Indonesia adalah negeri agraris. Tanahnya subur, sawahnya luas, orang-orang pintar bejibun dan petaninya banyak. Dulu pernah swasembada beras, namun kini mulai mengimpor beras juga untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Miris melihat kenyataan, kehidupan mayoritas petani masih jauh dari sejahtera, khususnya di desa tempat saya bekerja. Labunganak, Barabai, Kalimantan Selatan. Apalagi kebun karet sebagai usaha lain penopang ekonomi keluarga kondisinya tak mengenakkan, lateksnya sedikit harganya murah.
Teknologi pertanian dewasa ini kian canggih, modal berusahatani banyak sumbernya, baik dana bantuan yang dikelola petani maupun dana perbankan. Adanya internet mempercepat dan memudahkan untuk memperoleh informasi dan teknologi yang mendukung kegiatan berusaha tani. Namun banyak petani yang tidak berkemampuan mengaksesnya, didorong untuk belajar alasannya macam-macam. Program pemerintah berkaitan dengan sarana dan prasarana produksi (seperti benih unggul, pupuk, pestisida) bisa didapatkan dengan harga terjangkau bahkan bisa gratis. Ketersediaan alat dan mesin petanian juga ada (seperti : traktor, power thresher, pompa air dll), namun jumlahnya terbatas dan sering dioperasikan tanpa mengacu SOP dan perencanaan matang untuk menambah modal kelompok. Lembaga pemasaran dibentuk untuk memudahkan penjualan produk hasil pertanian, namun hanya sebagian kecil petani yang terdorong mengakses dan memanfa’atkan peluang tersebut untuk meningkatkan produksi dan pendapatan.
Pendidikan ala kadarnya (banyak tamatan SD), keengganan menerima hal-hal baru (tidak kosmopolit), kekhawatiran dengan masalah (Negatif Thinking), terburu-buru mengharapkan hasil (Fragmatis) masih menjadi tantangan dominan meningkatkan kualitas SDM petani di sini. Kadang iri juga, di sebagian tempat, khususnya di daerah Jawa tak sedikit petaninya telah menyandang gelar akademiki tertentu seperti sarjana, usia muda, melek teknologi dan keinginan berkelompok untuk maju tinggi, sehingga lebih mudah dalam pemberdayaannya. Wajar bila tingkat adopsi mereka terhadap informasi dan teknologi baru yang bisa meningkatkan produksi dan pendapatan , cepat dan tanggap ! Walau kondisi petani saya tidak seperti itu, saya berprinsif ibarat batu sekeras apapun dia, bila ditetesi air terus menerus batu itu pasti berlubang.
[caption id="attachment_376151" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar 1. Pos Penyuluhan Desa (Tempat Saya Mangkal)"][/caption]
Tak bisa dipungkiri memang, era pemanjaan petani jaman dulu dengan ragam “umpan” berpengaruh pada sikap mereka hari ini, terutama dari kalangan tua. Dampaknya orientasi mendapatkan bantuan tetap dipelihara sebagai alasan utama petani berkegiatan. Padahal tuntutan saat ini melalui aksi penyuluhan, petani diharapkan mampu berkelompok secara mandiri dalam mengakses informasi dan teknologi, modal, pasar, pemeliharaan lingkungan, peningkatan produksi serta pendapatan. Mengupayakan hal itu bukan perkara mudah, perlu keikhlasan, kesabaran, dukungan, upaya lebih dan do’a.
Mengeluh dengan keadaan bukan solusi. Memikirkan lalu mengerjakan berbagai alternatif pemecahan sebagai jalan keluar permasalahan adalah pilihan terbaik walaupun prosesnya lamban dan memerlukan korbanan tak sedikit. Sebagai penyuluh saya beraksi meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap petani. Dari yang belum tahu menjadi berpengetahuan, dari yang belum mau menjadi berminat, dari yang belum mampu menjadi terampil. Meliputi sektor tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perikanan. Sederhananya aksi saya adalah meningkatkan dan memajukan pola pikir dan pola sikap petani melalui pola pendidikan orang dewasa (teori dan praktek). Kegiatannya bisa kapan saja, bisa pagi, siang, sore, bahkan malam hari. Padahal waktu kerja sebagai PNS adalah dari jam 8.00 – 16.30 Wita (Senin-Kamis), jam 08.00 – 11.30 Wita (Jum’at), mestinya waktu malam bisa istirahat dan sabtu-minggu bisa libur, namun tak jarang karena sulit mencari waktu akhirnya waktu tersebut digunakan untuk aksi penyuluhan. Pesertanyapun beragam ada yang tua ada yang muda. Tempatnya bisa di mana saja, di lapangan terbuka, warung, gardu, pematang sawah, pinggir kolam, di rumah petani, di mesjid dan di mana saja. Metodenya macam-macam mulai dari kunjungan ke rumah (anjangsana) atau sawah/kebun petani (anjangusahatani), demonstrasi cara (misal mengoperasikan traktor), kursus ternak, SL-PTT, Temu Teknis, Temu Karya, Lomba, Kaji Terap, Kaji Tindak, Ceramah, diskusi, dll. Materinya berkaitan dengan masalah yang dihadapi petani dalam usataninya dan solusi dari permasalahan tersebut.
[caption id="attachment_376154" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar 2. Anjangusahatani ke Kebun Milik Petani"]
[caption id="attachment_376155" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar 3. Demonstrasi Cara Penggunaan Traktor"]
[caption id="attachment_376156" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar 4. Praktek Pengolahan Lahan Dengan Cangkul"]
[caption id="attachment_376157" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar 5. Percontohan/demplot Tanaman Tomat"]
[caption id="attachment_376159" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar 6. SL-PTT"]
[caption id="attachment_376161" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar 7. Kursus Ternak Swadaya"]
[caption id="attachment_376163" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar 8. Ceramah dan Diskusi di Rumah Petani"]
[caption id="attachment_376164" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar 8. Ceramah dan Diskusi di Parkiran SD"]
[caption id="attachment_376165" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar 9. Ceramah dan Diskusi di Teras Rumah Petani"]