Mohon tunggu...
Dian Novianti
Dian Novianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya suka mencoba hal baru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hari Raya Galungan dan Kuningan

26 September 2024   20:41 Diperbarui: 26 September 2024   20:49 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Galungan dan Kuningan merupakan dua hari raya yang sangat penting dalam tradisi Hindu Bali. Galungan diadakan setiap 210 hari atau 6 bulan (pada hari rabu wuku dungulan) sementara kuningan 10 hari setelah galungan(pada hari sabtu wuku kuningan). Keduanya memiliki makna mendalam terkait dengan kemenangan kebaikan atas kejahatan. Galungan dirayakan untuk menghormati para leluhur yang diyakini kembali ke dunia, sedangkan Kuningan jatuh sepuluh hari setelahnya dan lebih difokuskan pada penghormatan kepada dewa-dewa.

Pada hari Galungan, masyarakat Bali biasanya memasang penjor, yaitu bambu yang dihias indah, di depan rumah mereka. Penjor ini melambangkan rasa syukur dan harapan akan rezeki. Hiasan ini bukan hanya sekedar dekorasi, tetapi juga menjadi simbol dari harapan akan kebahagiaan dan kelimpahan yang akan datang.

Ritual yang dilakukan selama Galungan meliputi persembahyangan di pura, di mana umat Hindu membawa sesaji berupa makanan, bunga, dan buah-buahan. Sesaji ini dipersembahkan sebagai tanda penghormatan kepada dewa-dewa dan leluhur. Selain itu, perayaan ini juga menjadi waktu bagi keluarga untuk berkumpul, saling memberi doa, dan memperkuat ikatan antar anggota keluarga.

Kuningan, yang dirayakan setelah Galungan, merupakan hari yang khusus untuk menghormati para dewa dan roh leluhur. Pada hari ini, umat Hindu kembali melakukan persembahan, biasanya dengan lebih banyak variasi sesaji. Kuningan diyakini sebagai waktu ketika roh leluhur kembali ke surga, dan oleh karena itu, umat berusaha untuk memberikan yang terbaik dalam persembahan mereka.

Sejarah di balik Galungan dan Kuningan berkaitan dengan ajaran Hindu yang menekankan keseimbangan antara dharma (kebaikan) dan adharma (kejahatan). Perayaan ini mengingatkan masyarakat akan pentingnya menjalani hidup dengan moralitas yang baik, serta mengedepankan nilai-nilai kebaikan dalam setiap tindakan. Ini juga merupakan refleksi dari perjuangan antara kebaikan dan kejahatan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Aspek sosial dari Galungan dan Kuningan juga sangat signifikan. Perayaan ini menjadi momen bagi masyarakat untuk berkumpul dan saling berbagi. Kegiatan sosial seperti kunjungan antar tetangga dan pertemuan keluarga meningkatkan rasa solidaritas dan kekeluargaan. Dalam suasana kebersamaan ini, nilai-nilai cinta dan persatuan semakin ditekankan.

Melalui perayaan Galungan dan Kuningan, masyarakat Bali menunjukkan kekayaan budaya dan spiritualitas yang mendalam. Keduanya bukan hanya sekedar ritual keagamaan, tetapi juga sebagai pengingat akan pentingnya menghormati leluhur dan menjaga hubungan baik dengan sesama. Dengan tradisi ini, generasi muda diharapkan dapat memahami dan melestarikan warisan budaya yang berharga ini untuk masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun