Seorang pengembara yang sewaktu-waktu merasakan semangatnya bergerak dari satu tempat ke tempat lain, lalu mulai merasa lelah dan berteduh di hutan pohon rindang setelah itu bergerak lagi mencari air dan menangkap ikan di sungai, apabila senja tiba, langit berwarna jingga kucari kayu bakar untuk persiapan makan malam.
Sambil proses memasak ikan hati berdialog dengan diri sendiri, akal sehat mulai mempertanyakan? Cobalah kamu lihat tenda yang kamu dirikan, bukankah itu sifatnya tidak permanen, hari ini kau pasang, besok kau bongkar, kendati demikian bukankah harusnya kamu aware (sadar), disaat lelah berkegiatan, bukankah tidur lebih nikmat meski berbantal sebelah Lengan. rumah yang indah adalah tubuh yang lelah
Terasa dingin menusuk ke tulang-tulang melihat jam ditangan menunjukkan waktu menjelang fajar setelah mengambil minum di botol kesayangan, terlintas dipikiran bukankah menggunakan jam seharga 100 atau 500 sama-sama menunjukkan waktu yang sama.
Udara segar menjernihkan pikiran, hangatnya mentari membuatku ingin berlari-lari, sambil memutar hutanku yang rimbun.
Istirahat sebentar menatap awan, tumbuh pertanyaan "disini kamu hanya tamu" tolong kebersihan dan etikamu dijaga"
Tak perlu gaduh, suasana hutan yang dari semalam hening pun sudah memberikanmu pesan.
Seorang Sufi yang bernama Bahlul pernah membuat geger orang disekitarnya ketika ia kemana-mana mendirikan tenda dari satu tempat ke tempat lain. ketika di tanya "Hey Bahlul, apakah kamu tidak capai bongkar pasang tenda terus lalu Bahlul menjawab "bukankah bumi tempat kita berpijak sifatnya sementara" kendati demikian makna dan peristiwa selalu ada dimana pun bila saja kita sendiri berpikir untuk merenunginya sebagaimana nasehat dari Sayidinah Ali Bin Abu Thalib "Siramlah hatimu dengan percik-percikan hikmah sebab hati sebagaimana hal nya fisik sama-sama merasakan letih"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H