Mohon tunggu...
Diana NurZaharo
Diana NurZaharo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Psikologi UIN Walisongo Semarang

enjoy :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Informed Consent dalam Konseling dan Terapi Psikologi

10 November 2023   08:43 Diperbarui: 10 November 2023   08:44 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kesehatan jiwa merupakan kondisi pada seseorang yang dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan yang dimilkinya, memberikan kontribusi untuk lingkungan sosialnya, dapat mengatasi tekanan, dan dapat bekerja secara produktif. Kondisi perkembangan yang tidak sesuai pada individu disebut dengan gangguan jiwa (MARAMIS, 2009). Kesehatan mental atau jiwa sudah menjadi isu utama saat ini yang dihadapi oleh Sebagian besar masyarakat sebagai akibat dari situasi yang beragam salah satunya yaitu pandemi covid-19 yang terjadi pada tahun 2020 silam. Banyak masyarakat yang mengalami permasalahan seperti finansial, beban kerja yang dialami pekerja dengan system WFH (Work From Home) yang mengakibatkan pekerja sering stress, kecemasan berlebih, dan ketakutan yang berlebihan. Selain itu, pada individu usia remaja sampai dewasa awal banyak yang mengalami permasalahan seperti kecemasan yang berlebih, ketakutan, stress akademik, dan kejenuhan. Hal ini terjadi karena diberlakukanya system social distancing dan physical distancing yang mengakibatkan individu merasa jenuh karena suasana yang monoton, ruang gerak yang terbatas, dan muncul ketidakmampuan dalam menuangkan gagasan atau pemikiran serta perasaan mereka secara bebas. Tentu,pelayanan Kesehatan mental atau jiwa sangat diperlukan saat ini untuk menangani beragam permasalahan Kesehatan jiwa yang dialami oleh masyarakat. Dengan adanya hak tersebut, maka akan terbentuk sebuah hubungann antara tenaga pelayanan Kesehatan jiwa yaitu psikolog dengan klien.  

Pada hubungan antara psikolog dengan klien terdapat mengenai hak dan kewajiban di antara kedua belah pihak yang sudah disepakati melalui persetujuan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Persetujuan tersebut sering disebut Informed consent yang merupakan persetujuan klien atau seseorang yang akan menjalani proses di bidang psikologi, baik itu penelitian, pendidikan, pelatihan atau asesmen, intervensi psikologi, dan konseling atau psikoterapi. Tujuan dari Informed consent adalah untuk menghargai hak pengguna layanan psikologi untuk melibatkan diri atau tidak dalam proses konseling yang akan dijalani. Informed consent merupakan suatu hal yang penting dan menjadi keharusan bagi psikolog sebagai suatu kelengkapan sebelum melaksanakan tindakan konseling kepada kliennya hal ini diberikan demi mencegah munculnya suatu kerugian bagi kedua belah pihak. Selain itu, dengan adanya informed consent dalam praktik psikologi akan memberikan klien hak untuk memahami proses psikoterapi yang akan dijalani dan memberikan persetujuan secara sukarela. Dengan demikian, klien akan lebih percaya diri dan merasa nyaman akan proses konseling maupun terapi psikologi yang sedang dijalani. Informed consent sangat erat hubungannya dengan etika biomedis yang dikenal dalam empat (4) bentuk prinsip, yaitu berbuat baik (beneficence), tidak merugikan (non malfience), menghargai otonomi pasien (autonomy), dan adil (justice). (Pramiri & P. Perbawa , 2022).

 Informed consent begitu penting karena tidak hanya berkaitan dengan kepatuhan pada regulasi namun hal ini mencerminkan pada integritas, keadilan, dan penghormatan dalam praktik psikologi. Informed consent memungkinkan klien membuat Keputusan dengan kesadaran penuh melindunhi klien maupun konselor dari risiko yang tidak perlu, dan membangun kepercayaan antara praktisi, pendidik, dan peserta. Pentingnya informed consent  dapat dijelaskan melalui beberapa poin dibawah berikut :

  • Etika dan transparansi. Informed consent dapat memunculkan lingkungan konseling yang etis dan transaparan. Hal ini memastikan bahwa penyedia layanan bertanggung jawab dan tidak menyembunyikan informasi yang mungkin mempengaruhi Keputusan klien.
  • Perlindungan klien. Klien memiliki hak untuk mengetahui dampak, risiko, dan manfaat dari pengalaman konseling dan terapi psikologi, yang memungkinkan mereka membuat keputusan yang lebih baik.
  • Pemahaman yang jelas. Informed consent memberikan pemahaman yang jelas kepada klien tentang apa yang akan mereka alami selama proses konseling dan terapi psikologi yang berlangsung.

Referensi : 

Maramis, W.F. (2008). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.

Pramiari, N. M. A. S., & Perbawa, K. S. L. P. (2022). Informed Consent Dalam Penggunaan Layanan Psikologi Ditinjau Dari Kuhperdata. Jurnal Hukum Mahasiswa, 2(02), 458-471. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun