yaitu:
Pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b diselenggarakan dalam suasana belajar yang:
- interaktif;
- inspiratif;
- menyenangkan;
- menantang;
- memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan
- memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik.
Selain bertujuan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid, supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah sebagaimana tertuang dalam standar tenaga kependidikan pada Standar Nasional Pendidikan pasal 20 ayat 2: Kriteria minimal kompetensi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Untuk dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Dalam hal ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan. Pendekatan dengan paradigma berpikir yang memberdayakan mutlak diperlukan agar pengembangan diri dapat berjalan secara berkelanjutan dan terarah. Salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah coaching sebagaimana Whitmore (2003) ungkapkan bahwa coaching adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya.
Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Dan menurut Whitmore (2003), coaching adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching memberi ruang sekaligus proses kreatif yang timbul saat coaching. Coaching merupakan sarana pemberdayaan potensi dengan tujuan mengantarkan coachee dari kondisi yang dialami sekarang ke kondisi yang lebih baik dimana coachee termaksimalkan potensinya.
Coaching memerlukan kompetensi yang mampu mengeksplorasi dan membangun ide-ide baru yaitu kemampuan untuk mendengarkan secara aktif, fokus dengan solusi serta memfasilitasi pertumbuhan coachee. Untuk bisa mempunyai kemampuan tersebut maka kita harus memiliki paradigma berpikir coaching, yaitu:
- Fokus pada coachee atau rekan yang akan dikembangkan
- Bersikap terbuka dan ingin tahu
- Memiliki kesadaran diri yang kuat
- Mampu melihat peluang baru dan masa depan.
Prinsip coaching dikembangkan dari tiga kata/frasa kunci pada definisi coaching, yaitu "kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi". Dalam berinteraksi dengan rekan sejawat atau siapa saja, kita dapat menggunakan ketiga prinsip coaching tersebut dalam rangka memberdayakan orang yang sedang kita ajak berinteraksi.
Costa dan Garmston (2016) menyampaikan bahwa kita bisa memberdayakan guru melalui coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi, yang interaksinya bergantung kepada tujuan dan hasil yang diharapkan. Namun, posisi awal yang kita ambil adalah posisi sebagai seorang coach, sebelum kita mengetahui tujuan dan hasil yang diharapkan oleh guru yang akan kita berdayakan. Oleh sebab itu, prinsip dan paradigma berpikir coaching ini perlu selalu ada sebelum kita memberdayakan seseorang.
Terdapat 3 kompetensi inti yang penting dipahami, diterapkan, dan dilatih secara terus menerus saat melakukan percakapan coaching kepada teman sejawat di sekolah.