Nama Ghober Hoet itu sendiri berasal dari bahasa Belanda.Â
Dari mesin pencari saya menemukan informasi bahwa Ghober Hoet dahulunya merupakan pondok gunung yang dimiliki oleh Hoogland (Ketua Bandoeng Vooruit) dan Bertling (Administratur Sedep).Â
Pondok itu dahulu dinamakan Hoogbert Hut mengacu kepada singkatan nama Hoogland dan Bertling, entah bagaimana sekarang pelafalan namanya menjadi Ghober Hoet.
Ada area perkemahan di Ghober Hoet. Tempatnya cukup nyaman. Tapi porter mengatakan bahwa kemah kami sudah disiapkan di Pondok Saladah, jadi setelah duduk sebentar di warung kami meneruskan perjalanan.Â
Kami sampai di tempat berkemah sekitar jam 13.30. Tempat lapangnya cukup luas dengan banyak pohon di sana sini. Ada mushola dan deretan kamar mandi di sisi kiri, di sebrang agak ke kanan berdiri beberapa warung dan di belakangnya ada toilet lagi.Â
Wah ini bumi perkemahan yang mewah buat pendaki. Ada mushola dan air mengalir. Tak perlu sholat di tenda atau di rerumputan dan buang air kecil di tenda darurat. Ada banyak warung pula jadi pendaki tidak perlu bawa peralatan masak, cukup bawa uang tunai untuk pesan makanan di warung.
Sudah ada banyak tenda berdiri di sana. Suasana cukup ramai karena weekend. Setelah meletakkan ransel di tenda kami berkeliling. Melewati padang edelweis bunga kesukaan saya, melewati sumber air, sampai di hutan mati.Â
Hutan Mati adalah bekas hutan yang mati akibat letusan gunung Papandayan tahun 2002 (dari beberapa sumber). Awan luar biasa panas menyapu hutan dan meninggalkan batang-batang pohon menghitam yang masih berdiri sampai saat ini. Sebagian tergeletak tak beraturan. Menyisakan pula jalur sungai kering berbatu.