Terus terang saya sedih menonton berita dibukanya kembali kran ekspor pasir laut.Â
Setelah 20 tahun lebih dilarang, pemerintah lewat Peraturan Menteri Perdagangan no. 21 tahun 2024 mengijinkan ekspor pasir laut. Permendag ini menindaklanjuti Peraturan Pemerintah no 26 tahun 2023 mengenai pengelolaan hasil sedimentasi di laut.
Tentunya ijin ekspor tsb punya banyak S&K, syarat dan ketentuan, seperti yang diekspor adalah hasil sedimentasi (hasil pengendapan akibat erosi di suatu tempat) ketika kebutuhan sedimentasi dalam negeri telah terpenuhi, dan eksportirnya harus terdaftar, memiliki Persetujuan Ekspor dan punya Laporan Surveyor. Jenis dan besarnya butiran pasir yang diijinkan dieksporpun dijelaskan dengan lengkap dalam lampiran peraturan.
Peraturan tsb sesuai dengan usulan dari Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Kalau dijalankan dengan benar sesuai permendag, maka yang boleh diambil adalah sedimentasi atau hasil pengendapan material di muara-muara sungai yang mengalir ke laut dengan ukuran dan jenis yang diijinkan. Memang endapan tsb membuat laut jadi dangkal, dan mengganggu ekosistem.Â
Tapi entahlah, mungkin saya terlalu apatis. Yang terbayang adalah munculnya banyak kapal keruk pasir di banyak tempat perairan Indonesia, lalu air laut menjadi keruh karena daya hisap mesin, sinar matahari tidak bisa menembus keruhnya permukaan air, ikan-ikan dan terumbu karang mulai terancam. Ekosistem laut terganggu dan nelayan kehilangan mata pencaharian.
Sungguh bayangan yang tidak menyenangkan.
Sudah waktunya mengganti saluran televisi ke siaran yang lebih menyenangkan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H