PENGAJAR MENYIBUKKAN DIRI, PELAJAR BELAJAR SENDIRI?
Oleh: Dian Muhamad Fadillah, S.Sos., M.Ag
(Praktisi Pendidikan)
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Definisi tersebut adalah uraian penjelasan yang tertuang pada UU No 20 Tahun 2023 pada pasal 1. Uraian undang-undang tersebut menjadi landasan setiap aktivitas pendidikan yang berada diseluruh pelosok Indonesia. Dan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan pengertian, fungsi dan tujuan pendidikan yang sudah tertuang di undang- undang adalah fix tidak perlu lagi ada perdebatan. Karena apa yang sudah tertulis adalah kesepakatan yang sudah sesuai dan alot dipikirkan oleh pemimpin-pemimpin Indonesia terdahulu. Dan setiap kurikulum dari zaman pasca kemerdekaan hingga hari ini adalah upaya pemimpin-pemimpin kita terdahulu agar teknis dan non teknis dalam proses pendidikan berjalan sesuai kondisi zamannya, yang bersifat dinamis tidak stagnan jalan ditempat. Ya ini adalah persoalan sistem yang memang terlebih dahulu sudah dibuat, dirancang kemudian boleh dirubah disesuaikan dengan perubahan kondisi. Sampai pada tahap ini rasanya tidak perlu ada perdebatan. Bahkan kritik beberapa pakar tentang perubahan kurikulum yang terlalu sering adalah asumsi atau opini adalah sah-sah saja di alam demokrasi negara ini. Terutama kritik pada kurikulum kekinian yaitu kurikulum prototipe yang kemudian dikembangkan menjadi kurikulum merdeka, yang pada pengertian generalnya kurikulum ini memberikan kebebasan terarah dan tersistem kepada siswa untuk mengembangkan potensi dirinya dan memberikan kebebasan kepada guru untuk berkreativitas serta meningkatkan cara mengajarnya.
Beberapa kelebihan-kelebihan dari kurikulum merdeka ini adalah pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa guru dapat memilih metode yang tepat untuk mengajar, meningkatkan kreativitas siswa, meningkatkan motivasi siswa untuk belajar, meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Namun narasi pada poin-poin kelebihan kurikulum merdeka ini rasanya baru sebatas harapan Menteri pendidikan dan para tenaga ahli yang menggaungkan kurikulum ini, belum ada sampai sekarang kejelasan yang valid tentang kelebihan dari kurikulum merdeka ini. Sebuah kurikulum akan bisa dinilai setelah ada proses evaluasi panjang oleh badan independent, tim penilai bukan dari orang kementrian pendidikan atau bagian dari pemerintah itu sendiri. Setelah kelebihan-kelebihan kurikulum merdeka, tentu ada juga beberapa kekurangan-kekurangan kurikulum tersebut yaitu berkurangannya standarisasi pendidikan hal ini disebabkan beberapa siswa mungkin mampu mencapai tujuan mereka sendiri, namun tidak pada siswa yang lain, dan ini tentu menjadi kekurangan, dan juga sama halnya pada keaktifan siswa pada satu hal tapi yang lain dan tidak semua siswa memiliki keaktifan yang sama. Kemudian kekurangan yang lain adalah guru dituntut untuk aktif dalam mengembangkan pembelajaran, hal ini tentu saja guru didorong untuk menyempatkan waktu dan upaya yang ekstra untu siswa, kadang harus lembur, memberikan waktu diluar pembelajaran untuk mengajar ekstra, namun tidak dibarengi dengan kesejahteraan guru, apalagi guru honorer didaerah-daerah. Selanjutnya kekurangan yang lainnya adalah kurikulum ini menuntut guru untuk upgrade diri, namun tenaga, waktu, keuangan terbatas. Mungkin hanya sebagian saja yang mampu melaksanakan dengan maksimal, lain halnya dengan guru honorer. Ingin mencapai iktiyar maksimal, namun harus menyambi dengan bisnis tambahan diluar sekolah, karena terdesak oleh kebutuhan hidup.
Rasanya perjalanan kurikulum ini baru berjalan sejak tahun 2022, yang dimulai sebelum uji coba di fase covid 19, rasanya terlalu dini bagi kita untuk cepat-cepat memvonis bahwa kurikulum ini tidak cocok diterapkan pada objek pelajar dan pengajar Indonesia. Berikan proses yang panjang pada para stakeholder pendidikan kita. Nikmati proses ini dulu biarkan sistem ini menjadi dewasa sendirinya, menjadi matang butuh terpaan-terpaan pengalaman. Sebuah bambu butuh lima tahun agar akar-akarnya kokoh, baru ia bisa tumbuh cepat dengan sendirinya. Jadi tunggu saja waktunya, ada fase dimana suatu saat kita menikmati manisnya proses panjang. Kurikulum Merdeka ini adalah program yang dipandang oleh beberapa pakar pendidikan menjadi kurikulum yang inovatif dan berpotensi besar memberikan manfaat banyak bagi siswa dan sistem pendidikan indonesia secara keseluruhan. Namun sekali lagi yang namanya buatan atau rancangan manusia, kekurangan adalah sebuah keniscayaan yang tak dapat dihindari.
Belajarlah dari bagaimana guru-guru kita dahulu mengajar, berdakwah, mengajak orang-orang untuk terarah, tersistem agar tertuju pada kebaikan, mereka pun menyusun kurikulum, tentu saja mereka juga melalui proses yang panjang. Tengok bagaimana Buya Hamka pernah difitnah hanya karena berbeda pandangan dengan pemerintah saat itu, padahal yang disuarakan beliau adalah kebenaran, apakah setiap ide pemikiran yang kita sampaikan akan langsung diterima oleh orang? Tentu tidak, butuh proses yang panjang.
Baru setelah beliau wafat, tersadarlah bahwa kalimat-kalimat nasehat yang berbuah dari filosofi hidup beliau adalah benar adanya. Itu kehidupan Buya Hamka. Beliau butuh waktu yang panjang agar diterima cara berpikirnya. Atau bagaimana peliknya kisah yang tertulis didalam al-Qur’an tentang kisah Nabi Yunus alaihisalam yang mana beliau mengajak kepada masyarakatnya saat itu untuk taat kepada Allah dan menjauhi larangannya, namun perintah beliau tidak digubris, hampir saja adzab menghampiri kaumnya, namun Allah Maha Pengasih lagi Maha penyayang. Proses hasil didapat oleh Nabi Yunus dengan durasi pahit yang panjang. Tentu saja dengan rancangan dakwah kurikulum yang dibuat oleh Nabi Yunus AS. Atau contoh lainnya, bagaimana proses 22 tahun lebih Rasululullah membangun peradaban akhlak pada bangsa Arab kala itu.
Orang banyak yang takjub pada hasil namun lupa bahwa ada prose panjang sebelum itu sampai pelipis beliau pernah berdarah, gigihnya pernah patah, dihina, dicaci, dimaki, semua sudah beliau lalui. Sekali lagi nikmati saja dulu proses ini. Jangan tergesa-gesa berasumsi menyimpulkan bahwa kita sedang salah jalan, kemudian beropini menghakimi bahwa “pengajar menyibukkan diri, pelajar belajar sendiri”. Rasanya ini adalah narasi ketus yang disampaikan oleh pikiran-pikiran instan yang ingin hasil instan.