Mohon tunggu...
dian kurniati
dian kurniati Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Selalu mencoba untuk lebih peka dan terbuka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Semarang Heritage Race, Perjalanan Menyingkap Sejarah Kota Semarang

14 September 2014   21:28 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:42 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa bilang, belajar sejarah selalu berkaitan dengan hal kuno dan membosankan? Melalui acara bertajuk Semarang Heritage Race, Komunitas Lopen Semarang berhasil mengemas pelajaran sejarah menjadi lebih menarik. Konsep pembelajaran itu berupa tur keliling kota sambil mengunjungi bangunan bersejarah.

Di Semarang, sangat mudah ditemui bangunan kuno sarat sejarah yang kurang terawat, bahkan ada pula yang telah beralih fungsi. Keberadaan situs bersejarah itu terasa kian tersingkir karena kerap kali terselip di antara permukiman warga. Kondisi itu diperparah dengan rendahnya perhatian masyarakat terhadap bangunan bersejarah.

Berangkat dari keprihatinan itulah, komunitas Lopen yang mayoritas anggotanya adalah mahasiswa ini, menggelar Semarang Historie untuk memperkenalkan beragam bangunan kuno di Semarang kepada masyarakat, terutama kaum muda. Salah satu acara Semarang Historie yang teranyar bernama Semarang Heritage Race, yang digelar pada Sabtu, 6 September 2014. Komunitas Lopen ingin mengajak kaum muda menjelajah kota sambil belajar sejarah.

“Kami ingin mengajarkan pada masyarakat, terutama anak muda, bahwa melestarikan sejarah bisa dilakukan dengan hal yang mudah. Misalnya, tahu cerita dan kemudian menceritakan ulang pada anak-cucu nanti,” kata Project Officer Semarang Historie, Budi Adityo.

Konsep tur ala Semarang Heritage Race tentu berbeda dengan tur wisata lainnya. Di sini, kecepatan dan ketangkasan peserta tur diperlombakan. Peserta tur yang berupa tim dengan empat anggota, diajak keliling kota sambil mengunjungi beberapa tempat bersejarah menggunakan kendaraan umum, kecuali ojek dan taksi.

Ada 10 tim yang beradu cepat menyelesaikan tantangan agar menjadi yang pertama sampai di finish. Setiap tim harus melewati lima pos yang di setiap posnya telah disiapkan berbagai permainan bernuansa sejarah. Hadiah dari setiap permainan itu berupa potongan puzzle dan petunjuk menuju pos berikutnya. Setiap tim harus beradu banyak mengumpulkan puzzle agar terbentuk kesatuan gambar yang utuh.

Kriteria penilaian Semarang Heritage Race meliputi kecepatan tim menuju pos, kekompakan tim, jumlah puzzle yang berhasil dikumpulkan, serta sisa biaya perjalanan. Strategi berhemat biaya perjalanan menjadi perhatian utama para peserta. Pasalnya, panitia hanya menyediakan bekal uang Rp 100 ribu untuk biaya transportasi masing-masing tim. Oleh karena itu, beragam strategi disusun peserta untuk menekan biaya, mulai dari berjalan dan berlari, memanfaatkan angkutan kota, sampai menumpang mobil yang lewat.

14106795591866423234
14106795591866423234

Tur sejarah itu dimulai di komplek Makam Pahlawan Giri Tunggal, yang juga menjadi pos pertama. Pos lainnya tersebar di Makam kuno milik Thio Sing Liong di Jalan Sriwijaya, Taman Srigunting di komplek Kota Lama, dan Kantor PT Kereta Api Indonesia. Selanjutnya, peserta akan diarahkan kembali ke Makam Pahlawan Giri Tunggal yang menjadi lokasi finish dengan petunjuk makam Dokter Kariadi. Mengenai pemilihan lokasi pos, Budi mengatakan ada alasan tersendiri. “Itu adalah contoh bangunan yang gampang diakses, tapi kita kurang tahu kalau itu peninggalan sejarah,” kata dia.

Selain menjalani permainan, setiap tim juga harus menyimak dan meringkas tentang sejarah pos yang telah dikunjungi. Penjelasan sejarah itu diberikan oleh panitia yang bertugas di setiap pos. Gaya penyampaiannya pun dibuat interaktif agar lebih santai.

Selama sekitar tiga jam, peserta benar-benar harus berkeliling Kota Semarang untuk mencapai seluruh pos. Semrawutnya rute angkutan umum khas perkotaan menjadi tantangan tersendiri bagi peserta. Meski begitu, salah satu peserta Semarang Heritage Race, Vella Widjaja, mengaku menikmati acara jalan-jalan sejarah ini. “Melalui permainan yang seru, ternyata kita bisa belajar banyak tentang sejarah Kota Semarang,” kata mahasiswa Ilmu Komunikasi Undip itu.

Pengalaman berkesan bagi Vella adalah saat dia bersama timnya harus menumpang mobil pick-up demi menekan biaya transportasi. “Itu pertama kalinya, dan entah kenapa aku bisa cepat banget turun-naik pick up. Kayak sudah sering,” ujar dia. Vella juga berkisah, bahwa timnya hanya menghabiskan biaya Rp 5 ribu untuk naik angkutan kota. “Itu karena kami sampai empat kali menumpang pick-up,” kata dia menambahkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun