Mohon tunggu...
Diana Lieur
Diana Lieur Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma orang biasa

No matter what we breed; "We still are made of greed"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Benarkah Mereka yang Berkomentar Sudah Benar-benar Membaca dengan Benar?

9 Oktober 2017   08:32 Diperbarui: 9 Oktober 2017   13:17 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: 123rf.com

Membaca dan menulis adalah kesatuan yang tak bisa dipisahkan, Jika tak membaca maka apa yang akan ditulis ? dan jika tak menulis maka apa yang akan dibaca ? ketika kedua kalimat tanya ini dibolak-balik tetap saja kembali kepada hal yang sama yaitu menulis untuk dibaca dan membaca untuk menulis.

Sekarang, semua orang bisa dengan bebas menulis tulisan ngalor ngidul secara instant dan mempostingnya di internet tanpa harus melalui tahap-tahap tertentu. Sama seperti yang aku tulis di kompasiana ini, sebagai seorang anak alay yang tiba-tiba membuat tulisan tanpa mengikuti kegiatan atau hal - hal yang menyangkut dunia tulis menulis sebelumnya, instan bukan ? ya selama tulisan tersebut bukanlah ujaran kebencian apalagi hoax, sepertinya tak masalah. Begitu juga dengan berkomentar, akhir-akhir ini banyak orang yang memberikan komentar secara instant alias tanpa membaca atau hanya setengah-setengah saja membaca tulisannya ? Wah, jangankan membaca setengah saja, hal yang paling kekinian sekarang kan adalah "Hanya membaca judul saja, langsung emosi, memberikan komentar atau kemudian share dengan komentar bla bla bla." ini juga instant bukan ?

Memberikan komentar secara instant pun bukanlah masalah apabila hanya sekedar mengisi daftar hadir atau basa-basi yang wajar di kolom komentar, namun bagaimana jika seseorang terlalu dini menuliskan komentar ngalor ngidul lantaran sudah naik darah atau sok tahu, apalagi hanya dengan membaca judul tulisan saja. Waduh, kan lucu urusannya kalau bakal terjadi masalah seperti ini :

1. Pertanyaan dua kali
Biasanya hal seperti ini akan terjadi dalam sebuah tulisan yang sifatnya memberikan informasi atau berita. J
adi tak heran jika beberapa admin sebuah akun medsos yang memberikan berita akan menulis "Budayakan membaca sampai selesai" untuk menghindari pertanyaan yang padahal sudah dijelaskan di tulisan tersebut. Bahkan kalau kamu cukup kekinan dalam memesan barang-barang secara online melalui akun jasa titip, adminnya juga akan menulis "Budayakan membaca" agar calon pembeli tak berkomentar untuk menanyakan hal yang sudah dijelaskan dalam aturan pembelian dengan alih-alih admin pun sibuk jika hanya untuk menjawab pertanyaan seperti itu.

2. Salah Paham
Dalam membuat sebuah tulisan meskipun sudah menjelaskan secara gamblang, kadang ada saja kesalahpahaman di kolom komentar lantaran si pemberi komentar ini enggan membaca tulisan sampai selesai, biasanya pembaca seperti ini ia lah yang dari awal memang sudah tak sepaham dengan judul tersebut, padahal judul sebuah tulisan belum tentu menjadi patokan isi tulisan tersebut lho. Bahkan sekalipun hanya membaca awal tulisan saja belum tentu dapat memahami tulisan tersebut, bisa saja yang dikomentari adalah inti dari tulisan tersebut namun seolah-olah tulisan tersebut bertolak belakang dengan komentarnya lantaran si pemberi komentar ini males membiasakan diri untuk membaca sampai akhir, nah lho. Duh, kan jadi salahpaham tuh.

3. Mempermalukan Diri sendiri

Kadang memabaca sama saja dengan melihat film, yaitu tak cukup sekali baca atau lihat (sampai akhir) saja untuk memahaminya. Sekalipun sebuah tulisan dibaca sampai akhir, namun masih ada saja yang menuliskan komentar diluar jalur alias gak nyambung. Sebagai contoh aku pernah membaca salah satu tulisan tentang anak kecil pedagang cilok keliling, kemudian di kolom komentar ada yang mengatakan kalau si penulis tulisan tersebut adalah orang yang rasis lantaran ada kalimat yang menjelaskan tentang bocah pedagang cilok tersebut adalah keturunan salah satu etnis, padahal tulisan tersebut sama sekali tak membedakan apalagi menghina. Karena setahu ku kalau orang yang rasis adalah mereka yang membedakan dan cenderung berkonotasi negatif, sementara di tulisan tersebut hanya menjelaskan keturunan saja tanpa stereotip yang negatif. Waduh, baca sampai akhir saja kadang gak nyambung dalam memberikan komentar apalagi kalau hanya baca setengah aja.Hemmm, jangan sampai mempermalukan diri sendiri ya hanya karena berkomentar adalah hal yang mudah.

Jika memang jari-jari sudah gatel ingin menuliskan eh mengetik komentar terhadap suatu tulisan di media sosial, setidaknya jangan tampil menjadi orang bodoh yang mempermalukan diri sendiri. Biasanya sih mereka yang seperti ini adalah akun bodong yang kerjaannya komentar dengan ilmu cocokolginya, seolah-olah suatu masalah dalam tulisan adalah berasal dari apa yang mereka benci, entah itu menyangkut dunia politik, ekonomi, hiburan atau lainnya, preeeet.

Dan tak jarang lho aku menemukan komentar yang penuh emosi namun pada akhirnya mereka mengganti username atau mem-protect akun medsosnya sendiri, kenapa ? karena pada akhirnya ada orang bijak dan membalas komentarnya dengan penuh pemahaman yang jelas dan yang pasti adalah nyambung dengan tulisan yang dibahas. Nah malu kan, pokoknya jangan sampai minta diketawain deh kalau berkomentar, heheee.

Salam hangat, Diana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun