Dalam konteks wilayah Indonesia masalah kesetaraan gender masih menjadi hal yang tak kunjung usai, karena sampai sekarang sadar atau tidak budaya patriaki masih tampak dalam wajah Indonesia. Mengenai hal di atas, tidak sedikit juga tulisan-tulisan yang saat ini sering dibagikan oleh pribadi-pribadi tertentu lewat akun media sosialnya guna menyuarakan kesetaraan gender itu sendiri.
Tidak hanya terjadi dalam wajah bangsa kita pada masa sekarang, keadaan seperti di atas juga tampak dalam budaya bangsa Yahudi pada zaman Yesus yang mana perempuan memiliki kedudukan yang lebih rendah daripada laki-laki. Pada kelompok masyarakat Yahudi, perempuan merupakan kaum yang berada di kelas kedua sehingga hal ini berimbas pada kehadirannya dalam tatanan masyarakat. Â
Setiap perkataan yang dikeluarkannya tidak serta-merta langsung dipercaya (Lukas 24:1-11) juga ia tidak dapat duduk bersama-sama dengan kaum laki-laki karena statusnya yang lebih rendah.  Adapun sebuah doa yang sering diucapkan oleh kaum laki-laki Yahudi yang berbunyi demikian: "Ya Tuhan aku bersyukur karena terlahir sebagai laki-laki dan tidak terlahir sebagai  budak ataupun sebagai perempuan". Dari contoh di atas terlihat betapa berbedanya kedudukan kaum perempuan dan laki-laki dalam tatanan masyarakat Yahudi.
Berdasarkan keadaaan seperti di atas, yang menjadi pertanyaanya ialah: apakah memang demikian perempuan dan laki-laki tercipta untuk memiliki kedudukan yang jauh berbeda?
Yesus dalam pelayanan-Nya yang dilakukan kepada dua orang perempuan yakni Maria dan Marta akhirnya mematahkan pola perbedaan yang begitu jelas dalam masyarakat Yahudi. Hal yang menarik di sini adalah Yesus berasal dari keturunan bangsa Yahudi, hidup serta dibesarkan dalam kehidupan bangsa Yahudi yang kaya dengan adat istiadat.  Ia  sangat paham akan perbedaan tersebut, namun Ia berani untuk menjadi berbeda dengan tidak membedakan kedudukan perempuan seperti yang biasa dilakukan oleh kebanyakan laki-laki Yahudi masa itu.Â
Melalui kehadiran-Nya Ia mau menjelaskan bahwa perempuan dan laki-laki adalah ciptaan yang setara bahkan semenjak penciptaan itu, mereka telah setara adanya karena sama-sama diciptakan menurut gambar dan rupa Allah atau Imago Dei (Kejadian 1:27).
Secara pribadi saya pernah membaca sebuah bacaan yang bertuliskan demikian:
"Perempuan bukan diciptakan dari tulang kaki untuk dijadikan alas kaki melainan ia diciptakan dari tulang rusuk, dekat dengan dengan hati untuk dicintai serta merupakan sesama ciptaan yang sederajat"
Adapun dari pembacaan ini kita dapat belajar tentang dua hal penting yakni:
1. Dari pribadi Yesus kita belajar tentang kasih. Kasih memegang peranan penting dalam pelayanan. Sebagaimana diketahui bersama, orang Kristen sering dikenal dengan ajarannya tentang kasih. Dalam buku People Are Never The Problem tertulis bahwa: "saya tidak tahu untuk apa saya dilahirkan ke dunia tetapi satu hal yang saya tahu bahwa masing-masing kita ada untuk orang lain".Â
Tanpa kasih tidak mungkin seseorang mau memberikan dirinya untuk orang lain. Yesus adalah sumber kasih itu sendiri. Karena kasih-Nya Ia mau menjangkau kaum yang dianggap paling rendah dalam tatanan masyarakat. Ia tidak mengikuti arus budaya yang memandang perempuan sebagai kaum minoritas namun menempatkan mereka pada posisi yang sama dengan laki-laki.Â