Mohon tunggu...
Diana Agustin
Diana Agustin Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 13 Depok

Seseorang yang senang bermimpi dan belajar

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mengenang Ibu di Momen Pembagian Raport

3 Januari 2024   10:17 Diperbarui: 3 Januari 2024   10:19 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak terasa hari demi hari berjalan begitu cepat. Pergantian hari yang rasanya begitu sangat singkat, hingga tak terasa tahu-tahu sudah bagi raport saja. Momen pembagian raport hari ini membawa ingatan saya melesat kembali pada masa lalu yang bertepatan dengan hari ini dan momen saat ini.

Yup, hari ini tanggal 22 Desember adalah hari IBU. Hari di mana para Ibu mendapatkan apresiasi yang luar biasa atas segala pengorbanan, cinta kasih dan pengabdiannya baik terhadap keluarga, masyarakat, Bangsa dan Negara. Tanggal 22 Desember adalah momen di mana segala bentuk perayaan terhadap kaum Ibu di seluruh dunia digaungkan. Baik dalam bentuk ucapan, penghargaan ataupun hadiah. Hari ini semua merayakan dan mengenang kembali tentang Ibu.

Dan tepat tanggal 22 Desember kemarin ......Memori saya menyeruak kembali lebar-lebar.  Bukan hanya Memori tentang Ibu tersayang yang selalu hadir dalam benak saya setiap saat dan setiap waktu. Tapi juga memori tentang momen bagi raport. Tanggal 22 Desember kemarin adalah hari di mana raport dibagikan. Dan sebagai wali kelas saya mulai bersiap-bersiap membagikan hasil pembelajaran siswa yang saya pegang selama satu semester ini.  

Jam menunjukan pukul 07.30, saat saya duduk manis di ruang kelas menunggu kedatangan para orangtua siswa.... Memori pun membawa saya kembali pada momen-momen saat pembagian raport beberapa tahun silam. Saat saya duduk di ruang kelas sambil harap-harap cemas bertanya dalam hati tentang bagaimanakah nilai raport saya semester ini?

Dan lagi-lagi saya merutuki waktu yang berjalan begitu cepat, tak terasa saya sudah sampai pada titik ini. Dulu saya adalah murid yang selalu setia dan harap -harap cemas saat bagi raport. Sekarang saya adalah guru dan sekaligus wali kelas yang bertugas membagikan raport. Meski ini yang bukan pertama kali saya bertugas sebagai wali kelas, tapi entah mengapa momen pembagian raport hari ini yang bertepatan dengan hari Ibu membuat perasaan haru bercampur sentimentil begitu kuat muncul seolah memaksa saya untuk masuk dan tenggelam kembali dalam lintasan waktu yang sudah terlewat puluhan tahun yang lalu.

Dalam keheningan di ruang kelas XI IPS 2, saya menikmati lintasan memori yang berkelana tanpa henti. Mulai dari ketika saya SD, SMP hingga SMA, semua nampak nyata. Saya seperti menyaksikan diri saya dalam wujud puluhan tahun yang lalu duduk di ruang kelas bersama Ibu. Ibu dan selalu Ibu yang mengambilkan raport saya. Walau pernah juga sesekali diambilkan Bapak. Tapi itu sangat jarang sekali. Seingat saya hanya sekali atau dua kali.

Biasanya Ibu saya akan  duduk di baris nomer dua dari depan. Menunggu giliran nama anaknya dipanggil, bersamaan dengan orangtua murid lainnya. Beliau selalu nampak tenang, tidak seperti anaknya ( saya) yang dari tadi pagi gelisah dan tidak sabaran ingin melihat bagaimana nilai raportnya semester ini. Apakah bagus dan masih bertahan ataukah menurun?

Sesekali saya akan melonjak kegirangan ketika nilai raport saya mengalami kenaikan dan sedih seketika ketika melihat nilai raport saya turun. Ekspresi saya begitu terlihat saat itu. Baik saat sedih ataupun gembira.Tapi tidak dengan Ibu. Mau bagaimanapun nilai raport anaknya. Jelek ataukah bagus, tetap tidak mengubah ekspresi dan sorot mata Ibu saya. Ketika beliau senang dan bangga, beliau tidak menunjukkan ekspresi berlebihan layaknya orangtua yang kegirangan melihat anaknya berprestasi. Ibu tidak memeluk atau mencium saya. Beliau hanya tersenyum sambil sesekali merangkul bahu saya.

Ibu juga tidak menunjukkan rasa marah atau kesal di depan umum ketika anak-anaknya  mendapat teguran dari guru ketika prestasi belajar mereka turun. Barulah ketika kami tiba di rumah, beliau menumpahkan semuanya. Beliau akan membahas panjang lebar tentang semua nilai-nilai raport kami anak-anaknya secara detail satu persatu.

Ibuku yang sederhana bisa memaparkan penjelasan yang tadi beliau simak dari wali kelas anak-anaknya satu persatu. Dan malam hari, ketika Bapak pulang bekerja. Sambil menemani Bapak makan, beliau akan menceritakan kembali nilai raport anak-anak yang diambilnya tadi satu persatu di sekolah. Lengkap dengan perkembangan prestasi belajar mereka.

Ibuku yang hebat..

Yang penuh dengan kesederhanaan...Tidak pernah memuji anak-anaknya di depan umum. Apalagi di depan anak itu sendiri. Ketika sedang berbicara dengan Bapak tentang perkembangan prestasi belajar anaknya yang meningkat pesat lengkap dengan kalimat-kalimat pujian, itu dilakukannya saat anak-anaknya sedang tidur.

Ketika kecewa dan marah dengan anaknya karena dapat laporan yang kurang menyenangkan dari guru, Ibu tidak akan meluapkannya di tempat umum ( sekolah). Beliau akan marah dan meluapkan emosinya kepada ketika sudah tiba di rumah.

Aah, momen bagi raport hari ini yang bertepatan dengan perayaan hari Ibu mendadak menimbulkan gerimis di hatiku. Sosok akan Ibu tercinta yang sudah berpulang ke pangkuanNYA seolah hadir di kepalaku bersamaan dengan lintasan memori yang masih begitu kuat melekat. Memori saat aku dulu menjadi murid dan sedang menanti pembagian raport bersama Ibu.

Ibuku yang sederhana, yang tidak pernah menunjukkan rasa antusias atau bangga berlebihan di depan umum ketika Sang Anak meraih prestasi. Yang sikapnya seolah datar dan tidak lebay,  yang baru aku ketahui alasan dari sikapnya itu semata-mata  karena tidak ingin Sang anak menjadi ujub dan besar kepala.

Ibuku yang sederhana, yang tidak pernah menunjukkan rasa kecewanya secara berlebihan dan membanding-bandingkan ketika salah satu prestasi belajar anaknya ada yang anjlok dan turun. Beliau selalu berusaha bersikap adil. Tidak ada pujian dan antusiasme yang berlebihan, tidak ada juga rasa marah atau kecewa yang ditinggikan. Baginya semua anak sama. Jika nilai raport anak yang satu lebih bagus dan nilai raport anak yang lain kurang bagus, semua harus mendapat perhatian yang sama.

Jika ada kekesalan yang memang harus diluapkan, maka beliau akan memanggil salah satu di antara kami dan mengajak berbicara empat mata. Di mana anak yang lain tidak boleh mendengar. Sifat adilnya juga terlihat saat kami semua mendapatkan hadiah atas prestasi belajar yang kami raih. Semua dapat hadiah. Baik yang dapat rangking ataupun yang tidak. Dan tentu saja itu membuat kami semua sumringah dan bahagia.

Begitulah Ibuku dengan sikap dan karakternya dalam mendidik kami. Dan setiap momen pembagian raport adalah momen dimana aku pertama kali mengetahui bagaimana pola didik dan pola asuhnya terhadap kami anak-anaknya yaitu  ketika beliau tidak pernah menunjukkan ekspresi atau antusiasme yang berlebihan di depan umum terhadap prestasi belajar anaknya. Baik ketika nilai anaknya meningkat ataupun turun. Ibuku selalu berusaha nampak biasa saja. Tidak ada pujian atau sanjungan yang berlebihan apalagi kemarahan yang menyeramkan.

Aah Ibu, rasanya kenangan tentangmu tidak akan pernah habis dan lekang di makan waktu. Terimakasih Bu, sudah hadir pagi ini dan membawaku dalam lintasan memori tentang pembagian raport di saat masa sekolah dulu. Terima kasih atas segala nilai-nilai hidup dan didikanmu selama ini. Cinta dan kasih sayangmu yang masih selalu kurasakan hingga kini sampai ke denyut nadi. Kerinduan akanmu tidak akan pernah sirna dan akan selalu abadi sampai nanti kita dipertemukan kembali dalam keabadian, Bu....

Tak terasa gerimis di hatiku meluap menjadi butiran bening yang menghangat di sudut mata. Aku rindu, mengapa waktu begitu cepat berlalu. Rindu akan momen-momen dulu sewaktu Ibu masih bersamaku. Sekarang meskipun jasadnya sudah pergi, tapi cinta kasih dan kenangan tentangnya akan selalu hidup dan membersamaiku selamanya.....

Suara salam dan ketukan pintu mengejutkanku. Orangtua murid sudah mulai berdatangan dan bersiap masuk ke ruang kelas. Aku pun mempersilahkan mereka masuk.

Selamat hari Ibu...Ibuku tercinta...

Semoga Allah menempatkanmu di taman syurgaNYA..Alfatihah...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun