Istilah difabel merupakan sebuah kata yang memiliki kepanjangan ''Different Abled People'', yang artinya adanya keterbatasan yang dimiliki seseorang dalam melakukan sesuatu hal. Bagi sebagian masyarakat, para difabel masih dipandang berbeda, hal ini karena keterbatasan kemampuan mereka dalam melakukan sebuah aktivitas, sehingga keberadaan difabel cenderung tidak diakui bahkan tidak diketahui oleh masyarakat. Oleh karena itu, topik pembahasan mengenai difabel ini perlu mendapat perhatian khusus dari masyarakat umum hingga pemerintah.Â
Di Kabupaten Jember khususnya di Kecamatan Ambulu, penyandang difabel sebagian besar harus bekerja di sektor informal karena mereka tidak memiliki banyak kuota untuk masuk dalam instansi pemerintah mengingat kuota difabel yang dipekerjakan di instansi pemerintah paling sedikit 2% dari jumlah pekerja yang tercantum dalam UU No 8 Tahun 2016 pasal 53 ayat 1. Sehingga mereka harus memiliki keahlian untuk membuka lapangan pekerjaan sendiri untuk bertahan hidup.Â
Salah satu narasumber yang kami temui di Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember yaitu Ibu Siti Farida. Beliau merupakan penyandang tunadaksa namun keberadaannya sangat menginspirasi bagi penyandang difabel lainnya di Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember. Beliau sangat semangat merangkul teman-teman difabel lainnya untuk mengikuti sebuah komunitas seperti Perpenca sekaligus menjadi koordinator difabel Kecamatan Ambulu dan DMI (Difabel Motor Indonesia), beliau juga satu-satunya wanita dalam DMI.Â
Dengan mengikuti komunitas DMI (Difabel Motor Indonesia), diharap mampu merubah mindset masyarakat mengenai difabel bahwa dalam kondisi apapun penyandang difabel juga bisa melakukan kegiatan seperti masyarakat pada umumnya.Â
''Aku kuat stater motor jauh-jauh pakai motor roda tiga, aku pingin walaupun kita disabilitas aku tidak ingin merepotkan orang-orang terdekat aku. Saat kita naik motor sebenarnya nggak pernah tahu jalan, pokok setiap melewati tempat kita selalu melakukan sosialisasi di jalanan tujuannya supaya orang banyak melihat kita supaya mereka paham kalau punya saudara ataupun tetangga yang belum bisa apa-apa itu bisa terbuka pikirannya setidaknya kita bisa merubah mindset mereka meskipun kita tanpa tangan itu bisa naik motor dengan modifikasi bermacam-macam. Banyak yang nggak punya tangan dengan nyetir pakai kaki aja. Intinya tujuan dijalanan kita naik motor kemana-mana itu sosialisasi supaya warga masyarakat tahu kalau dengan kondisi apapun itu bisa melakukan apa yang dilakukan oleh manusia normal bahkan melebihi manusia normal.''Â ujar Ibu Siti Farida.Â
Selaku koordinator Perpenca Kecamatan Ambulu, beliau juga sering membantu menyalurkan bantuan bagi teman penyandang difabel dan membantu mereka untuk mendapatkan program pemberdayaan dari pemerintah. Contohnya seperti Program Pelatihan Kerja Kecantikan. Beliau mengajak teman difabel lainnya untuk ikut praktik pelatihan kerja yang dilakukan dengan bekerja sama dengan BLK (Balai Latihan Kerja). Praktik pelatihan kerja tersebut dilakukan setiap hari dalam 1 bulan.
Tindakan-tindakan yang dilakukan Ibu Farida dan teman-teman difabel lainnya menandai adanya Teori Pilihan Rasional. Menurut Ritzer, Friedman dan Hechter dalam bukunya yang berjudul The Contribution of Rational Choice Theory to Macrosociological Research mengatakan bahwa Teori Pilihan Rasional memfokuskan perhatian kepada aktor dimana aktor tersebut memiliki tujuan dalam setiap tindakan yang dilakukannya ataupun memiliki sebuah preferensi dimana hal tersebut membuat aktor tersebut dapat mengambil tindakan tertentu yang memungkinkan dirinya untuk mencapai tujuan yang hendak diraihnya.Â
Pada teori ini juga menjelaskan bahwa dalam melakukan tindakan yang dianggapnya rasional, aktor tersebut dipengaruhi oleh 2 hal yakni keterbatasan sumberdaya dan lembaga sosial. Dalam hal ini yang berperan sebagai aktor disini yakni Ibu Farida yang menjadi narasumber kami. Beliau mencoba untuk mengajak difabel lain untuk turut serta dalam kegiatan yang diadakan oleh komunitas guna menunjukkan kepada masyarakat bahwa difabel mampu memiliki keahlian di tengah keterbatasan yang dimiliki.Â
Bu Farida mencoba untuk memberikan pemahaman utamanya kepada orang tua kemudian juga masyarakat serta berusaha untuk menunjukkan bahwa difabel mampu melakukan pekerjaan di tengah keterbatasan mereka dan mampu untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.Â
Bu Farida mengajak para difabel yang ditemuinya untuk mengikuti Pelatihan Kerja di BLK dengan tujuan agar para difabel menemukan potensi yang ada dalam dirinya untuk membentuk keahlian serta kemandirian terutama dalam hal kemandirian ekonomi dengan memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki oleh para difabel. Tujuannya adalah agar mereka dapat bertahan hidup dan mandiri secara ekonomi untuk mencukupi kebutuhannya mengingat jika kita lihat pemerintah juga memberikan peluang yang sangat kecil bagi difabel untuk menempati posisi dalam instansi pemerintah bahkan dalam dunia kerja formal pun kemungkinan mereka diterima sangatlah kecil.Â