"Bersyukur masih punya kerjaan, lihat tuh si X yang udah setahun menganggur"
"Kenapa kamu selalu mengeluh rumahmu jauh, masih banyak lho orang yang gak punya rumah"
Sering kita dengar hal-hal serupa, orang bersyukur setelah membandingkan dirinya dengan orang lain.
Menurut saya kalau mau bersyukur ya bersyukur saja. Tidak perlu menunggu kesusahan orang lain, melihat musibah yang menimpa orang lain, melihat ketidakbahagiaan pihak lain, lalu kita baru bersyukur.
Bersyukur itu perlu dijadikan kebiasaan dan dilakukan setiap saat, karena nikmat yang kita dapatkan dari Allah SWT itu luar biasa banyaknya sepanjang usia kita. Bangun tidur tanpa sendi kaku sudah nikmat luar biasa buat perempuan seusia saya.Â
Bisakah kita berempati secara tulus ketika satu musibah menimpa teman atau saudara kita? Berempati tanpa berpikir, untung bukan aku yang dapat musibah tsb. Memang sulit meniadakan perasaan seperti itu karena seringkali otomatis terbersit di hati kita.
Di usia ini saya masih terus belajar cara bersyukur. Belajar pula untuk mensyukuri segala sesuatu yang datang di setiap hela nafas.Â
Menyimak kajian online kemarin dulu, katanya bila Allah menerima rasa syukur dari hambaNya, maka Dia akan menyederhanakan keinginan dan mencukupkan kebutuhan manusia tsb. Kemudian hamba tsb jadi lebih mudah bahagia.
Alangkah senangnya menjadi manusia yang mudah merasa bahagia. Kemungkinan besar dia juga akan memiliki hati yang bersih dan bebas dari prasangka dan iri hati.Â
Yuk bersyukur supaya kita menjadi bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H