Sistem ekonomi liberal, juga dikenal sebagai kapitalisme pasar bebas, adalah kerangka ekonomi yang berfokus pada kebebasan individu, persaingan pasar, dan minimnya campur tangan pemerintah dalam aktivitas ekonomi. Dalam esensinya, ekonomi liberal adalah sistem di mana keputusan ekonomi terkait dengan pasar dan hak milik pribadi dihargai. Sistem ini mencirikan deregulasi pasar, serikat pekerja yang lemah, dan campur tangan negara yang minim. Meskipun memiliki potensi untuk memacu pertumbuhan dan efisiensi ekonomi, pendekatan ini juga dapat mengakibatkan ketimpangan pendapatan dan ketegangan sosial, sehingga beberapa pihak mengadvokasi sistem ekonomi yang lebih berorientasi sosial untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Inggris telah memainkan peran penting dalam menerapkan sistem ekonomi liberalisme, terutama dalam konteks rekonstruksi pasca perang dan perkembangan Uni Eropa. Mereka telah mempromosikan model ekonomi Anglo-Amerika yang menekankan deregulasi pasar, dan minimnya intervensi negara sebagai solusi untuk masalah ekonomi di Eropa, termasuk dalam periode pasca perang dan tahun 1970-an ketika Eropa mengalami stagflasi. Dengan demikian, Inggris telah berpengaruh dalam menyebarkan gagasan ini dalam rekomendasi kebijakan untuk rekonstruksi pasca perang dan dalam menanggapi tantangan ekonomi seperti stagflasi pada tahun 1970-an. Namun, apakah Inggris berhasil menerapkan sistem ekonomi liberalisme hingga saat ini? Apakah sistem ini, yang dikenal sebagai pasar bebas yang diyakini bisa menguntungkan individu, mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Inggris secara keseluruhan? Meskipun sistem ini telah menimbulkan beberapa kritik dan opini yang beragam, artikel ini ditulis dengan tujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas dan wawasan baru kepada mereka yang mungkin sebelumnya tidak terlalu memahami informasi ini.
Sistem ekonomi liberalisme merupakan sebuah ideologi yang mengedepankan keuntungan individu dan mendorong terbentuknya pasar bebas. Namun, prinsip-prinsipnya juga menekankan saling menguntungkan, tidak hanya bagi individu tetapi juga bagi masyarakat secara keseluruhan. Pertama, sistem ini mengusung prinsip "berjalan apa adanya", percaya bahwa ekonomi yang terbentuk secara alami telah mencapai keseimbangan yang harmonis. Oleh karena itu, sistem ini menentang campur tangan pemerintah yang dapat mengganggu keseimbangan tersebut. Kedua, sistem ini menekankan kebebasan individu, mendorong setiap orang untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi guna meningkatkan kemakmuran secara independen. Pendukung sistem ini meyakini bahwa melalui cara ini, setiap individu dapat mencapai kemakmurannya sendiri, sehingga pemerintah seharusnya tidak campur tangan dalam upaya pencapaian kemakmuran tersebut, melainkan menyediakan kebijakan yang memastikan kebebasan individu untuk melakukan aktivitas ekonomi. Yang terakhir, persaingan antar pelaku ekonomi menjadi dorongan utama bagi perkembangan ekonomi. Dalam konteks ekonomi liberal, di mana kepentingan individu menjadi landasan, setiap pelaku ekonomi memiliki kepentingan yang serupa dan berkompetisi satu sama lain. Namun, persaingan ini seharusnya menghasilkan ide dan inovasi baru, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Persaingan yang dimaksud disini haruslah adil.
Liberalisme menjadi gerakan reformasi utama di Eropa pada abad ke-19, namun pengaruhnya bervariasi di setiap negara bergantung pada faktor-faktor sejarah, seperti kekuatan kerajaan, aristokrasi, industrialisasi, dan proses unifikasi nasional. Faktor-faktor lain seperti karakter nasional dan agama juga mempengaruhi bentuk liberalisme dalam setiap negara. Contohnya, di negara-negara Katolik Roma, liberalisme cenderung memiliki nuansa antiklerikal, sementara di Inggris, Partai Liberal muncul sebagai model reformis yang memperjuangkan hak-hak sipil dan politik. Pada periode tersebut, gerakan liberal berhasil mencapai reformasi besar seperti penghapusan perdagangan budak dan perbudakan, serta ekstensi hak pilih melalui berbagai RUU Reformasi. Puncak liberalisme Inggris dicapai pada masa pemerintahan Partai Liberal yang dipimpin oleh William Gladstone antara tahun 1868 dan 1894.
Inggris menghadapi sejumlah tantangan dalam menerapkan sistem ekonomi liberal. Pertama, resistensi dari kelompok pekerja yang kuat di Inggris dan Eropa terhadap deregulasi pasar tenaga kerja sulit mengimplementasikan deregulasi dan menimbulkan kontroversi terkait hak-hak pekerja dan keadilan sosial. Kedua, penerapan sistem ekonomi liberal telah menimbulkan masalah ketidakadilan sosial, termasuk kesenjangan sosial, yang memicu debat tentang peran negara dalam ekonomi dan keadilan sosial, serta menantang pencarian keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial. Ketiga, pendekatan minimalis negara dalam ekonomi liberalisme menciptakan tantangan dalam pengaturan sistem ekonomi yang efektif dan penanggulangan masalah sosial. Terakhir, implementasi sistem ekonomi liberal di Inggris dan Eropa telah menimbulkan tantangan dalam mengatur perilaku kontrak yang efektif, yang mempengaruhi transaksi ekonomi. Tantangan-tantangan ini memunculkan debat tentang peran negara dalam ekonomi dan keadilan sosial, yang pada akhirnya menciptakan tantangan tersendiri dalam mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial.
Inggris telah berhasil menerapkan sistem ekonomi liberal dengan sukses, terutama karena menjadi salah satu pemimpin dalam pengembangan teori ekonomi liberalisme yang dikenal sebagai "Kultur-Liberalismus" atau "English Liberalism". Keberhasilan implementasi ini telah meningkatkan aktivitas ekonomi negara tersebut dan menjadikannya sebagai model referensi untuk solusi ekonomi di Eropa, terutama pada periode pasca-perang dan ketika menghadapi stagflasi pada tahun 1970-an. Salah satu implementasi sukses dari sistem ekonomi liberalisme di Inggris adalah dalam regulasi pasar jasa publik, khususnya dalam sektor transportasi bus. Sebelum diatur oleh pemerintah, Inggris memiliki perusahaan bus nasional yang disebut National Bus Company dan mengontrol layanan bus lokal. Namun, setelah diregulasi, pemerintah memutuskan untuk mengprivatisasi perusahaan tersebut dan melepaskan regulasi atas layanan bus lokal. Dengan deregulasi ini, pemerintah dapat mengurangi pengawasan dan kontrol terhadap perusahaan bus, memungkinkan mereka menetapkan harga dan layanan mereka sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Selain itu, deregulasi memungkinkan pemerintah untuk mengurangi subsidi yang diberikan kepada perusahaan bus, mendorong mereka untuk meningkatkan investasi dan mengembangkan infrastruktur yang lebih baik, seperti kendaraan dengan lantai rendah dan rumah bus, untuk melayani penduduk pedesaan dan lanjut usia.
DAFTAR PUSTAKA
Hall, P. A. (2001). ORGANIZED MARKET ECONOMIES AND UNEMPLOYMENT IN EUROPE: IS IT FINALLY TIME TO ACCEPT LIBERAL ORTHODOXY? In N. Bermeo (Ed.), Unemployment in the New Europe (pp. 52--86). chapter, Cambridge: Cambridge University Press.
Levy, H. (1912). Society and Liberalism in England and Germany. The Sociological Review, a5(3), 234-240. https://doi.org/10.1111/j.1467-954X.1912.tb02291.xÂ
Terada, K., & Dinwoodie, J. (2004). PROMOTING INCLUSION THROUGH BUS QUALITY PARTNERSHIPS IN SOUTHWEST ENGLAND. World Transport Policy and Practice, 10.
Ball, T., Dagger, R., Givertz, H. K., Minogue, K. (2024, Februari 20). Liberalism. Encyclopedia of Britannica. https://www.britannica.com/topic/liberalism/Liberalism-in-the-19th-century Â