Mohon tunggu...
Diana Dwi Susanti
Diana Dwi Susanti Mohon Tunggu... Guru - Guru

suka masak , baca buku, dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Self Driving - Menjadi Driver atau Passenger?-

31 Agustus 2024   16:56 Diperbarui: 3 September 2024   06:22 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Self Driving

Menjadi Driver atau Passenger?

Penulis : Rhenald Kasali

Penerbit : Mizan

Cetakan : Ke-26 April 2022

Tebal Buku : 265 halaman

Masih ingat dengan Revolusi Mental ala Presiden Joko Widodo? Sebuah harapan untuk menumbuhkan daya saing bangsa. Mengubah mentalitas bernegara, yang sebenarnya bukanlah perkara mudah. And how to make the statement come true? Saran saya, bacalah buku ini. Mungkin bisa sedikit menjawabnya. Tapi dengan syarat, jika membaca buku ini harus dengan penuh kehati-hatian, bersikap terbuka, siap menerima segala konsekuensinya dan harus mulai terlibat dalam perubahan yang positif.

Revolusi mental sama artinya dengan mengubah mental kita sebagai warga negara. But how? Mengubah mentalitas it's not so easy. Begitu ditulis di pengantar buku ini. Karena harus dipahami ada banyak mental feodal yang yang terlalu lama kita jalani. Mental takut dengan perubahan, jika berbicara hanya satu arah, meeting biasanya lama dan tak ada keputusan, semua serba uang, lamban dalam segala hal, dan jika mau berubah maka berubahnya pelan-pelan. Bahkan bisa jadi tidak ada perubahan sama sekali. That's the true feodal. Mentalnya yang feodal.

Pertanyaan selanjutnya adalah; mengapa mentalitas harus diubah? Buku ini mengajak kita untuk memperbarui cara berfikir, melatih diri sendiri, agar kita bisa mengendalikan kendaraan yang disebut sebagai "self". Mental yang berubah akan memberi kita kesadaran baru. Dan kesadaran ini dibentuk oleh pengalaman dan pendidikan. Bukan karena tidak adanya pilihan.

Menjadi Driver

Indonesia membutuhkan figur-figur yang bukan cuma pandai di atas kertas. Tetapi juga gesit, dan cepat dalam bertindak. Figur yang sama sekali tidak boleh "mengantuk". Yang mempunyai sikap hidup yang berbeda dengan "passenger". Yang mampu beradaptasi untuk bisa hidup di mana pun, agar bisa menumbuhkan harapan semua kalangan. Mampu melakukan pembaruan dengan inovasi untuk membuat sebuah perubahan, tapi juga tetap rendah hati dan kaya dengan empati.

Buku ini seperti buku bunga rampai. Akan ada banyak kumpulan tulisan penulis yang dimuat di berbagai surat kabar. Yang barangkali kita tak sempat membacanya. Misalnya tulisan penulis tentang Gus Dur, Kiai Perubahan. Penulis menulis di kolom tersebut bahwa setiap pemimpin punya janji dan cara berbeda untuk memenuhi janjinya, dan punya cara yang khas. Namun, pemimpin yang hebat tidak sekedar melakukan perubahan, tapi juga mengelolanya dengan manajemen perubahan. Yaitu perubahan yang mendasar, yang mengubah cara dan kebiasaan.

Saat ini IPTEK berkembang sangat cepat dan pesat. Yang harus diwaspadai adalah sebagian besar ilmu ada di dunia maya, dan sebagian ada ditangan orang-orang yang hebat. Maka seorang "Driver" harus bisa kreatif membangun komunitas-komunitas yang bisa memberi dampak manfaat besar bagi masyarakat. Seorang "Driver" yang mampu berpikir, berani mencoba hal-hal baru, tak terbelenggu mitos, kritis terhadap fakta dan informasi, tapi juga harus tau tujuan agar tidak tersesat. Ini penting dan utama. Maka untuk menjadi seorang "Driver" yang disiplin, selalu melakukan maintenance. Rajin dan rutin dalam merawat "kendaraannya".

Menjadi Passenger

Being a good Driver, or bad Driver? Mengapa di buku ini ditulis begitu. Hanya untuk mengingatkan saja. Bahwa ada juga mereka yang menjadi "Driver" bukanlah semata karena kepiawaian menjalankan peran. Melainkan mereka benar-benar sedang sakit. Bisa jadi sakit karena dendam, sebuah janji yang tak dipenuhi, harapan yang pupus, kerinduan yang tak tersampaikan, tekanan yang tak terlupakan, dan seterusnya.

Ini sebuah warning bagus untuk para Driver. Karena harapannya adalah menjadi seorang Driver yang bisa memelopori kemajuan, bukan menjadi pemecah belah yang menyuarakan kesakitan dan penderitaan. Bisa berupa agresi, emosi tak terkendali, mengompori perlawanan, sinis, negative, tak mempercayai kebenaran, memimpin pemberontakan, terlibat dalam kampanye negative, menyebarluaskan kebencian, memutarbalikkan fakta, terlibat gossip dan sebagainya.

Jika hal itu terjadi, lebih baik ambil option menjadi passenger saja. Itu pun tetap dengan catatan. Menjadi passenger yang baik atau bad passenger.

Untuk menjadi a good passenger tetap melalui sebuah perubahan juga. Dimulai dengan menerima realitas yang ada, dan berdamai dengan diri sendiri. Menerima semua hal dengan lapang dada dan lanjut dengan introspeksi diri. Harapannya agar hidup bisa jauh lebih baik, dan kesejahteraan lahir batin bisa terwujud.

Assertiveness

Dibuku ini terdapat sebuah kolom yang cukup menarik. Tulisan penulis yang dimuat di surat kabar Jawa Pos (18/6, 2012). Kata yang bermakna tegas, atau ketegasan. Tapi yang dimaksud penulis adalah sebuah training tentang keberanian menyatakan apa yang ada di pikiran/dirasakan secara jujur dan terbuka tanpa mengganggu hubungan.

Dengan Assertiveness kita akan dilatih untuk berbicara secara terbuka, menyampaikan uneg-uneg agar jika ada hak anda yang diambil oleh orang lain dikembalikan. Namun menggunakan dengan teknik seni tinggi. Yang tidak akan merendahkan martabat diri sendiri juga orang lain. Malah mereka akan dengan cepat menerima dan respek karena kita menegurnya dengan cara yang halus, santun, dan tidak menyakiti perasaan.

                                                                                                                                 ***

Buku ini sangat bergizi tinggi. Menciptakan perubahan dengan sebuah revolusi, mutlak diperlukan. Memberi contoh pada generasi muda untuk tidak hidup seenaknya, membatasi dalam melakukan apa saja, dan harus bertanggung jawab dalam melakukan sesuatu. Hal ini perlu dilatih. Agar kelak para generasi muda menjadi pribadi yang unggul, bukan pribadi yang pelupa, yang ignorant dan suka meremehkan.

Generasi muda perlu tau, tentang apa itu kekurangan dan kelebihan. Fakta utama yang pasti ada dalam setiap individu orang per orang. Karena setiap generasi itu berbeda. Dibesarkan dengan kualitas hidup, pengalaman, dan kondisi pribadi dan sosial yang berbeda pula. Dan tentunya menghasilkan sesuatu yang tidak sama satu dengan lainnya.

Generasi muda yang harus belajar tentang kegagalan. Lebih baik gagal sekali , dua kali dalam hidupnya. Daripada gagal selama-lamanya. Selalu berhati -hati dengan semua bentuk pujian. Karena jika dipakai untuk hal yang tidak tepat, pujian bisa berbalik menghancurkan. Juga generasi yang bisa menjaga sebuah kepercayaan. Agar hidup menjadi bermanfaat, bermartabat, dan tumbuh.

MasyaAlloh....buku ini indah sekali.

Salam perubahan, Alhamdulillah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun