Mohon tunggu...
Oedin Only
Oedin Only Mohon Tunggu... Administrasi - Pemberdaya dan Petani

Berkeseharian dengan Desa dan Petani | Berutinitas dalam Pemberdayaan Penyuluh, Pelaku Utama dan Pelaku Usaha | Menyenangi Opini, Analisis dan Literasi | Ingin Berfocus Sebagai Penggiat Analisis Politik Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Berkelas Global | Juara I Lomba Blog KPK 2012

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kidung Galau Petani Gurem

2 September 2016   09:48 Diperbarui: 2 September 2016   10:00 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Betapa hari ini, tak alasan petani tak maju.  Petani dikelompokkan untuk belajar, berproduksi, bekerjasama. Petani disatukan atas kesamaan dan kepentingan usaha, budaya, latar belakang, bahkan ekonomi dan cita-cita.  Jauh dari Pulau Jawa, Sulawesi, Sumatera, apalagi Papua.  Di sini, ditempat ini, petani mayoritas berusaha padi.  Mengharap berkah langit dengan datangnya hujan, memberdaya tanah, agar benih-benih dinyaman hingga menetas dan bertunas. Beranak, berumpun, bermalai, lalu berbulir dengan bulir-bulir cantik dan bernas.

Dulu segalanya manual, rumput dibersihkan dengan tajak, cangkul dan parang, dipintal-pintal, dicincang-cincang, dihampar, lalu meminta matahari membakar, meminta hujan membasahi, meminta bakteri-bakteri tanah mencepat pembusukan.  Bahkan lebih ekstrem meminta panas api yang nyala dan kobar untuk mengabukan perdu dan gulma yang tiba ajalnya.  

Kini teknologi hadir, memudahkan, mencepatkan, mengganti sekaligus menghilangkan. Memudahkan dalam melakukan pekerjaan, membersihkan gulma tinggal semprotkan herbisida, membasmi hama penyakit gunakan pestisida pakai handsprayer, menyuburkan tanaman taburkan pupuk, mengolah tanah ada handtractor, menanam pakai rice transpanter, membersihkan gulma pakai gasrok, memanen pakai combine, merontok bisa gunakan power tresher.  Ada RMU untuk menjadikan beras.  

Ada dana PUAP, LDPM, LUEP untuk mendukung usaha, menjamin pangan, dan memberi harga yang memihak.  Jalan ke sawah enak karna dibikin bagus dengan siring dan pemadatan, saluran air nyaman, karena dibikin sesuai mau warga, ada tabat, bahkan ada embung untuk menampung air dan memanfa’atkannya pada musim kurang air. Ada benih subsidi, pupuk subsidi dan tentu dibeli pmerintah dengan harga HPP melalu bulog.

Dari segi pengembangan SDM petani ada ragam kegiatan diberikan melalui fasilitasi penyuluhan, mulai servis person to person melalui anjangsana, ada kursus tani ragam tema, ada demplot, sekolah lapang, termasuk contoh cara penggunaan alat (demcara), ada kaji terap untuk uji coba, ada kaji tindak untuk tindak lanjut, dan banyak hal lain.

Ditinjau dari sekian kenyamanan itu, logikanya tak ada alasan petani tidak maju dan penghasilan rendah, support system diberi dan dioptimalkan.   Petani hanya diminta membantu perwujudan capaian target luas tanam dan produksi.  Untuk membantu cita-cita dahsyat itu, dilibatkan support Babinsa dan Mahasiswa.  Keberhasilan peneliti ditularkan, diuji adaptasikan, problem disolusi, solusi disupport dalam bentuk program.

Namun perubahan yang dihendaki cepat dan matang, nyata berjalan  lambat dan mentah.  Suasana itu rasa dari lisan dan laku. Jaminan harga lebih baik, dan serapan yang tak berbelit dan gampang, jadi faktor pendorong tolakan halus teknologi.  Cobaan yang dimainkan iklim tak tentu sering membundarkan ketidakyakinan, seriing menampakkan sosok ketidakberhasilan itu sangat sadis dengan gigi taring runcing siap memangsa.  Petani gurem lari dari cahaya dan menebalkan selimut kekolotan, bobo nyaman dalam berhasil di  hayalan.

Biaya produksi tinggi seolah jadi simpulan bila ingin produksi berhasil.  Padahal telah nyata dan ada pelakunya, tentang biaya murah produksi berlimpah.  Lagi-lagi, yang dilihat adalah sosok pelaku, wajar dia berhasil-dia orang berduit, wajar hasilnya berlimpah dia mau ini itu mudah.  Tidak bisa menuruti berhasil tapi pandai melisan dan menyalahkan. 

Modal dijadi kendala, ketika modal dibantu dan dipinjami, kembalinya lambat dan berat. Diminta berorganisasi, mengupgrade diri, memulai berani tampil dan tak diam pada salah- enggan dalam ragam alasan.  Giliran ada bantuan tak mau jatahnya kurang, apalagi tak dibegi bagian.  Duhai realitas, apakah harus kugunakan palu untuk merobohkan dinding-dinding ini.  Atau kutiup saja 30 menit sehari agar miring dan roboh.  Atau kubiarkan saja hujan, angin,halilintar meluluhlantakannya.

Galau itu digenapkan dengan tanggung jawab. Kala saluran irigasi dibuatkan. Kala mesin-mesin pertanian diterima. Perluasan tanam, capaian produksi, diikuti serap gabah untuk mengisi gudang-gudang bulog, agar pasokan pangan aman dan cukup.  Lagi-lagi biaya produksi tinggi berbenturan dengan HPP. 

GKP sebesar 3700 sekian perkilo, berhadapan dengan biaya produksi 4.000-5000 perkilo.  Lalu, pendapat orang pintar mana yang harus diikuti, saran guru spiritual mana yang mesti dituruti.  Menjual ke pemerintah dengan harga itu, atau membuat tengkulak tersenyum dengan harga pantas yang ditawarkannya.  Bila gudang-gudang itu tak terisi.  Bila teriakan-teriakan perut makin nyaring dan kepusingan makin menggerahkan. Kursi-kursi penguasa mulai bergoyang.  Dan dewa impor diminta memberi pertolongan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun