Mohon tunggu...
Dian Kurniasari
Dian Kurniasari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Creative and superlative

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kedai Kopi dan Masyarakat Urban

27 Maret 2013   14:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:08 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjamurnya kedai kopi di berbagai kota saat ini menumbulkan banyak pertanyaan. Apakah kopi menjadi barang yang begitu diminati, sehingga banyak orang memanfaatkannya sebagai bahan komoditas?

Seiring perkembangan zaman, kopi tidak hanya menjadi minuman untuk disuguhkan dalam bertamu saja, namun telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat urban. Dulu mungkin masyarakat hanya mengenal kopi sebagai penawar kantuk saja. Bahkan kopi pun sangat dekat dengan kesan garang dan kuat seperti sopir truk, tukang bangunan, sampai kuli panggul. Mungkin dulu kopi hanya dikonsumsi oleh laki-laki dewasa saja. Kesan ini muncul karena pengetahuan masyarakat saat itu masih terbatas pada fungsi kopi sebagai minuman yang memiliki kafein yang tinggi, sehingga hanya boleh dikonsumsi oleh orang dewasa. Kreasi kopi juga terbatas pada kopi tubruk, kopi susu, dan kopi jahe.

Sebagian orang mungkin telah dekat dengan warung kopi sejak lama, istilah bagi kedai penjual minuman kopi. Bahkan grup lawak kenamaan seperti Warkop DKI juga menambahkan embel-embel warung kopi ini dalam nama mereka. Apapun sebabnya, bumi pertiwi ini memang memiliki akar sejarah kopi sejak lama. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perkebunan kopi di Indonesia, sehingga menempatkan Indonesia sebagai komoditas kopi terbesar nomor tiga setelah Brasil dan Kolombia. SWA melansir komoditi kopi di dunia kini menempati urutan kedua setelah minyak bumi, dengan lebih dari 400 miliar cangkir yang dikonsumsi setiap tahun. Alhasil, kopi menjadi minuman paling populer di dunia setelah air putih. Kopi mampu menciptakan komoditi yang bisa dibilang tidak terbatas di seluruh dunia. Penikmat kopi selalu bertambah tiap waktu.

Kini semakin banyak kreasi kopi mulai dari espresso, latte, cappuccino, macchiato, mocca cafe, dan masih banyak lagi. Mulai dari warung pinggiran sampai café mahal menyediakan olahan kopi. Mulai remaja, dewasa, sampai orang tua tidak bisa jauh dari minuman ini. Kini tidak ada batasan untuk mengonsumsi kopi. Semua orang menyukai kopi. Bahkan banyak penelitian yang menemukan bahwa kopi memiliki manfaat selain menghilangkan kantuk, misalnya bisa menghilangkan stres, meminimalisasi resiko terkena serangan jantung dan stroke. Bagi wanita kopi pun sangat berguna, khususnya dapat meminimalisasi serangan kanker endometrium karena memiliki antioksidan yang tinggi. Belakangan justru banyak pula yang mengenalkan kopi sebagai masker dan lulur untuk perawatan tubuh. Temuan-temuan seperti inilah yang membuat komoditas kopi semakin diminati.

Kopi memang telah mengubah cara berinteraksi banyak orang saat ini. Kopi dipandang sebagai pendamping dalam mengobrol dan nongkrong, mendekatkan ikatan persahabatan, menghangatkan suasana, dan lain sebagainya. Namun perlu diingat bahwa mungkin saja hal tersebut adalah kenyataan yang dibangun oleh media untuk meningkatkan penjualan produknya. Tentunya nilai tambah perlu disuguhkan dalam mengiklankan dan memasarkan produk kopi ini, salah satunya adalah dengan menggunakan image kopi sebagai pendamping saat mengobrol, berkiblat pada budaya barat yang terbiasa minum kopi di café atau bar saat berkumpul bersama sahabat dan teman. Mungkin saja bukan tujuan utama kedai-kedai menjual kopi tersebut. Kopi hanyalah dijadikan simbol dari sebuah gaya hidup masyarakat urban yang dimanfaatkan sebagai komoditas yang menguntungkan. Bahkan mungkin kita pernah mendengar sebuah pernyataan bahwa ngumpul gak asik tanpa ngopi bareng. Kalau saja media membentuk kenyataan bahwa berkumpul paling asik minum air putih, mungkin saja kini kedai-kedai itu ramai menjual air putih. Siapa tahu!?

Meskipun kopi telah mengubah interaksi masyarakat saat ini, nyatanya sensasi dan kenikmatan kopi memang tidak bisa ditolak. Rasa pahitnya bahkan menghilangkan minat beli masyarakat. Nyatanya kedai-kedai kopi ini juga tidak pernah sepi. Tak masalah jika jantung deg-degan, yang penting lanjut ngobrol sampai pagi!

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun