Maknanya, meskipun benar bahwa korteks prefrontal membutuhkan waktu lebih lama untuk berkembang maka usia 25 tahun bukanlah angka yang pasti namun sebenarnya lebih merupakan kisaran.Â
Akibat dari perkembangan bagian otak ini secara langsung dapat mempengaruhi penilaian seseorang, dan berperan dalam pengambilan keputusan mengenai pernikahan dan hubungan.Â
Jika prefrontal cortex baru berkembang di usia 25 tahun dan hal tersebut berperan dalam pengambilan keputusan seseorang di kehidupannya terutama untuk pernikahan. Kemudian apa yang terjadi jika keputusan pernikahan diambil diusia dibawah 25 tahun dimana Prefrontal Cortex baru berkembang pada usia tersebut?
Menurut Dr. Porter orang dewasa muda berusia dibawah 25 tahun mungkin lebih impulsif dalam mengambil keputusan berkencan atau mungkin tidak sepenuhnya mempertimbangkan implikasi jangka panjang dari sebuah pernikahan.Â
Hal serupa juga dapat terjadi pada pilihan karier seperti keinginan untuk berhenti begitu saja tanpa perencanaan yang matang. Burke Smith menyatakan bahwa  Orang dewasa yang sudah matang dapat memanfaatkan korteks prefrontal yakni bagian rasional otak yang membantu kita merespons situasi dengan penilaian yang baik dan kesadaran akan konsekuensi jangka panjang.Â
Sedangkan remaja memproses informasi menggunakan amigdala, bagian emosional dari otak. Hal ini berarti, remaja lebih cenderung mencari pengalaman emosional meskipun  berpotensi mengancam.Â
Selain itu, remaja/ kaum muda kurang mampu merasionalisasi atau mengenali bahaya seperti yang dilakukan orang dewasa. Artinya, fungsi otak diusia tersebut perannya masih menggiring pada respon impulsif, pertimbangan jangka pendek, dan belum ada perencanaan matang.Â
Menurut konselor hubungan dan terapis terakreditasi BACP, Victoria Jeffries, kurangnya perkembangan korteks prefrontal pada orang di bawah usia 25 tahun dapat berdampak signifikan saat mereka memformulasikan hubungan.Â
Hubungan pernikahan adalah proses di mana dua orang menjadikan hubungan mereka bersifat publik, resmi, dan permanen. Ini adalah penyatuan dua orang dalam suatu ikatan yang diduga berlangsung sampai mati, namun dalam praktiknya sering kali terputus karena perpisahan atau perceraian.Â
Salah satu hal yang menjadi pemicu perpisahan dalam suatu hubungan pernikahan adalah kerentanan adaptasi terhadap stress. Karney dan Bardbury, 1995 berpandangan bahwa proses adaptif dan karakteristik pribadi dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang menimbulkan stres dan kerentanan yang bertahan lama serta memengaruhi tingkat adaptasi pasangan terhadap kesulitan pernikahan.Â
Meskipun terdapat latar belakang pengetahuan yang luas tentang hubungan antara otak dan perilaku dalam literatur psikologi dan ilmu saraf, BCM untuk pertama kalinya menjelaskan hubungan antara otak dan perilaku kompleks.