Tidak seperti biasanya hari itu aku pulang agak sore. Sekitar jam enam sore. Berjalan dari tempat magang atau kalau di daerahku lebih sering di sebut PKL (Praktek Kerja Lapangan). Berjarak sekitar kurang lebih 3 kilometer ke jalan yang di lalui bus lumayan menguras sisa tenaga.Â
Tepat di pinggir jalan aku menunggu bus lewat di temani beberapa pedagang kaki lima yang sibuk dengan urusannya sendiri. Sekitar setengah jam sudah aku menunggu, rokok pun sudah habis dua batang namun bus belum juga datang.Â
Aku anak STM Negeri yang pada saat itu masih kelas dua semester kedua. Aku sama halnya dengan kebanyakan anak - anak STM lainnya, mulai kecanduan rokok ( jangan di tiru ya! Khusus untuk kalian yang masih minta jajan sama ortu.) Untuk urusan rokok, aku tidak pernah minta sama kedua orang tuaku, aku kadang ikut paman bekerja serabutan. Apa yang bisa aku kerjakan ya aku lakukan.Â
"Lumayan lah tambah - tambah." Pikirku.Â
Namun untuk yang namanya Miras sama Narkoba, aku nggak akan pernah menyentuh apalagi mau mencoba.Â
Tiba - tiba bus pun datang, kulihat sebelum bus itu berhenti ada seoarang perempuan yang tidak asing bagiku. Kulihat sekilas dari pinggir - pinggir kaca bus, dia sempat menoleh ke arahku. Dia berada di kursi depan pintu yang di belakang.Â
Bus kemudian berhenti, aku sengaja naik dari pintu belakang untuk memastikan apakah benar perempuan itu yang selama ini aku tunggu.Â
"Terus - terus!" Teriak kondektur dari kursi belakang.Â
Aku duduk di belakang peremouan itu, namun posisiku ada di sebelah kanan dia. Ketika kindektur meminta ongkos pada semua penumpang yang kebetulan atau entah keberuntungan tengah menghampiriku. Karena kondisi saat itu bus sedikit penumpang. Â
Dia pun menoleh kebelakang. Ternyata benar, dia adalah yang selama ini aku tunggu. Perasaan antara senang, ingin menyapa, dan  rasa malu bercampur dan terus berperang dalam hati.Â
Sambil memberanikan diri aku menghampirinya yang sedang duduk sendiri.Â
"Hai Neng?" Sapaku sambil duduk di sebelahnya.Â
"Eh Deni, kirain siapa." Sambil tersenyum manisÂ
"Tumben pulang malem Neng?" Menghilangkan rasa gugup.Â
"Iya Den, tadi ada less dulu soalnya. Ko kamu pulang jam segini? Biasa tiap hari ya?"Â
"Iya nih, kebetulan hari ini ada kerjaan tambahan di tempat PKL, jadi agak telat deh." Jawabku sembari hati gembira.Â
"Gimana kabarmu Neng?"Â
"Allhamdulillah Den sehat." Kamu sendiri gimana? Ibu sehat Den?" Tanya dia sambil tersenyum begitu manis.Â
"Alhamdlillah Neng, Ibu juga sehat. Oh iya masih sering keinget Ibu nggak?" Tanyaku yang pada saat itu ibunya belum lama meninggal
"Iyalah Den, masih banget. Bahkan aku kadang nangis." Sambil menghela nafas.Â
"Sabar ya, Ibumu tersenyum di sana melihat kamu kuat seperti ini." Kataku menenangkan.Â
"Kapan nih ada reunian?" Tanyaku mencairkan suasana yang sempat hening.Â
"Emmmhh, nggak tau tuh Den, aku belum ada kabar dari yang lain. Aku juga baru ketemu kamu hari ini ko, hehehe"Â
"Iya juga sih, heheheh" Kita berdua sambil tersenyum.
Perbincanganpun mulai mencair, rasa gugup mulai hilang, di barengi dengan guyonan - guyonan hangat. Tidak terasa bus pun hampir sampai di rumahnya. Enggan rasanya untuk berpisah. Rumahku hanya berbeda RT dengannya. Jaraknya pun tidak terlalu jauh.Â
Sesampainya di rumah dan sehabis mandi, aku langsung rebahan. Pikiranku melayang mengingat kejadian yang tidak pernah kuduga. Aku menyimpan perasaan ini ketika kita masih SD. Sekitar 5 tahun tidak pernah seakrab itu.Â
Aku selalu mengaharpaknya, memimpikannya dan mendambakannya. Dia sosok perempuan yang mampu mencuri hati ini. Tidak pernah merasakan ketulusan cinta selain kepadanya.Â
Aku selalu menunggunya, sampai sang janur kuning melengkung, aku akan tetap menunggu. Kurang lebih sepuluh tahun aku bertahan. Sampai detik ini dan saat cerita ini di buat, aku masih menunggumu. Aku selalu menunggumu, menantimu, dan mendambakanmu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H