ada salah satu temanku yang menginspirasi dan beruntung mengenalnya. Temanku ini bernama Akbar, guru SD Negeri di kota kecil. Beberapa tahun lalu dia mendapatkan beasiswa Chevington di Inggris di University of Hull. Motto dari kampus itu 'Lampada Ferens' yang artinya membawa cahaya pembelajaran. Hull University termasuk universitas tertua di Inggris, bahkan lebih tua dari usia Indonesia, berdiri sejak tahun 1927, pada tahun 2022 mendapatkan predikat 20 kampus di Inggris yang memberikan dampak positif secara keseluruhan.Â
Tentu aku bangga sekali pada temanku yang bisa melanjutkan di kampus terbaik. Aku cukup tahu perjuangannya belajar di kampus tersebut yang tidak mudah. Ketika ia lulus, aku pikir dia akan menantang diri mendapatkan posisi yang lebih baik. Minimal ia akan bekerja di Kementerian Pendidikan atau minimal menjadi dosen lah.Â
kejutan dalam cerita ini.Â
M. Akbar  Rafsanzani  tidak menjadi pegawai kementrian pendidikan atau menjadi dosen di universitas negeri.
dia tetap menjadi guru SD di SDN 17 Talang Ubi, jaraknya dari kota Palembang sebanyak 18 km atau bisa ditempuh sekitar 43 menit jika tidak macet. Ada penjelasan dari ahli tata ruang, jarak ideal tempat kerja ke rumah kurang dari 10 km karena jika melebihi akan menghabiskan energi waktu, tenaga dan biaya untuk perjalanan. Waktu itu aku berpikir Akbar sedang menyiayiakan masa muda dan karirnya di tempat yang tidak terkenal untuk membuatnya bersinar. Apa yang bisa didapat dari tempat tersebut?
Lagi-lagi aku dikejutkan.Â
Beberapa bulan aku mendapatkan kabar sekolah tempat yang dikelolah oleh temanku mendapatkan sambutan positif. Â Sekolahnya menjadi salah satu sekolah percontohan. Program sekolahnya berjalan bahkan baru-baru ini SDN 17 Talang Ubi mewakili Indonesia untuk menjadi kompetisi sekolah terbaik di wilayah Asia Tenggara. Fakta ini tentu mencengangkan bagiku yang menganggap sekolah swasta lebih baik secara fasilitas dan implementasi kurikulum daripada negeri.Â
Baru-baru ini aku menjadi narasumber kegiatan Badan Penjamin Mutu Pendidikan (BPMP) Sumsel. Saat itu aku menawarkan proposal kesejahteraan sekolah. Aku berkenalan dengan bu Diana Juwita (DJ) dari SDN 2 Gelumbang yang berhasil menerapkan program Gerakan 5 Sehat dan menjadi percontohan di wilayah sumatera selatan. Aku berani bertaruh bu DJ sama sekali tidak tahu kesejateraan sekolah yang memiliki komponen having, loving, being dan healthy. Dia hanya ingin menciptakan sekolah menyenangkan dan sehat. Ada pernyataan beliau yang mengunggahku:
" Walau kami dari sekolah daerah dan tertinggal namun kualitas kami tidak kalah dari sekolah di kota."Â
Kalimat pernyataan yang berani seakan membuktikan kami bukan orang tertinggal. Aku terpana dengan kerjasama sekolah dengan puskesmas untuk program imunisasi dan kesehatan, industri perternakan untuk program pembagian telur mencegah stunting yang rutin terjadi, bagi hasil sayur dari wali murid untuk dibagikan kepada siswa. Siswa membawa bekal makanan sehat. Pihak UMKM yang bekerja di kantin diawasi penjualan makannya yang harus mengandung unsur makanan sehat, tanpa pengawet dan pemanis.Â
Penjelasan program yang dibuat oleh bu DJ mengingatkanku Model Pentahelix untuk transformasi organisasi yang melibatkan peran  pemerintah, bisnis, akademisi, komunitas dan media. Aku yakin beliau tidak tahu konsep collaborative governance namun beliau sudah melakukannya. Hal yang menarik saya menyimak pernyataannya: